DI Bandara Changi yang basah oleh hujan, Jumat pekan lalu, diawali suatu kunjungan seorang presiden dari 250 juta rakyat pada negara pulau berpenduduk kurang dari tiga juta. Dari Air Force One berwarna kombinasi putih dan biru, George Bush yang mengenakan jas biru dan istrinya, Barbara, yang bergaun merah berbungabunga turun. Ia diiringi 70 anggota rombongan yang terdiri dari para pejabat teras dan eksekutif top dari berbagai perusahaan AS. Para pemimpin Singapura merasa kunjungan itu sebagai suatu kehormatan luar biasa. Itu, katanya, bukan saja memberikan dukungan moral atas kebijaksanaan politik luar negerinya, tetapi juga pengakuan atas kukuhnya pemerintahan dan peranan ekonomi negara tersebut di kawasan Asia Pasifik. Bagi Bush, kedatangannya mengakhiri pencarian tempat alternatif pengganti Pangkalan Laut Subic di Filipina. Pada konperensi pers Sabtu pekan lalu, setelah berbincang dengan Perdana Menteri Goh Chok Tong, Bush menyatakan kedua pihak pada prinsipnya setuju untuk secara berangsur-angsur, dalam tahun ini, memindahkan komando logistik Amerika untuk Asia Tenggara dan Asia Timur ke Singapura dari Teluk Subic. Selain itu, masih ada dua hal penting lainnya yang melatarbelakangi perjalanan sebelas hari Bush ke Australia, Singapura, Korea, dan Jepang. Perjalanan ini seharusnya dilaksanakan mulai pertengahan November lalu. Itu sebabnya acara Bush ke Indonesia, menurut juru bicara Kedubes AS di Jakarta pada TEMPO, dibatallkan. Sebab, waktu itu Presiden Soeharto pun mengadakan perjalanan ke luar negeri, antara lain ke KTT Kelompok 15 di Caracas, Venezuela. Pertama, Bush ingin menghilangkan kekhawatiran sekutu-sekutunya di Asia Pasifik. "Pihak Asia merasa pada masa pascaperang dingin ini di Amerika tak muncul pemikiran baru yang kreatif tentang Asia Timur dan Asia Tenggara," kata Tommy Koh, bekas duta besar Singapura di Washington. Lebih langsung adalah kata Noordin Sopie, Direktur Pusat Pengkajian Strategis Malaysia. "Yang paling penting bagi kita, menekankan kepada Presiden Bush bahwa kami menginginkan keterlibatan penuh Amerika di kawasan ini, terutama dalam bidang yang paling strategis, yakni ekonomi," kata ahli strategis negara jiran itu. Mungkin karena itu dalam salah satu pidatonya di Australia Bush dengan tandas mengatakan bahwa Amerika beserta Australia dan negara-negara Asia Pasifik lainnya akan berjalan bergandengan menuju era baru. Selama ini kerja sama ekonomi AS-Asia memang terasa kurang terbuka meski tetap saja Amerika di pihak yang defisit (lihat tabel). Dengan Australia pun, meski AS di pihak surplus, Amerika menutup saluran impornya untuk hasil-hasil pertanian. Tak mengherankan di hari Bush meninggalkan Australia, di Melbourne terjadi demonstrasi sekitar 500 petani yang memprotes kebijaksanaan ekonomi AS. Jadi, sebenarnya ada kontradiksi dalam kebijaksanaan ekonomi Pemerintah Amerika. Di satu sisi, dalam bidang pemasaran komoditi tertentu, ia menerapkan sistem pasar tertutup, tapi di pihak lain memaksa negara-negara lain untuk membuka pasarnya untuk ekspor komoditi Amerika. Kedua, Bush ingin mengembangkan hubungan ekonomi dengan Asia Pasifik. Oleh karena itulah lebih dari setengah dari jumlah anggota rombongannya terdiri dari kalangan bisnis dan ekonomi. Tampaknya, ini dimaksudkan untuk melawan kritik dalam negeri bahwa ia terlalu banyak bermain dalam politik luar negeri dan kelewat sedikit memperhatikan masalah domestik, terutama ekonomi. Perdagangan antara Amerika dan kawasan Asia Pasifik memang bukan hal sepele. Pada 1990 volume perdagangan dengan Asia saja mencapai jumlah US$ 310 milyar. Padahal, perdagangannya dengan Eropa dalam periode yang sama hanya mencapai US$ 210 milyar. Karena itulah ada yang mengatakan secara geopolitik dan strategis kunjungan Bush ini kurang berarti, tapi secara ekonomis banyak sekali dampaknya. Jepang adalah fokus utama perjalanan Bush ini. Khusus untuk itu presiden Amerika menempatkan impor mobil sebagai agenda utamanya. Karena itulah Bush membawa tak kurang dari 18 eksekutif puncak industri mobil Amerika. Di antaranya adalah Lee Iacocca, Ketua Dewan Direksi Chrysler, pengritik utama kebijaksanaan pasar mobil Jepang yang selalu tertutup. Memang, dengan adanya resesi ekonomi Amerika, industri mobillah yang sangat menderita sehingga terpaksa meliburkan ribuan buruhnya. Di dalam negeri, Bush berada di bawah tekanan hebat untuk memaksa Jepang membuka pasarnya. Selain soal mobil, Jepang juga akan dipaksa membuka keran impor beras dan hasil pertanian lainnya. Sampai saat ini, karena tekanan dari lobi petani, Pemerintah Jepang masih bergeming walaupun tekanan Amerika cukup keras. Dalam hal inilah pemerintah Miyazawa akan menghadapi dilema. Bush akan segera menghadapi pemilihan umum dan siapa pun yang akan menjadi lawan Bush, baik dari Partai Republik sendiri maupun dari Partai Demokrat, sudah pasti akan menganut sikap keras dalam menghadapi Jepang. Bush juga akan menekan Jepang agar mendukung posisi Amerika dalam GATT (Persetujuan Umum Pajak dan Perdagangan) pada Putaran Uruguay. Dalam putaran terakhir sidang-sidang GATT tersebut Amerika tak menyetujui pemberian subsidi oleh negara-negara Eropa di bidang pertanian karena itu melanggar asas perdagangan bebas. Karena ketidaksetujuan Amerika itu banyak hal lain yang menyangkut pengaturan perdagangan internasional menjadi macet. Dengan Korea Selatan, Bush tak akan mengalami kesulitan. Partner dagang Amerika pada urutan ketujuh dengan volume US$ 33 milyar itu telah lama meliberalkan UU perdagangannya. Karenanya, Amerika akan lebih banyak menjual barangnya kepada Korea Selatan. Namun, menjual barang ke Jepang, sumber defisit perdagangan Amerika terbesar, tak semudah menjual barang ke Korea Selatan. Perdana Menteri Miyazawa kabarnya sudah berjanji membantu Bush. Maka, besar dugaan, yng akan ditawarkan Miyazawa adalah ekspor mobil Jepang ke AS akan direm, setidaknya untuk tahun ini, tahun pemilihan presiden Amerika. Lalu, apa yang akan diperoleh Miyazawa? Popularitas dalam negeri bila televisi di Jepang menayangkan ia berbincang-bincang dengan Presiden Amerika. Besar kemungkinan Miyazawa akan menawarkan Jepang sebagai tempat perundingan internasional, misalnya soal Timur Tengah yang disponsori Amerika itu. Ini akan membantu partai yang berkuasa, Partai Demokrasi Liberal, menguasai majelis tinggi lagi, dan memperkecil kemungkinan Miyazawa ditarik turun oleh para bos partai. Kurang lebih, inilah cara kedua negarawan itu saling menolong tanpa kehilangan popularitas di kalangan rakyat masing-masing. Itu sejauh tidak ada faktor lain tiba-tiba campur tangan. A. Dahana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini