Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Bangsa Tatar Krimea dan Presiden Kongres Dunia Tatar Krimea, Refat Chubarov, menyoroti sikap negara-negara Asia Tengah terhadap invasi Rusia terhadap Ukraina, khususnya Republik Otonom Krimea.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Chubarov menuturkan bahwa negara-negara seperti Turkmenistan, Kazakhstan, dan Uzbekistan pada dasarnya menentang okupasi yang dilakukan Israel terhadap Ukraina. Namun, negara-negara itu tidak bisa berbuat banyak untuk menghalangi Rusia karena mendapatkan ancaman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mereka takut (pada Rusia). Tapi, mereka mendukung kedaulatan Ukraina," kata Chubarov saat ditemui Tempo di kantor Kedutaan Besar Ukraina untuk Indonesia di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan pada Kamis, 19 Desember 2024.
Lebih lanjut, Chubarov juga menyebut bahwa negara-negara yang terletak di Asia Tengah itu menolak aneksasi atau penyerobotan wilayah yang dilakukan Rusia terhadap Krimea. Di sisi lain, negara-negara itu juga tidak mengutuk perbuatan Rusia secara terbuka.
Krimea merupakan wilayah otonom yang secara hukum berada di bawah kekuasaan Ukraina. Namun, Rusia mengendalikan Krimea secara de facto. Letak geografis Krimea yang strategis membuat Rusia menginginkan wilayah tersebut. Krimea menjadi tempat tinggal bagi bangsa Tatar yang mayoritas beragama Islam dengan leluhur berasal dari Turki.
Negara-negara di Asia Tengah memiliki letak geografis yang berdekatan dengan Ukraina dan Rusia. Pada September 2023, Rusia menghadapi tudingan bahwa mereka menyewa tentara dari Asia Tengah untuk melawan Ukraina. Tuduhan serupa juga terjadi pada April 2024 di mana Ukraina disebut-sebut merekrut tentara dari Asia Tengah.
Dilansir dari Reuters, sebanyak 354.000 tentara Rusia dan Ukraina telah terbunuh atau terluka dalam perang Ukraina yang mengarah ke konflik berkepanjangan yang mungkin berlangsung jauh melampaui 2023, menurut yang diduga kumpulan dokumen intelijen AS.
Jika asli, dokumen-dokumen itu, yang terlihat seperti penilaian rahasia AS tentang perang serta beberapa spionase AS terhadap sekutu, menawarkan wawasan langka ke dalam pandangan Washington tentang salah satu konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia Kedua.
Reuters tidak dapat memverifikasi dokumen-dokumen tersebut secara independen dan beberapa negara, termasuk Rusia dan Ukraina, telah mempertanyakan kebenarannya, sementara pejabat AS mengatakan beberapa file tampaknya telah diubah.