Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Danger on the track, something told me there were. Strangers on my back, and I was so right.” Refrain lagu Danger on the Track yang dinyanyikan vokalis Europe, Joey Tempest, di panggung utama Volcano Rock Festival 2018 di Stadion Pandan Arang, Boyolali, Jawa Tengah, pada Sabtu malam dua pekan lalu itu seperti merangkum kisah lawatan singkat band rock asal Swedia tersebut ke Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat rombongan Europe dalam penerbangan dari Stokholm menuju Singapura, Indonesia baru saja diguncang kerusuhan tahanan dan narapidana terorisme di Rumah Tahanan Markas Komando Brigade Mobil, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Jumat pagi, 11 Mei lalu, ketika terbang dari Singapura menuju Yogyakarta, grup musik cadas itu disambut letusan freatik Gunung Merapi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hujan abu vulkanis yang mengguyur wilayah Yogyakarta sempat menunda jadwal pendaratan pesawat yang membawa mereka. ”Pesawat mereka sempat berputar-putar sekitar 15 menit di langit Yogyakarta sebelum mendarat di Bandara Adi Sutjipto,” kata CEO Rajawali Indonesia Communication, Anas Syahrul Alimi, selaku event consultant Volcano Rock Festival 2018.
Menurut Anas, pesawat yang mengangkut personel Europe-Joey Tempest (vokal), John Norum (gitar), John Leven (bas), Mic Michaeli (keyboard), dan Ian Haughland (drum)-tersebut merupakan yang terakhir mendarat sebelum aktivitas penerbangan di Bandara Adi Sutjipto ditutup sementara pasca-letusan freatik Merapi. ”Tepat 15 menit mereka keluar dari bandara, bandara ditutup,” ujar Anas.
Setelah mendapat penjelasan tentang letusan Merapi dari Anas, rombongan Europe langsung melanjutkan perjalanan ke Hotel Alila, salah satu hotel berbintang lima di Surakarta. Sorenya, Europe melakukan sound check di Stadion Pandan Arang, sekitar 20 kilometer di timur Merapi. Malamnya, mereka mengadakan konferensi pers di kantor Bupati Boyolali. ”Sebagai band yang sering konser di berbagai belahan dunia, mereka tidak mempersoalkan isu terorisme atau erupsi Gunung Merapi. Selama kondisinya dipastikan aman, konser jalan terus,” kata Anas, yang pernah mendatangkan band Dream Theater untuk konser di Yogyakarta pada September 2017.
Boyolali menjadi satu-satunya kota di Asia yang disinggahi Europe dalam tur keliling dunianya pada 2018. Selain merayakan peluncuran album terbaru Europe, Walk The Earth, yang dirilis pada 2017, tur keliling dunia itu sekaligus bertujuan memperingati album ketiganya, The Final Countdown. Album yang dirilis pada 1986 dan terjual sekitar 15 juta kopi itulah yang mengantar Europe ke masa kejayaannya sebagai grup rock dunia pada 1980-an hingga awal 1990-an.
Harga tiket konser Europe di Boyolali dibanderol Rp 100 ribu (kelas festival) dan Rp 250 ribu (VIP). Menurut Bupati Boyolali Seno Samodro, harga tiket itu cukup murah, hanya sepersepuluh dari harga tiket konser Dream Theater di Yogyakarta. ”Panitia ora golek bathi (tidak mencari keuntungan). Tujuan kami mengenalkan kepada masyarakat dunia bahwa Indonesia tidak hanya punya Jakarta dan Bali, tapi juga ada Boyolali yang nyaman serta ramah untuk dikunjungi,” kata Seno, mewakili Team Boyolali Satu-promotor utama yang menggandeng Europe dalam Volcano Rock Festival. Setelah Europe, tutur Seno, pihaknya berencana mendatangkan band cadas lainnya, seperti Judas Priest, Deep Purple, dan Scorpions, ke Boyolali.
Konser Europe bertajuk ”Walk The Earth Tour 2017–2018” pada Sabtu malam dua pekan lalu itu dibuka oleh grup rock legendaris Indonesia, God Bless. Selama sekitar satu jam God Bless memainkan 12 lagu andalannya, antara lain Menjilat Matahari, Bis Kota, Panggung Sandiwara, Rumah Kita, dan Semut Hitam. ”Bangga sekali kami bisa sepanggung dengan Europe. Ini kepuasan tersendiri bagi saya,” ucap Ahmad Albar, vokalis God Bless.
Setelah God Bless membawakan lagu terakhirnya, Semut Hitam, semua lampu di panggung berukuran 16 x 12 meter yang diapit dua layar 4 x 4 meter itu dipadamkan. Sekitar 30 menit berselang, vokalis Europe, Joey Tempest, muncul diikuti lampu sorot. ”Boyolali, opo kabare? Ayo nyanyi,” kata Tempest saat pertama kali menyambar mikrofon. Sapaan menggunakan bahasa Jawa itu mendadak sontak disambut riuh tepuk tangan dan gelak tawa ribuan penonton.
Tanpa banyak basa-basi, Ian Haughland langsung menggebuk drumnya disusul lengkingan suara gitar John Norum untuk mengawali konser dengan lagu Walk The Earth dan The Siege dari album terbaru Europe, Walk The Earth. Setelah membawakan dua lagu barunya, Europe mengajak penonton mengenang masa kejayaan album The Final Countdown. Beberapa lagu dibawakan dari album yang melambungkan nama Europe itu, seperti Rock The Night, Carrie, Danger On The Track, dan The Final Countdown sebagai penutup.
Europe membawakan 19 lagu dalam konsernya sepanjang sekitar dua jam malam itu. Grup yang pernah menggelar konser di Jakarta pada 1990 tersebut tampil energetik. Menurut sebagian fan Europe yang menonton malam itu, kualitas suara Joey Tempest sama sekali tidak berubah. Kelincahan jari John Norum saat memainkan melodi-melodi berkecepatan tinggi juga tak henti memukau para penonton. ”Suaranya sama persis di MP3. Permainan melodi gitarnya juga tidak berbeda,” tutur Jarmaji, salah satu fan Europe asal Kecamatan Musuk, Boyolali.
Saat lagu Open Your Heart, Carrie, dan The Final Countdown berkumandang, hampir semua penonton turut menyanyikan lirik ketiga lagu tersebut sambil mengacungkan telepon seluler untuk merekam video atau sekadar memotret. ”Kalau album The Final Countdown, saya hafal di luar kepala. Album itu dirilis waktu saya masih SMA. Waktu perpisahan di sekolah, tiga dari tujuh band yang tampil saat itu memainkan lagu-lagu Europe,” ujar Gubernur Jawa Tengah nonaktif Ganjar Pranowo, yang bersama istrinya, Siti Atiqoh Supriyanti, turut berdesakan di kelas festival.
Pada akhir konser, Joey Tempest mengucapkan kalimat perpisahan dalam bahasa campuran, ”Sampai jumpa. Matur suwun. Thank you. Beautiful. See you soon.” Menurut Anas Syahrul, seusai konser di Boyolali, Europe masih melewatkan sehari di Indonesia untuk beristirahat sebelum terbang ke Australia pada Senin, 14 Mei lalu. ”Selama sehari itu mereka ingin city tour,” tutur Anas.
Saat Europe beristirahat, serangan teror bom mengguncang Surabaya. Serangkaian teror bom terkutuk yang merenggut puluhan nyawa dan korban luka-luka itu mengingatkan pada bait terakhir lagu Danger on the Track: ”Maybe I should surrender. Maybe I should give it up. But the strength I had inside told me you can never stop.”
Dinda Leo Listy
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo