Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Donald Trump sudah diberi peringatan soal ancaman pandemi sejak Januari lalu.
Amerika Serikat mengucurkan stimulus ekonomi senilai US$ 2 triliun.
Trump kini berusaha mengurangi pengetatan untuk menghidupkan kegiatan bisnis.
PERTENGAHAN Maret 2020 menandai titik balik langkah pemerintah Amerika Serikat dalam menangani penyebaran wabah virus corona di negeri itu. Presiden Donald Trump secara resmi mengumumkan keadaan darurat nasional. Kebijakan itu, yang dinilai terlambat oleh sejumlah kalangan, hadir saat jumlah kasus sudah mencapai 2.183 dan korban tewas 48 orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada pekan-pekan berikutnya, terjadi pembatasan di negara-negara bagian. Tapi itu belum dapat menghentikan penyebaran virus. Hingga Jumat, 17 April lalu, jumlah kasus mencapai 678.210 dan yang meninggal 34.641 orang. Jumlah ini melampaui data Cina, yang mencatat 82.692 kasus dan 4.632 meninggal. Pembatasan itu juga mencekik ekonomi dan menyebabkan jutaan orang kehilangan pekerjaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut New York Times, budaya kacau Gedung Putih di era Trump berkontribusi terhadap krisis. Ini terjadi karena kurangnya perencanaan dan kegagalan eksekusi yang dibarengi dengan fokus Presiden pada siklus berita dan kesukaannya mengikuti insting.
Peringatan pertama telah disampaikan Dewan Keamanan Nasional, yang bertanggung jawab melacak pandemi. Mereka menerima laporan intelijen pada awal Januari lalu, yang memprediksi penyebaran corona sampai ke Negeri Abang Sam. Saat itu, virus baru ditemukan di Wuhan, Cina.
Peringatan berikutnya datang dari penasihat perdagangan Trump, Peter Navarro. Dalam memo bertanggal 29 Januari 2020, ada ulasan rinci potensi risiko pandemi corona: setengah juta kematian dan kerugian ekonomi triliunan dolar. Keesokan harinya, peringatan juga datang dari Menteri Kesehatan Alex M. Azar II tentang kemungkinan pandemi.
Peringatan itu diabaikan Trump. Setelah melalui perdebatan panjang, Gedung Putih mengumumkan pembatasan perjalanan dari Cina pada 31 Januari. Yang membuat Amerika lamban, kata New York Times, antara lain kekhawatiran Gedung Putih bahwa kebijakan itu akan berdampak pada perjanjian dagang kedua negara.
Sampai Februari, hanya sedikit langkah nyata yang diambil. Dalam briefing di Capitol Hill pada 5 Februari, para senator mendesak pejabat pemerintah menanggapi wabah dengan lebih serius. Hasilnya nihil. “Intinya, mereka tidak menganggap ini serius,” ucap senator Christopher S. Murphy seusai pertemuan itu.
Pada awal Februari-Maret, jumlah kasus orang terinfeksi virus corona mulai melonjak. Tapi pemerintah Trump tidak segera mengimpor masker dan peralatan kesehatan lain yang dibutuhkan. Ketika akhirnya Trump mengumumkan kebijakan jaga jarak sosial pada 16 Maret, Amerika sudah punya 4.596 kasus corona dan 87 pasien meninggal. Kebijakan itu tak memperlambat penyebaran virus. Tiga hari kemudian, Gubernur California Gavin Newsom mengeluarkan perintah “tetap di rumah”. Langkahnya diikuti gubernur lain.
Berbagai pembatasan ini membuat sejumlah bisnis berhenti dan memicu pemutusan hubungan kerja. Menurut Washington Post, sampai awal April lalu, sebanyak 22 juta orang telah mengajukan klaim pengangguran.
Trump mengusulkan paket ekonomi untuk mengatasi krisis. Setelah melalui perdebatan, paket senilai US$ 2 triliun atau sekitar Rp 31 ribu triliun itu disahkan Senat dan Kongres. Dalam skema itu antara lain ada bantuan kepada penganggur senilai Rp 9,3 juta per pekan selama empat bulan.
Berbeda dengan sebelumnya, nama “President Donald J. Trump” akan muncul dalam memo di sudut kiri bawah cek yang dikirimkan kepada 70 juta penganggur untuk membantu menangani pandemi itu. Menurut Washington Post, penambahan nama Trump di cek akan memperlambat proses pencairannya.
Partai Demokrat mengkritik sikap Trump ini. “Menunda pembayaran langsung kepada keluarga yang rentan hanya untuk mencetak namanya di cek adalah contoh memalukan dari kegagalan Presiden Trump dalam menangani krisis ini dengan urgensi yang dituntutnya,” tutur Nancy Pelosi, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dari Demokrat.
Kini Trump berusaha melonggarkan pembatasan untuk menghidupkan kembali dunia bisnis. Namun dia harus menghadapi para gubernur negara bagian, yang menjadi penentu sebelum mencabut perintah “tetap di rumah”.
ABDUL MANAN (NEW YORK TIMES, WASHINGTON POST, CNN, USA TODAY, ABC)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo