TIDAK ada rencana semula untuk ASEAN terlibat dalam soal
militer. Tapi ke arah itu kini terbayang, karena gawatnya
keadaan di perbatasan Thailand-Kampuchea.
Soalnya ialah pasukan Pol Pot (Khmer Merah) dalam keadaan
terdesak di sepanjang perbatasan itu. Adakalanya karena dikejar,
mereka melimpah ke wilayah Thailand, mengikuti arus pengungsi,
kemudian kembali lagi ke Kampuchea menghadapi pasukan Heng
Samrin yang dibantu Vietnam. Bagaimana kalau akhirnya
pertempuran terjadi di wilayah Thailand?
Jika itu terjadi, demikian PM Kriangsak Chomanan pekan lalu,
sesama anggota ASEAN "akan membantu kami," secara militer. PM
Thailand itu mengungkapkan kemungkinan tersebut setelah
berbicara dengan PM Singapura Lee Kuan Yew yang singgah di
Bangkok menuju Jerman Barat. Dia tidak mendetil. Tapi dia
mengatakan gagasan aliansi militer untuk ASEAN belum saatnya
sekarang ini.
Secara bilateral sesama anggota ASEAN sudah terjalin kerjasama
militer, termasuk latihan bersama di wilayah perbatasan. "Jika
pemerintah (negara-negara) ASEAN menghendaki latihan bersama,
kenapa kita tidak bisa melakukannya? Tapi kita harus menunggu
saatnya yang tepat," tambah Kriangsak.
Pergolakan di Kampuchea belum tentu akan selesai segera. Rezim
Pol Pot yang sudah terguling ternyata masih diakui di luar
Kampuchea, misalnya oleh ASEAN, dan masih terdaftar di PBB.
Ini sampai menjadi persoalan pula dalam sidang Biro Koordinasi
gerakan non-blok di Kolombo pekan lalu. Pihak ASEAN berpendapat
delegasi Pol Pot masih berhak mewakili Kampuchea dalam non-blok
itu. Pihak Vietnam menentang sikap ini. Alasannya, rezim Heng
Samrin yang berkuasa di Phnom Penh sepantasnya mewakili
Kampuchea.
Sikap ASEAN tercermin dari pidato Rahim Ishak, Menteri Negara
Singapura urusan Luar Negeri. Jika kursi Kampuchea tidak
diberikan pada delegasi Pol Pot, katanya, berarti orang
membenarkan intervensi Vietnam di negeri itu. Sedang ASEAN tetap
menuntut supaya "pasukan asing" (baca: Vietnam) ditarik dari
Kampuchea.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini