Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DARI kota terpadat di dunia, Mexico City berubah jadi "neraka". Pekan lalu, kota berpenduduk 18 juta ini pengap oleh bau kematian. Setelah dua kali diguncang gempa, masing-masing berkekuatan 7,8 dan 7,3 pada skala Richter, Mexico City benar-benar ringsek. Di sana-sini yang terlihat hanya timbunan puing, kekacaubalauan, dan kepahitan. Sumber resmi memperhitungkan, 760 pencakar langit ambruk ke tanah. Jumlah yang tewas 5.000-12.000 orang, sedangkan yang cedera sekitar 17.000 orang. "Sekeliling kami luluh lantak bagaikan di tengah medan pertempuran," kata seorang juru rawat. "Tangis dan rintihan yang terdengar dari balik reruntuhan sungguh menyayat hati," ujar yang lain. Memang tidak sedikit orang yang terkubur dalam puing reruntuhan gedung selama dua-tiga hari, tapi akhirnya bisa dikeluarkan hidup-hidup. Pihak Palang Merah memastikan lebih dari 2.800 orang digali dari himpitan puing, 400 di antaranya ternyata masih hidup. Tapi hampir 50 anak tewas bersama-sama tumbangnya sebuah rumah sakit, belum lagi ratusan orang yang terperangkap di antara beton-beton berat. Dalam keadaan seperti itu, entah bagaimana seorang wanita hamil dapat diselamatkan, padahal sudah terkubur tiga hari. Tidak lama kemudian ia melahirkan, dan bayinya juga selamat. Pemerintah Meksiko menetapkan masa berkabung tiga hari, terhitung sejak gempa terjadi berturut-turut pada hari Kamis dan Jumat pekan lalu. Presiden Miguel de la Madrid melarang penjualan minuman keras, sedangkan bioskop, teater, dan berbagai klub malam harus ditutup sampai akhir pekan. "Tragedi yang menimpa kami merupakan yang terberat dalam sejarah Meksiko," kata De la Madrid di layar televisi. "Bencana itu sedemikian dahsyat hingga kami terpukul mundur dalam banyak hal. Kami tidak sanggup melakukan apa yang seharusnya kami lakukan. Soalnya, kami tidak mampu menghadapi bencana secara cepat dan tepat." Sekalipun begitu, pemerintah Meksiko pada mulanya sempat menolak bantuan AS hanya untuk kemudian menarik kembali "kesombongan" itu. Saat ini, sekitar 50.000 orang regu penyelamat bekerja siang malam, seakan berlomba dengan waktu. Ada yang dibantu derek, ada yang mengguna-kan alat-alat sederhana, tapi tidak sedikit yang mengandalkan kedua belah tangannya saja. Di antara mereka terdapat Francisco Fernandez, 34, dan Carlos Cazada, 29, yang setelah empat jam berjuang berhasil menyelamatkan seorang anak sekolah dari kematian. Dialah orang ke-20 yang dapat mereka tolong setelah regu penyelamat menggali terowongan. Sementara itu, tim medis sibuk menyuntik orang, langsung di tepi jalan. Keadaan serba darurat juga terlihat pada saat pemakaman masal. Puluhan orang dikubur sekaligus dalam liang sebesar rumah. Sebuah stadion baseball tiba-tiba disulap menjadi tempat penampungan jenazah. Ratusan orang antre berjam-jam untuk mengecek jenazah yang dikumpulkan di sana. Seorang pemuda gagal mencari mayat saudaranya, tapi ia belum juga putus asa. Seorang pria berpakaian rapi tampak membungkuk di dekat jenazah wanita setengah baya. Tangan yang dingin itu dielusnya, lalu jarinya pelan-pelan menyentuh cincin kawin wanita ini. Di tempat lain tampak orang berbondong-bondong ke gereja, memanjatkan doa selamat. Di persimpangan jalan, banyak yang menyediakan makanan segar dan pakaian bekas, sedangkan pekerja sukarela menyebar ke banyak tempat. Namun, tidak kurang pula banyaknya pencuri yang menjarah hotel, toko, dan rumah-rumah kosong yang ditinggalkan pemiliknya. Mereka beroperasi dalam jumlah lima sampai sepuluh orang, menyerbu ke daerah bencana dalam mobil ambulans. "Orang-orang seperti itu tidak kami beri ampun," kata Wali Kota Aguirre Velazquez. Paling sedikit sudah 20 pencoleng ditangkap. Pengusaha peti mati juga mencari untung dalam musibah ini. Mereka menaikkan harga peti tiga kali lipat hingga orang-orang pada mengeluh. Lalu, ada pula orang yang menyebut dirinya petugas sukarela tapi memungut bayaran US$ 50. Tanpa gempa, keadaan Mexico City sebenarnya sudah parah. Penduduknya yang 18 juta jiwa dan pencemaran lingkungannya yang terlalu gawat sudah merupakan bencana tersendiri yang sulit diatasi. Dan setelah diamuk gempa, wajah kota itu semakin sulit dikenali. Tapi di Acapulco pesta pora berjalan seperti biasa. Kawasan mewah yang lebih terkenal sebagai daerah turis ini sama sekali tidak tersentuh gempa. "Kami sudah lupa bahwa gempa yang dahsyat pernah terjadi tidak jauh dari sini," kata Jeff Martin, seorang turis dari AS. Dan sepanjang pantai yang berkilauan itu terlihat para turis menjemur diri, sementara yang lain bersilancar angin di Teluk Meksiko. TIMBUL pertanyaan: Mengapa bagian tengah Mexico City dilabrak gempa habis-habisan, sedangkan Acapulco, yang tidak jauh dari sana, selamat? Tentang ini beberapa ahli berpendapat kurang lebih sama. Kata mereka, Mexico City rawan gempa karena kota itu dibangun pada dasar sebuah danau. Tanahnya yang gembur cenderung mempertinggi kekuatan gelombang gempa yang bergerak sepanjang 400 km dari episentrum di dasar Samudra Pasifik. Gempa itu - masing-masing 3 dan 2 menit - mengguncang daerah seluas 800.000 km2, termasuk bagian tengah Mexico City dan beberapa kota lain, seperti Ciudat Guzman, Lazaro Cardenas, Ixtapa-Ziguatanejo. Gempa itu sebenarnya sudah diramalkan oleh Victoria Le Febre, seorang mahasiswa pascasarjana dari Institut Teknologi California. Menurut Le Febre, sebuah gempa besar mungkin sekali akan terjadi sepanjang Teluk Meksiko, kurang lebih 350 km barat laut Acapulco. Tapi ia tidak menyebut-kan kapan kira-kira gempa itu akan terjadi dan berapa kekuatannya. Ramalannya ini, yang dimuat dalam majalah Journal of Geophysical Research Mei berselang, justru menimbulkan kontroversi dan sangat kurang ditanggapi. Ironisnya lagi, bencana yang menimpa Meksiko tidak cuma terbatas pada gempa. Kabar buruk juga datang dari IMF (Dana Moneter Internasional). IMF menyatakan, Meksiko tidak mungkin lagi memperoleh pinjaman baru karena penjadwalan cicilan utangnya - sebesar US$ 100 milyar - tidak disetujui pihak kreditor di AS. Memang akan diusahakan pinjaman khusus untuk mengatasi bencana, tapi pinjaman untuk penyehatan ekonomi tentu lain lagi urusannya. Isma Sawitri Laporan Reuter (Meksiko) dan P. Nasution (Washington)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo