Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

<font size =2 color=#FF0000>Mochamad Ma’ruf dan Susyati:</font><br />Ini Tak Masuk Akal

26 Oktober 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

STROKE mengakhiri karier politik Mochamad Ma’ruf sebagai Menteri Dalam Negeri. Ia dilarikan ke Rumah Sakit Jantung Harapan Kita pada 30 Maret 2007, lalu dipindahkan ke sebuah rumah sakit di Singapura, kemudian menjalani terapi setiap Selasa dan Kamis di pemandian air panas Ciater, Subang, Jawa Barat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuk Mardiyanto sebagai penggantinya pada Agustus tahun yang sama.

Dua setengah tahun memimpin Departemen Dalam Negeri, Ma’ruf meneken Peraturan Nomor 6/2004 yang menguatkan pemanfaatan upah pungut. Ia tak mengubah komposisi dan persentase setoran daerah untuk kepolisian, Pertamina, Perusahaan Listrik Negara, dan tim pembina pusat yang berisi para pejabat di departemennya. Ia hanya memindahkan pengelolaan dana ini dari Direktorat Jenderal Otonomi Daerah ke Badan Akuntansi dan Keuangan Daerah.

Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan yang dikeluarkan pada Maret lalu, Ma’ruf disebut paling sering menggunakan uang jatah petugas pemungut pajak itu buat keperluan pribadi: sewa gedung pernikahan anak, renovasi rumah, ulang tahun istri, open house, dan sejumlah perayaan di rumahnya. Selama jadi menteri, menurut Badan Pemeriksa, Ma’ruf memakai Rp 8,7 miliar.

Tempo mewawancarai Ma’ruf tentang penggunaan upah pungut itu di rumahnya, Jalan Parakan Arum, Bandung, Sabtu sore dua pekan lalu. Kesehatan Ma’ruf, 67 tahun, kini jauh membaik. Sehari sebelumnya, ia bahkan sudah bisa mengikuti perpisahan Kabinet Indonesia Bersatu di Istana Merdeka, Jakarta. Tapi, karena ia masih sulit bicara, Susyati, istrinya, yang menjawab pertanyaan.

Anda disebut-sebut memakai dana upah pungut untuk keperluan pribadi….

Sejak dulu sampai Bapak di Departemen Dalam Negeri, saya tak pernah ikut campur. Itu prinsip. Saya yakin Bapak orang yang hati-hati dan fokus pada pekerjaan. Jadi saya tak tahu apa itu dana upah pungut. Kalau dana untuk keluarga, memang sudah ada jatahnya. Ada orang yang bilang, ”Sudah beres.” Itu kan biasa.

Ada biaya pernikahan, biaya ulang tahun, renovasi rumah....

Saya tak meminta. Saya memang terima kado saat ulang tahun, waktu menikahkan anak. Tapi saya tak tahu dari mana sumber uangnya. Pemberinya kan bukan cuma dari Departemen. Saya tak pernah mewah-mewah merayakan ulang tahun. Paling ke panti asuhan, menyumbang orang jompo.

Soal renovasi rumah. Itu anak saya yang membiayai dan diborongkan ke insinyur. Lagi pula, renovasinya tak banyak, hanya bikin plafon agar bisa dibuat dua lantai, dan selesai setahun. Sampai Bapak sakit juga belum selesai.

Ada biaya perjalanan dinas. Sebagai istri menteri, perjalanan dinasnya seperti apa?

Mendampingi Bapak ke daerah. Kalau saya mau, saya bisa terima beres saja. Tapi saya tidak mau. Saya minta ke pejabat daerah supaya diberi kebebasan membayar jika berbelanja. Sampai ada yang bilang istri menteri kok masih bayar recehan.

Tapi ada catatan pemakaian untuk transportasi?

Itu siapa yang meminta? Saya kan bukan sopir?

Katering dan perayaan-perayaan lain itu?

Sewaktu Bapak sakit memang ada kiriman katering untuk 40 orang. Tapi disebutkan biayanya sampai Rp 157 juta. Ini tak masuk akal. Memangnya saya kasih makan orang sekampung?

Biaya untuk berobat? Bukankah ada anggaran untuk tunjangan menteri apabila sakit?

Itu saya tak mengerti. Kalau ada ajudan datang lalu membayar Rp 300 juta, itu sudah di luar kewenangan kami. Saya tak mengerti, Bapak juga waktu itu sudah blank, tak ingat apa-apa.

Jadi, Bapak tak pernah dilapori uangnya dari mana atau tanda tangan kuitansi?

Tidak pernah. Saya tak mengerti sampai sejauh itu. Kami tak pernah meminta uang semacam itu. Demi Tuhan, tak ada niat saya atau Bapak meminta-minta seperti itu.

Catatan kami ada Rp 1,2 miliar dana upah pungut yang dipakai untuk keperluan istri menteri….

Bukan saya tak mau menjelaskan, tapi bukti pengeluaran uang untuk kami itu tidak ada. Pertanyaan saya, mengapa orang Departemen menyatakan ada uang besar untuk keperluan pribadi menteri dan saya. Saya tak mengerti. Kalaupun benar ada biaya keluar, ya, yang benar saja menghitungnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus