Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Tujuh Pekan Berdarah di Gaza

Ribuan warga Palestina di Gaza berunjuk rasa selama tujuh pekan berturut-turut. Lebih dari seratus nyawa melayang di tangan serdadu Israel.

20 Mei 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tujuh Pekan Berdarah di Gaza

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pertempuran yang tidak pernah seimbang. Anak-anak muda Palestina, yang hanya bersenjatakan batu dan ketapel, melawan serangan penembak jitu, artileri, dan gas air mata tentara Israel. Di sepanjang pagar perbatasan Jalur Gaza dan Israel, mereka menjadi incaran empuk tentara negeri zionis itu yang bersiaga dengan persenjataan lengkap, Senin pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Medan perang itu berupa dataran yang terhampar luas. Sebagian tanahnya gundul, sebagian lainnya ditutupi rerumputan hijau. Setiap kali kerumunan anak muda Palestina mendekati pagar, seketika itu pula desingan peluru beterbangan menyasar mereka. Saban kali anak-anak muda itu melemparkan batu, gempuran gas air mata dari arah seberang menghujani mereka. Seorang remaja yang sedang berswafoto bahkan ditembak dari belakang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Serangan itu tidak lagi membuat kami takut," kata seorang pemuda yang enggan menyebutkan namanya, seperti diberitakan Vice News. Ketika pemuda itu berbicara, teman-temannya menyela: "Kami akan pergi ke Yerusalem, bahkan jika satu juta dari kami menjadi martir!"

Konfrontasi berdarah pada Senin pekan lalu itu menewaskan sedikitnya 60 orang Palestina. Sebagian besar dari mereka roboh dalam hitungan jam, tertembus peluru penembak jitu. Lebih dari 2.700 orang lainnya terluka. "Ini hari yang paling berdarah di Gaza sejak pertempuran dengan Israel pada 2014," tulis The Washington Post.

Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza menyatakan sedikitnya enam korban tewas berusia di bawah 18 tahun, termasuk seorang gadis yang, menurut keluarganya, masih 14 tahun. Ada pula pria paruh baya dan bayi yang tewas. "Bayi bernama Layla Ghaben itu meninggal setelah menghirup gas air mata di area protes utama," kata seorang dokter kepada Associated Press.

Ribuan penduduk Palestina di Gaza melancarkan protes dalam tujuh pekan terakhir. Gelombang unjuk rasa itu berawal dari serangkaian demonstrasi damai setiap Jumat yang disebut "Pawai Mudik Akbar", gerakan rakyat Palestina menuntut hak untuk pulang ke kampung halaman mereka yang kini diduduki Israel.

Demonstrasi itu dimulai 30 Maret lalu, bertepatan dengan peringatan Hari Tanah, hari ketika enam orang Palestina tak bersenjata dibunuh karena memprotes keputusan pemerintah Israel menguasai lebih banyak tanah Palestina pada 1976.

Unjuk rasa itu direncanakan selesai pada 15 Mei, yang menandai peringatan 70 tahun Nakba (Hari Malapetaka), ketika 750 ribu orang Palestina diusir tentara Israel dari tempat lahir dan rumah mereka selama perang Arab-Israel pada 1948. Di bekas kampung halaman mereka itu kemudian berdiri negara baru bernama Israel. Tapi reaksi tentara Israel yang malah menembaki mereka membuat unjuk rasa tak juga berhenti hingga sekarang.

Seperti kisah Daud melawan Goliath dalam kitab suci, para remaja Palestina mengandalkan batu dan pengumban untuk melawan peluru tentara Israel. Sesekali mereka melemparkan bom-bom molotov bikinan sendiri. Namun tidak seperti Daud, yang berhasil menumbangkan Goliath, anak-anak muda ini kerap babak-belur, bahkan menemui ajal, menghadapi militer Israel yang dilengkapi senjata dan peralatan tempur canggih.

Jalur Gaza telah diblokade oleh Israel selama lebih dari satu dasawarsa sejak Hamas menguasai wilayah di tepi Laut Mediterania itu. Pemerintah Israel mengecap gerakan radikal Palestina itu sebagai organisasi teroris. Selama mengendalikan Gaza, milisi Hamas tiga kali terlibat pertempuran sengit dengan militer Israel, yang berujung pada tewasnya ribuan warga sipil Palestina.

Akibat blokade Israel, tak ada kebebasan bergerak di Gaza. Sebagian besar dari dua juta warganya tidak bisa meninggalkan wilayah itu sama sekali. Ekonomi benar-benar lumpuh. Angka pengangguran mencapai 45 persen, bahkan lebih tinggi untuk mereka yang berusia di bawah 30 tahun. Rata-rata hanya ada empat jam listrik sehari. Sebagian besar sistem air bersih tercemar dan layanan dasar publik nyaris absen. "Bagi orang muda, masa depannya suram," tulis Vice News.

Selain di Gaza, gelombang protes meletus di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Namun demonstrasi di Gaza adalah yang paling masif dan memakan banyak korban. Sekitar 40 ribu orang ikut dalam aksi protes di Gaza. Sejak akhir Maret lalu, sedikitnya 111 orang, termasuk 12 wartawan, terbunuh dan lebih dari 12 ribu lainnya terluka akibat serangan Israel.

Kini, pengumban mereka menghadapi senjata yang lebih berbahaya. Sedikitnya 30 orang Palestina harus diamputasi kakinya karena terkena peluru tajam. Dalam pernyataan Amnesty International, para dokter di sejumlah rumah sakit di Gaza menemukan luka parah dengan ciri-ciri rongga internal yang besar dan ada plastik tersisa di dalam tubuh tapi tidak ada luka bekas peluru keluar.

Menurut para ahli militer dan patolog forensik yang memeriksa foto-foto korban, luka itu sesuai dengan bekas luka tembakan senapan berkecepatan tinggi Tavor bikinan Israel dengan amunisi militer 5,56 milimeter. Luka lainnya diperkirakan akibat peluru senapan penembak jitu M24 Remington bikinan Amerika Serikat dengan amunisi pemburu 7,62 mm, yang meledak ketika masuk ke tubuh.

"Peluru-peluru itu meninggalkan lubang seukuran tinju. Kami melihat tulang-tulang yang terbuka, jaringan lunak koyak, kerusakan parah pada arteri, otot, dan tendon. Yang sangat umum adalah tulang yang hancur," kata Mohammed Abu Mughaiseeb, dokter yang menjadi rujukan Doctors Without Borders di Gaza, seperti dikutip The Nation. "Sebagian besar pasien yang terluka akan menderita seumur hidup karena cacat."

Dalam Intifadah I-gerakan perlawanan Palestina selama 1987 hingga awal 1990-an-tentara Israel mematahkan kaki-kaki para pemuda pelempar batu. Kini, Israel "memotong" kaki-kaki orang Palestina yang berjalan ke pagar perbatasan. "Anda pada dasarnya menciptakan generasi lumpuh baru," ucap Ghassan Abu-Sitta dari Medical Aid for Palestinians, badan amal yang berbasis di Inggris.

Amnesty International mengulang kembali seruannya kepada para pemerintah di seluruh dunia agar menerapkan embargo senjata terhadap Israel atas tanggapan yang tidak proporsional dalam menghadapi demonstrasi massa di Gaza. "Selama empat pekan dunia telah menyaksikan dengan ngeri ketika penembak jitu dan tentara Israel menembak demonstran warga Palestina dengan peluru tajam dan gas air mata. Meski muncul kecaman internasional, tentara Israel tidak menarik perintah ilegal menembak pengunjuk rasa yang tak bersenjata," tutur Magdalena Mughrabi, Wakil Direktur Regional untuk Timur Tengah dan Afrika Utara Amnesty International.

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyalahkan Hamas atas kematian warga Palestina. Mereka menuding Hamas telah mengorganisasi protes, membayar orang agar hadir, dan menghasut mereka agar menerobos pagar keamanan Israel di sepanjang perbatasan Gaza. "Hamas memimpin operasi teroris di bawah naungan warga sipil," begitu pernyataan IDF, seperti dikutip NBC News.

Menurut IDF, demonstrasi telah memicu kerusuhan di 13 lokasi di sepanjang tapal batas. Israel membangun pagar sepanjang 65 kilometer di garis perbatasan darat dengan Gaza demi keamanan pada 1994. Jalur Gaza, yang luasnya hanya 363 kilometer persegi, semula punya tujuh jalur lintas batas. Kini hanya tersisa tiga jalur, yaitu Erez, Kerem Shalom, dan Rafah.

Hassan al-Kurd, salah satu koordinator aksi, dalam wawancara dengan majalah Israel 972 sebelum protes dimulai membantah kabar bahwa demonstrasi dirancang untuk melakukan kekerasan, apalagi jika dikatakan Hamas berperan utama. "Kami kelompok yang berisi 20 penyelenggara. Hanya dua di antaranya yang berafiliasi dengan Hamas," ujarnya, seperti dikutip Middle East Eye.

Mahardika Satria Hadi | Vice News, Middle East Eye, Al Jazeera, The Nation

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus