PEMILIHAN umum di Filipina adalah sebuah perayaan besar. Di Bandara Ninoy Aquino kelihatan ratusan poster saling bersaing untuk mendapat perhatian. Besarnya keramaian itu dibikin besar lagi dengan tampilnya tujuh calon presiden sehingga ada gurauan, tukang ramal pun tak kuasa menebak siapa yang akan menang. Itu dibikin ramai lagi dengan berseliwerannya lusinan gosip di samping 120.000 polisi yang turun ke lapangan. Soal kabar angin kadang-kadang ada juga yang benar. Misalnya tentang kemungkinan adanya kudeta militer. Hari Ahad lalu Pangab Jenderal Abadia mengumumkan adanya bukti kuat rencana kudeta kolonel pelarian Gregorio "Gringo" Honasan dan kawan-kawan yang akan dilancarkan setelah 11 Mei, hari pemungutan suara. Sasarannya adalah Ramos, yang menurut banyak pengamat bakal keluar sebagai pemenang. Tapi ada pula yang bilang bahwa pengikut Honasan sudah tak kuat. Dan sampai awal pekan ini masih sulit diraba, siapa yang paling kuat di antara ketujuh calon. "Saya tak tahu hendak memilih siapa karena tak ada yang jelas," kata sopir taksi Jose Gonzales yang membawa TEMPO mengarungi kemacetan sepanjang Roxas Boulevard menuju Manila Hotel. Seolah memberi ilustrasi akan apa yang dikatakan pak sopir, di sebuah tembok panjang di pinggir jalan terpampang tulisan-tulisan besar NOEL. Itulah singkatan untuk No Election (tidak ada pemilihan). Mungkin itu ungkapan ketakpuasan golongan yang tak bersedia memilih, golongan putih Filipina. "Banyak yang tak percaya dengan ketujuh calon itu," kata Gonzales pula. "Paling tidak kelas bawah sudah putus asa," tambahnya lagi. Bisa jadi Gonzales benar. Menurut para ahli Filipina, yang dibutuhkan oleh rakyat Filipina kini bukan janji-janji tapi uang dan pekerjaan. Gosip kedua adalah tentang akan terjadinya serangkaian keributan begitu Quick Counting atau penghitungan cepat dimulai pada 12 Mei pekan ini. Penghitungan cepat ini biasanya dijadikan jumlah pegangan oleh para analis politik untuk menebak presiden terpilih. Meski tetap ada kemungkinan hasil penghitungan cepat dan hasil resmi berbeda, analisa para pemgamat akan jadi bahan menarik untuk melihat Filipina dan presiden barunya. Tapi mengapa akan ada kekacauan? Konon lantaran siapa pun yang akan keluar sebagai pemenang, ia tak memperoleh suara yang marginnya besar. Seorang pakar Filipina terkemuka, Profesor Randy Host, mengatakan yang akan terjadi dalam pemilihan presiden Filipina kali ini bukanlah mayoritas tapi pluralitas. Seorang pemenang hanya akan menggondol paling banyak 20-25% dari jumlah suara. Karena itulah di hari terakhir kampanye, karena sadar perolehan masing-masing tak akan banyak, semua calon berkoar habis-habisan. Calon flamboyan yang kaya raya dan bekas orang yang sangat dekat dengan Marcos, Danding Cojuangco, misalnya, mengadakan rapat umum di lobi Manila Hotel yang begitu lebar, cukup untuk menampung seribu orang. Hari semakin larut tapi pendukung Danding makin banyak berdatangan dengan mengenakan pakaian kombinasi hijau, oranye, dan putih. Itulah warna partai Koalisi Rakyat Nasional. Walaupun demikian si kandidat sendiri masih belum muncul. Untunglah rasa jemu bisa dihibur dengan hadirnya para artis dan aktor yang cantik dan tampan yang mondar-mandir di lobi itu. Musik pun disiapkan untuk mengiringi beberapa penyanyi populer. Tak cuma itu. Danding pun berhasil menghadirkan para pemain bola basket yang tampan-tampan sehingga gadis-gadis muda banyak yang histeris karena ingin mencolek para olahragawan cakap itu. Jadilah suasananya hiruk-pikuk karena terjadi saling mendorong yang diiringi teriakan. Keadaannya jadi seperti pertunjukan musik rock, bukan kampanye politik. Akhirnya Danding muncul juga dan kesemrawutan terulang lagi karena massa berebut bersalaman dengannya. Tapi giliran pidato datang, pidato Danding ternyata tak menarik. Ia memang bukan pembicara yang baik. Tambahan lagi, hadirin kelihatannya memang hanya datang untuk santai, melihat bintang film dan mendengarkan musik. Lihat masa memang membeludak bukan hanya di lobi hotel tapi sampai memenuhi jalan ke Roxas Boulevard. Pihak yang berkampanye mengatakan, yang hadir sekitar 1,5 juta orang. Polisi menaksir jumlah "penonton" kampanye Danding sekitar 500 ribu. Berapa pun jumlah itu kampanye akbar terakhir Danding itulah tampaknya yang paling banyak dihadiri orang dan paling seronok. Tak aneh, Danding adalah orang paling kaya di Filipina. Konon, pada masa Marcos ia memiliki 24 perusahaan. Karena itulah banyak yang mengatakan bahwa dengan uangnyalah Danding menghadirkan orang-orang itu. Lalu apakah ia juga telah membeli suara orang-orang itu untuk memilih dia tak ada yang tahu. Menurut peraturan yang dikeluarkan oleh COMELEC, badan pengawasan penyelenggaraan kampanye dan pemilihan presiden membeli suara termasuk pelanggaran hukum dan pelakunya bisa diseret ke pengadilan. Lalu lihat saja kampanye Miriam Santiago, bekas kepala imigrasi yang tegas itu, yang dalam pol-pol pendapat belakangan ini meraih suara terbanyak sebagai calon presiden. Pendukung wanita berusia 46 tahun ini tampaknya kebanyakan mahasiswa dan para intelektual. Kata orang yang mengejek kampanye Santiago, untuk menghadiri kampanyenya perlu membawa Kamus Miriam. Soalnya, ia suka menggunakan kata bahasa Inggris yang sulit dan kebetulan ia memang pernah menyusun sebuah buku kamus. Tapi di hari pemilihan Senin pekan ini nama Miriam Santiago disebut-sebut banyak orang. TEMPO sempat mencegat dan mewawancarainya sehabis ia memberikan suaranya. Hari itu ia mengenakan rok merah dengan pita hitam kecil di bahu dan datang dengan Toyota Crown merah tua. Kenapa Anda begitu yakin akan menang? "Lihat, yang mengunjungi tempat pemilihan adalah anak-anak muda. Saya menduga sebagian besar pemilih berusia antara 18 dan 30 tahun. Padahal pendukung saya kebanyakan orang muda, yang menginginkan pemilihan yang bersih, jujur. Pemilihan ini adalah tes bagi demokrasi Filipina: apakah orang miskin, tak punya kekuasaan, dan tak terkenal sebagai politikus bisa memennagkan pemilu." Jika Anda kalah, apakah karena ada kecurangan? "Tidak, saya tak akan kalah. Para politikus tradisional tak akan menang. Para pemilih Filipina memilih dengan hati nurani mereka." Jadi akan menangkah Santiago? Ada kabar angin bahwa Kardinal Sin yang tadinya mengutuk Ramos akan berbalik mendukungnya. Malah ada kabar akan ada pertemuan khusus Ramos dengan Sin. Tapi pertemuan tersebut gagal dan tak ada tanda-tanda dukungan Sin akan pindah dari Ramon Mitra. Agaknya, apabila terjadi kekacauan pascapemilu seperti yang diperhitungkan banyak orang, yang bakal terjadi adalah kudeta militer. Tapi tentara sebagai "juru selamat" mungkin tak akan melakukan itu dengan cara kelewat mencolok. Dalam hal inilah peluang buat Ramos tampaknya cukup besar. Ia dekat dengan militer, statusnya sipil, karena ia pensiunan jenderal, dan mendapat dukungan dari partainya Aquino. Leila S. Chudori (Manila) dan A. Dahana (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini