Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gepokan dokumen itu tiba di meja kerja Jaksa Agung Israel, Menachem Mazuz, pekan silam. Dokumen tersebut, yang dilembur siang-malam oleh Jaksa Edna Arbel, berisi tuntutan kasus suap yang menempatkan Ariel Sharon sebagai pesakitan. Kasusnya terjadi ketika kakek 74 tahun ini merebut kursi Ketua Partai Likud—partai berkuasa saat ini—pada Mei 1999. Dia mengalahkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Saat itu, Sharon menjabat menteri luar negeri di kabinet Netanyahu.
Tuduhan korupsi ini bermula manakala tersiar laporan dari pengawas keuangan negara yang menuding Omri Sharon—anak Ariel Sharon—mengoleksi duit di luar negeri melalui perusahaan Annex Research. Ariel Sharon dituding menggunakan uang tersebut untuk kampanye. Maka pengawas keuangan memerintahkan agar Sharon mengembalikan duit sebesar US$ 980 ribu atau sekitar Rp 8,2 miliar. Pasalnya, peraturan di Israel melarang sumbangan dana politik dari negara asing.
Nah, pada Januari 2004, pebisnis Afrika Selatan—bekas anak buah Sharon dalam perang Arab-Israel 1948—Cyril Kern, mentransfer US$ 1,5 juta. Uang ini digunakan sebagai jaminan pinjaman untuk membayar kembali uang yang telah dibelanjakan Annex untuk kampanye Sharon. Ini kasus pertama.
Kasus kedua melibatkan anak Sharon yang lainnya, Gilad Sharon. Dia didakwa terlibat korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan pengusaha David Appel, yang punya hubungan erat dengan Likud. Appel menggaji Gilad—yang tak punya pengalaman sama sekali di bidang pariwisata—hingga ratusan ribu dolar AS untuk memasarkan sebuah proyek wisata di Yunani. Diduga kuat, Appel mempekerjakan putra Sharon ini sebagai upaya menjerat Ariel Sharon—waktu itu dalam posisi menteri luar negeri—agar mendorong pemerintah Yunani menyetujui pembangunan resor di Pulau Aegean. Kasus ini dikenal sebagai "Skandal Pulau Yunani".
Isu ini kian memanas setelah media-media Israel memajangnya sebagai judul utama berita sepanjang pekan silam. Stasiun televisi Channel 2 Israel bahkan menayangkan sepak terjang Jaksa Arbel menekuk Sharon. Tapi pengadilan hanya mampu mencokok dua pengusaha tadi dan kedua anak Sharon. Lalu apa jawaban Sharon terhadap dakwaan korupsi Jaksa Edna Arbel? "Saya tak tahu-menahu dari mana duit itu berasal," katanya.
Sikap Sharon ini menuai kecaman pedas bahkan dari anggota kabinetnya sendiri. "Seharusnya Perdana Menteri mengundurkan diri," kata Menteri Infrastruktur Yosef Paritzky, aktivis Partai Shinui—mitra Partai Likud di kabinet Sharon. Partai lain yang sekubu dengan Sharon juga sudah sudah mulai menarik diri. Tadinya Menteri Kehakiman Yosef Lapid, petinggi Partai Shinui, masih berupaya menutup-nutupi skandal ini. "Persidangan David Appel tidak otomatis membuktikan bahwa Sharon melakukan korupsi," katanya.
Tapi pada umumnya pemimpin partai oposisi, umpamanya Partai Buruh dan Yahad, mendukung Paritzky yang menyerukan pengunduran diri Sharon itu. Rekan seiring Sharon di Partai Likud, yang juga anggota parlemen, Ayoub Kara, juga meminta rekannya itu turun saja. "Atau minimal mempertimbangkan diri untuk mundur," Kara menegaskan. Tapi, alih-alih mundur, kakek yang pernah menjadi staf ahli militer Perdana Menteri Yitzhak Rabin ini menolak segala tuduhan dan tuntutan: "Apa pun yang terjadi, saya akan bertahan sampai akhir masa jabatan pada 2007," katanya.
Pengadilan belum digelar. Tapi yang kini ramai diperdebatkan adalah apakah Sharon bakal mulus digiring ke depan hakim. Leslie Susser, koresponden diplomatik majalah Jerusalem Report, menakar kemampuan Sharon, yang bak singa padang pasir, bakal merepotkan para pendakwanya. "Jangan lupa, dia seorang pejuang," Susser mengingatkan. Dia juga licin bagai belut. Sharon pernah dilorotkan dari jabatan menteri pertahanan pada zaman Perdana Menteri Yitzhak Rabin karena mahkamah tribunal membuktikan keterlibatannya dalam pembantaian 2.000 warga Palestina di kamp pengungsi Sabra dan Shatila di Libanon pada 1982. Eh, tak sampai setahun, ia sudah naik tangga lagi sebagai menteri perindustrian dan perdagangan.
Analis politik dari Universitas Bar Ilan, Israel, Menachem Klein, amat menyayangkan sikap bengal Sharon. "Sungguh aib jika Perdana Menteri menyandang status pesakitan di meja hijau," kata Klein. Sementara itu, jajak pendapat yang dilakukan Yediot Ahronot dua pekan silam menunjukkan popularitas Sharon merosot dari 68 persen menjadi 53 persen. Ditambah dengan kasus pembunuhan Yassin, lengkap sudah rapor Sharon dengan angka merah. Di dalam negeri, dia dicibir karena korupsi. Di dunia internasional, dia dihujani kutukan dari aneka penjuru karena merudal seorang pemimpin Hamas yang buta dan lumpuh yang baru saja selesai bersalat.
Alhasil, kendati masa dinasnya masih tiga tahun lagi, kencang sudah suara yang beredar agar Pak Tua Sharon menyudahi saja jabatannya.
Rommy Fibri (Jerusalem Report, Haaretz, CSM, Daily Times)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo