SETELAH Gorbachev, orang yang kini punya kesempatan mengubah suasana dunia adalah Boutros Ghali, Sekjen PBB yang baru. Perang Dingin habis, Uni Soviet lenyap, dan Eropa Barat menjelang bersatu. Tapi badan dunia yang telah berusia 45 tahun itu bertahan dengan struktur dan cara kerjanya sejak awal. Orang pun belakangan bertanyatanya, dengan begitu, masihkah PBB sesuai dengan zaman baru kini. Kesempatan mengubah PBB terbuka begitu Uni Soviet bubar. Tapi, dialihkannya begitu saja kursi Uni Soviet di Dewan Keamanan (DK) PBB pada Rusia, dua pekan lalu, oleh empat anggota tetap DK yang lain, menegaskan kembali penolakan anggota tetap DK pada perubahan. Sejak awal berdiri, pada 1945, lima anggota tetap DK punya hak veto. Inilah hadiah bagi pemenang Perang Dunia II (AS, Inggris, Prancis, dan Uni Soviet). Anggota kelima, Taiwan, pada 1971, lewat pemungutan dalam sidang umum, digantikan oleh RRC. Konon, inilah kesepakatan waktu itu, agar DK dapat melaksanakan tugas utamanya, "mempertahankan keamanan dan kedamaian dunia." Tapi, dalam sidang umum tahun lalu, negara-negara industri dan negara berkembang sepakat mengusulkan perubahan. Jerman dan Jepang yang kalah perang, yang kini sudah menjadi negeri superkuat dalam ekonomi setidaknya, minta hak yang lebih besar. Negara-negara berkembang mengatakan, bila PBB masih diinginkan sebagai lembaga dunia penjaga perdamaian, hak negara berkembang yang memiliki penduduk terbesar, seperti Brasil, India, semestinya terwakili dengan cara menjadi anggota tetap DK. Tapi, seperti sudah disinggung, kesempatan itu lenyap begitu keempat anggota tetap DK mengalihkan kursi bekas Uni Soviet pada Rusia. Memang, sejak 1963 keanggotaan DK PBB menjadi 15 negara. Cuma, 10 negara lainnya hanyalah anggota tidak tetap tanpa hak veto. Dan meski disepakati bila sedikitnya sembilan anggota setuju atas suatu keputusan di DK maka keputusan itu sah, adanya satu ketentuan lagi bahwa sembilan anggota yang setuju itu termasuk lima anggota tetap, perubahan pada 1963 ini tak punya arti besar. Dalam kondisi seperti itulah Boutros Boutros Ghali, Sekjen PBB ke-6, memulai tugasnya Rabu pekan lalu. Ke pundak orang Mesir yang konon berjanji akan mementingkan Dunia Ketiga inilah segala harapan adanya perubahan dalam tubuh badan dunia itu dibebankan. Selain soal tuntutan struktur baru dalam DK dan perubahan dalam piagam lama, Ghali menghadapi masalah yang lebih mendesak: membenahi birokrasi PBB. Kabarnya, sekjen baru ini sudah merencanakan restrukturisasi radikal di sekretariat PBB dalam tempo 60 hari, yakni dengan merampingkan stafnya sekitar 14%. Perampingan itu antara lain untuk mengurangi beban anggaran PBB, akibat krisis keuangan yang dialaminya. Badan dunia ini pernah hampir bangkrut karena banyak negara anggota yang menunggak iuran. Dari 166 anggota PBB, 102 negara tak menyerahkan kewajiban keuangannya pada badan dunia itu. Akibatnya, PBB kekurangan dana sekitar US$ 1 milyar. Amerika Serikat merupakan penunggak terbesar, US$ 344 juta anggaran rutin dan US$ 140 juta biaya pengiriman pasukan perdamaian. Ini merupakan warisan bekas Presiden Reagan, yang pada dasawarsa 1980 kesal pada dominasi kubu Sosialis dan Dunia Ketiga di PBB, lalu menganjurkan penundaan bantuan AS pada PBB. Padahal, Washington kebagian menyumbang 25% per tahun dari keseluruhan anggaran PBB. Maka, kolomnis Paul Lewis menulis di surat kabar New York Times, menduga Boutros Ghali akan terpaksa berbaik-baik dengan anggota Dewan Keamanan dan negara industri yang lain, agar keuangan PBB terjamin. Tanpa mengalirnya duit, perubahan apa pun dalam tubuh PBB mustahil bisa dilaksanakan. Apa pun kritik orang terhadap PBB, dalam beberapa tahun terakhir badan dunia ini cukup berjasa. Antara lain, membantu Irak dan Iran menghentikan perang panjang mengirimkan tim pengawas dan perdamaian dalam pemilihan bebas di Namibia pasukan perdamaian PBB membantu penyelesaian damai di Amerika Tengah dan yang sedang berlangsung kini pasukan dan staf PBB membantu menyelenggarakan pemerintahan damai di Kamboja. Memang, pengamat yang kritis lalu bertanya, PBB berhasil menangani masalah itu karena tak menyangkut kepentingan anggota tetap DK. Kamboja, contohnya, barulah setelah Uni Soviet tak bergigi dan karena itu Vietnam jadi lunak, perdamaian bisa diselenggarakan. Itu, sekali lagi, menunjukkan perlunya perubahan, terutama dalam Dewan Keamanan. Banyak yang berharap pada Boutros Ghali. Soalnya, meski diramalkan ia bakal harus berbaik-baik dengan anggota tetap DK dan negara-negara maju, Ghali sendiri sudah menyatakan bahwa ia punya kekuatan besar, yakni, "bahwa saya tak ingin dipilih lagi dalam periode berikutnya." Farida Sendjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini