Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Universitas Islam Gaza tetap melanjutkan perkuliahan dengan cara kuliah online dan membebaskan uang kuliah bagi mahasiswanya di tengah serangan brutal tentara Israel yang meningkat sejak 7 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Walaupun dalam kondisi pengungsian, mereka tetap berusaha belajar secara online bersama dosen, bahkan mereka dibebaskan untuk pembayaran setiap semester,” kata Dekan Fakultas Tafsir & Ulumul Quran Universitas Islam Gaza, Palestina, Prof. Mahmoud Hasyim Anbar, dalam wawancara khusus di Jakarta, pada Kamis, 26 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasyim Anbar berada di Jakarta sejak 1 November 2024 dan bersama lembaga Aqsa Working Group (AWG) memberikan penjelasan mengenai kondisi Palestina kepada masyarakat Indonesia. AWG adalah lembaga yang mewadahi dan mengelola berbagai upaya memperjuangkan pembebasan masjid Al Aqsa dan mendukung kemerdekaan Palestina dari penjajahan zionis Israel.
Dalam wawancara tersebut, Hasyim Anbar juga menceritakan Universitas Islam Gaza, institusi pendidikan tinggi pertama yang didirikan di Jalur Gaza, mengambil keputusan tetap melakukan pengajaran kendati kuliah online karena seluruh peralatan perkuliahan dan gedung perkuliahan sudah hancur total atau ada pula yang hancur sebagian.
Komunikasi antara para mahasiswa baik untuk jenjang pendidikan S1, S2, dan S3, sebagian besar dilakukan melalui aplikasi WhatsApp serta media sosial Facebook dan Instagram, sesekali menggunakan platform pertemuan daring Zoom.
“Dikarenakan kondisi Gaza saat ini sudah hancur, saya mengajar secara online dan ini adalah keputusan dari pihak kampus untuk belajar secara online baik bagi mahasiswa yang berada di Gaza, maupun di Indonesia,” ucapnya.
Kuliah online tersebut, sangat berdampak pada penghasilan para dosen. Para dosen yang menyandang gelar profesor, biasanya menerima gaji sebanyak 1.500 dolar per bulan (Rp24,3 juta), kini hanya menerima 200-300 dolar AS (Rp3,2-4,8 juta).
“Sejak 7 Oktober itu, semua perekonomian lumpuh, yang bekerja akan menjadi pengangguran, termasuk petugas rumah sakit, semua pekerjaan lumpuh, sehingga tidak lagi mendapat upah untuk bisa bertahan untuk belanja kebutuhan setiap bulan,” ungkapnya.
Israel melanjutkan genosida di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 45.300 orang, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, sejak serangan 7 Oktober 2023 oleh Hamas. Bulan lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Kepala Otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Kepala Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait perang yang dilancarkan di Gaza
Sumber: Antara
Pilihan editor: Taiwan Minta Indonesia Waspada soal Klaim Kedaulatan Cina
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini