Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

<font face=arial size=1 color=#FF0000><B>RADEN PRIYONO:</B></font><br /><font face=arial size=3><B>Calo Bukan Barang Haram</B></font>

2 Desember 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEBIJAKAN Raden Priyono pada saat menjabat Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi membuat empat kargo gas alam cair dari Blok Tangguh terkatung-katung di Teluk Bintuni, Papua Barat. Gara-gara dua syarat tambahan, hasil tender gas Tangguh bekas milik Sempra di pasar spot dibatalkan dan penjualannya tertunda berbulan-bulan.

Pada akhirnya, dua syarat itu tidak menjadi kriteria mutlak ketika gas dapat dijual. Tapi harga sudah kadung turun, gas terpaksa dijual lebih murah. Kerugian total akibat penjualan itu mencapai US$ 47,82 juta atau sekitar Rp 430 miliar. Ditemui di Wisma Mulia lantai 37, dua pekan lalu, Priyono membantah tudingan bahwa negara telah dirugikan.

Apa alasan Anda memasukkan dua syarat tambahan dalam penjualan gas di Blok Tangguh?

Kami ingin ada trader yang terdaftar, pembeli harus sanggup memenuhi dua persyaratan. Pertama, menggunakan bank umum nasional dalam pembayaran kargo. Kedua, pembeli sanggup memasok LNG dalam jumlah yang sama bila sewaktu-waktu pasar domestik membutuhkan. Kami ingin masuk ke konsep jaminan suplai, sehingga bila ada pertanyaan kenapa dijual, kami punya jawaban: tak jadi masalah dijual, toh nanti ada gantinya.

Bukankah syarat itu tidak mungkin diterapkan ke calon pembeli dari kalangan end user?

Memang tidak applicable karena mereka tak peduli dengan kebutuhan domestik kita. Karena itu, saya syaratkan registered trader. Tinggal diatur kapan waktunya, mereka bisa dapat dari Qatar atau Australia. Saya mulai mengarah seperti penjualan spot pada minyak. Tujuannya jangan sampai kargo yang dilepas tak ada jaminan apa pun. Pembeli end user itu tidak bisa memberikan pasokan suplai, yang bisa itu hanya trader.

Tapi end user memberi harga lebih tinggi dibanding trader?

Ini proses perubahan paradigma karena saya menganggap gas bumi itu energi strategis. Kita mesti memikirkan security of supply, tidak sekadar menjual begitu saja. Itu sebabnya, saya persyaratkan penjualan spot seperti itu. Jadi pembeli boleh ambil gas. Tapi, saat dalam negeri butuh gas, mereka bisa memberi.

Pada akhirnya empat kargo tersebut tetap dijual tanpa menyertakan persyaratan itu, dan harganya jatuh sehingga merugikan negara?

Ini masalah perdagangan. Untuk mengamankan pasokan domestik, kami harus berani membuat registrasi trader. Apalagi gas itu adalah hasil negosiasi dengan Sempra, yang dulu harganya cuma sekitar US$ 3 per mmbtu. Kalau kami jual dengan harga segitu (US$ 12-15 per mmbtu), itu sudah untung, dong.

Ada informasi dua persyaratan itu untuk memfasilitasi trader Thailand, P3 Global Energy, masuk ke Blok Tangguh dan Bontang?

Saya tidak main dengan trader Thailand. Tapi, kalau ada orang menawarkan, ya, silakan saja.

Tapi P3GE pernah mendapat satu kargo penjualan untuk PTT Thailand melalui penunjukan langsung pada Juli 2011. Apa alasannya?

Mungkin karena saat itu P3GE yang bisa menyediakan kapal, dan ada keadaan darurat di Thailand. Kami hanya berupaya membantu. Selebihnya urusan teknis dan komersial dilakukan oleh BP Berau.

Banyak saksi melihat Jeffrey Soebekti, orang P3 Global Energy, wira-wiri ke Wisma Mulia menemui Anda?

Banyak orang datang ke sini. Tamu terbuka untuk datang.

Jeffrey Soebekti pernah mengajak pejabat BP Migas, BP, dan Total ke Thailand....

Ya, silakan saja. Ketika diundang, itu ada prosedurnya. Ada proses due diligence. Dan itu tugas BP buat menyaring.

Tampaknya Anda dekat dengan para calo yang berafiliasi dengan kepentingan partai politik tertentu?

Saya tidak mau mikirin soal itu. Saya cuma jawab saja ya, karena saya tak mau jadi musuh mereka. Para calo itu bukan orang yang tak punya kerjaan, kadang pangkat mereka tinggi-tinggi.

Pada akhirnya praktek calo memperburuk citra bisnis migas....

Saya melihat segala sesuatu bisa ada calonya. Praktek calo itu tidak hanya terjadi di industri migas, tapi juga di bisnis senjata atau beras. Artinya, calo itu bukan barang haram.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus