Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Gagap Setelah Gula Langka

Pemerintah berjibaku menambah pasokan gula konsumsi setelah harga melonjak. Diiringi besarnya ancaman krisis bahan pangan dunia akibat pandemi Covid-19.

18 April 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto (berbaju hijau) mengunjungi pabrik gula di Cilegon, Banten, 9 April lalu./kemendag.go.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kelangkaan pasokan dan lonjakan harga memaksa pemerintah mengalihkan produksi gula untuk industri ke gula konsumsi.

  • Impor makin sulit pada masa pandemi Covid-19.

  • Di tengah ancaman krisis pangan dunia, stok dan produksi beras diklaim melimpah.

MENTERI Perdagangan Agus Suparmanto gencar menggelar inspeksi dua pekan terakhir. Tiga pabrik gula, yakni PT Industri Gula Nusantara (IGN) di Kendal, Jawa Tengah, serta PT Angels Products dan PT Sentra Usahatama Jaya di Cilegon, Banten, berturut-turut dia datangi pada Selasa dan Kamis, 7 dan 9 April lalu. “Kami akan memantau pabrik gula rafinasi yang mendapat penugasan khusus,” kata Agus di sela kunjungannya ke Cilegon.

Penugasan khusus yang dimaksud adalah perintah kepada pabrik gula rafinasi, yang biasanya memenuhi kebutuhan industri, agar mengolah gula mentah menjadi gula konsumsi. Pabrik yang didatangi Agus di Kendal dan Cilegon adalah tiga dari sejumlah perusahaan yang kebagian jatah “membantu” pemerintah mengatasi kelangkaan gula.

Pemerintah sedang berupaya menggenjot produksi gula rumah tangga. Sejak Februari lalu, menipisnya pasokan telah mendongkrak harga gula pasir. Hingga Kamis, 16 April lalu, rata-rata nasional harga gula pasir di pasar tradisional mencapai Rp 18.350 per kilogram, naik 25 persen dibanding periode yang sama pada Februari. Harga gula pasir di beberapa provinsi, terutama di wilayah Indonesia tengah dan timur, bahkan telah menembus Rp 20 ribu per kilogram.

Dengan tambahan pasokan dari realokasi penggunaan bahan baku gula untuk industri ke gula konsumsi tersebut, pemerintah berharap harga gula turun menuju ketentuan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan Kementerian Perdagangan, yakni Rp 12.500 per kilogram. “Hampir di semua daerah gula pasir naik hingga 47 persen dari HET,” ucap Agus di Kendal.

Kelangkaan gula dan lonjakan harga makin mengkhawatirkan lantaran kebutuhan akan meningkat seiring dengan datangnya Ramadan dan Lebaran sebulan ke depan. Pemerintah memperkirakan kebutuhan pasokan gula hingga Juni mendatang sebesar 1,15 juta ton. Pada sisi lain, pemenuhan kebutuhan lewat impor sekarang makin tak mudah.

Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog), misalnya, telah mengantongi izin impor 50 ribu gula kristal putih sejak medio Maret lalu. Namun Direktur Utama Bulog Budi Waseso mengatakan realisasi impor kian sulit di tengah pandemi Covid-19. Banyak pabrik gula di luar negeri yang menghentikan produksi. “Begitu juga dari sektor pengangkutan logistik,” tutur Budi dalam rapat dengan Komisi Pangan Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis, 9 April lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

•••

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TERBATASNYA stok gula pada awal tahun sebenarnya telah diprediksi sejak jauh hari. Periode tanam tebu pada 2019 molor gara-gara musim kering berkepanjangan. Bergesernya penanaman berdampak pada mundurnya panen dan periode giling di pabrik gula. Karena itu, rapat koordinasi terbatas tingkat menteri, pada 17 September 2019, memutuskan membuka keran impor gula mentah sebanyak 521.052 ton untuk diolah menjadi gula konsumsi.

Dari jumlah itu, impor gula mentah sebanyak 252. 630 ton terealisasi pada akhir 2019. Sisanya dilanjutkan tahun ini. Masalahnya, rencana pengadaan untuk memenuhi kebutuhan awal 2020 itu telat. Perizinan impor baru terbit setelah pertengahan Februari.

Belakangan, ketika gula makin langka, keran impor tambahan pun dibuka. Kepada pabrik Industri Gula Nusantara, misalnya, Kementerian Perdagangan memberikan izin impor gula mentah sebanyak 37 ribu ton pada 19 Maret lalu. Persetujuan impor juga diterbitkan pada 23 Maret, sebesar 40 ribu ton. Namun, hingga 1 April lalu, perseroan baru merealisasi 20 ribu ton.

Pedagang gula di Pasar Senen, Jakarta./Tempo/Tony Hartawan

Adapun PT Angels Products dan PT Sentra Usahatama mendapat perintah mengolah gula masing-masing 10 ribu ton dan 20 ribu ton. Tujuh perusahaan lain anggota Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) juga kebagian jatah mengolah gula mentah menjadi gula konsumsi. Mereka ditargetkan bisa menambah pasokan gula konsumsi sebanyak 250 ribu ton.

Perintah itu tertuang dalam surat penugasan Menteri Perdagangan Nomor 298/M-DAGSD/3/2020 tertanggal 26 Maret 2020 yang diteken Agus Suparmanto. Di situ disebutkan kebijakan realokasi stok gula industri untuk gula konsumsi merupakan usul AGRI. Dua hari sebelumnya, asosiasi melayangkan surat berisi usul penugasan memproduksi gula konsumsi oleh produsen gula rafinasi. Surat serupa dikirimkan PT Kebun Tebu Mas, pada tanggal yang sama.

Direktur PT Kebun Tebu Mas Adi Prasongko mengatakan pabriknya di Lamongan, Jawa Timur, mendapat penugasan mengolah gula sebanyak 15 ribu ton. Produk akan didistribusikan di Jawa Timur, yang juga kekurangan stok gula. “Produksi Jawa Timur sebenarnya surplus, tapi dipakai untuk daerah lain sehingga berkurang,” ucap Adi, Kamis, 16 April lalu.

Ketua Umum AGRI Benardi Dharmawan menjelaskan, pelaksanaan penugasan itu menggunakan bahan baku gula mentah yang sudah ada. “Bukan impor baru. Istilahnya pinjam pakai,” ujarnya. Selanjutnya, pemerintah mengganti volume gula impor yang dipakai tersebut agar pasokan ke industri makanan-minuman tak terganggu.

Sejauh ini, menurut Benardi, realisasi produksi anggota AGRI sebanyak 25 ribu ton. Sekitar 20 ribu ton di antaranya telah didistribusikan.

Penggunaan gula industri untuk kebutuhan rumah tangga sebenarnya dilarang. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2020 tentang Ketentuan Impor Gula, importir yang telah mengantongi persetujuan impor hanya dapat mendatangkan gula sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk proses produksi. Peraturan ini tegas melarang perdagangan dan/atau pemindahtanganan gula impor kepada pihak lain.

Tapi, dalam surat penugasannya kepada perusahaan gula, Menteri Perdagangan berdalih bahwa realokasi itu tak menabrak aturan. Kebijakan tersebut telah disepakati dalam rapat koordinasi terbatas bidang perekonomian pada 20 Maret lalu. Selain itu, Kementerian beralasan bahwa Pasal 35 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2020 juga mengatur pengecualian larangan sepanjang mendapat persetujuan Menteri Perdagangan setelah berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga pemerintah terkait. “Ini kan dalam kondisi tidak normal, atas persetujuan dan dirapatkan sebanyak 250 ribu ton,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Suhanto.

Ketua Umum Forum Transparansi Gula Nasional Supriyanto Sardjowikaro mengatakan pemerintah harus menata ulang sistem pergulaan nasional jika tak ingin krisis gula konsumsi ini menjadi siklus yang berulang. Ke depan, ia meminta pemerintah menghitung jumlah riil kekurangan gula domestik dan merevitalisasi pabrik tak layak operasi. “Selain itu, pemerintah perlu memperbaiki sistem tanam tebu dengan menyiapkan varietas unggul serta mengganti mekanisme pembelian tebu dari bagi hasil menjadi beli putus,” ujarnya.

 

•••

KELANGKAAN pasokan dan lonjakan harga gula ini menjadi alarm di tengah meningkatnya ancaman krisis pangan pada masa pandemi Covid-19. Akhir Maret lalu, Badan Pangan Dunia (FAO) memperingatkan semua negara bahwa pagebluk akan mempengaruhi suplai bahan pangan. Chief Economist and Assistant Director-General Economic and Social Development Department FAO Maximo Torero Cullen dalam policy brief yang dirilis 29 Maret lalu mendesak semua negara agar menjaga rantai pasok bahan pangan.

Di Indonesia, komoditas beras menjadi perhatian utama. Presiden Joko Widodo menindaklanjuti peringatan dari FAO tersebut dengan meminta kementerian dan lembaga terkait menjaga betul musim panen kedua pada Agustus-September nanti.

Berbeda dengan gula yang kekurangan stok, suplai beras saat ini membanjir. Sejumlah daerah sentra beras sedang panen raya. Kabupaten Karawang, Jawa Barat, misalnya, sepanjang Januari hingga pertengahan Maret lalu telah memanen padi di sawah seluas 19.621 hektare. Pemerintah Kabupaten Karawang mencatat total produksi panen kali ini mencapai 137.347 ton, dengan rata-rata produksi 7 ton per hektare.

Sekretaris Daerah Kabupaten Karawang Acep Jamhuri bersyukur wabah Covid-19 tak menyusutkan pertanian di daerahnya. “Sejak Januari, satu per satu kecamatan panen,” kata Acep.

Panen padi di area persawahan Samaturu, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, 13 April lalu./ANTARA/Jojon

Di beberapa kecamatan, musim tanam juga telah dimulai. Pada Jumat, 16 April lalu, Engkus bersama 15 koleganya turun dari mobil bak terbuka di Dusun Randu, Kecamatan Pedes, Karawang. Pagi itu, mereka bersiap menggarap sawah seluas 4 hektare milik Mahdi Pahrudin. Berbekal taplakan—alat untuk mengatur jarak bibit—mereka menancapkan bibit dengan rapi.

Mahdi mengatakan aktivitas pertanian berjalan seperti biasa kendati di tengah wabah. “Sekarang musim tanam. Kalau lancar sampai panen nanti, hasilnya bisa sampai 28 ton,” ujarnya. 

Menteri Agus Suparmanto memperkirakan ada tambahan produksi sekitar 19,8 juta ton beras hingga Agustus nanti. “Cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional hingga akhir Desember,” tutunya setelah mengunjungi Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Kamis, 16 April lalu.

Sekretaris Perusahaan Bulog Awaluddin Iqbal mengatakan perusahaannya telah menyerap 120 ribu ton beras lokal. “Kami berharap bisa memaksimalkan lagi pada panen April-Mei,” katanya. Menurut dia, Bulog saat ini masih menyimpan stok 1,4 juta ton beras. “Relatif banyak.”

RETNO SULISTYOWATI, FAJAR PEBRIANTO, CAESAR AKBAR, HISYAM LUTHFIANA (KARAWANG)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Retno Sulistyowati

Retno Sulistyowati

Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo pada 2001 dengan meliput topik ekonomi, khususnya energi. Menjuarai pelbagai lomba penulisan artikel. Liputannya yang berdampak pada perubahan skema impor daging adalah investigasi "daging berjanggut" di Kementerian Pertanian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus