Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA pria terlihat turun dari sebuah kapal kayu yang berlabuh di Pantai Pasir Panjang, Selasa empat pekan lalu. Di tengah keheningan malam, keduanya tergopoh-gopoh menggotong kotak jumbo. Seorang pengendara sepeda motor yang telah menunggu di sana ikut membantu. Mereka mengikat kotak tadi di belakang sepeda motor yang diparkir di bibir pantai. Setelah kotak diikat, sepeda motor itu buru-buru melejit, menghilang di balik tikungan.
Bongkar muatan itu terjadi di salah satu pesisir Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau. Inilah pulau yang menurut analisis Badan Narkotika Nasional (BNN) merupakan pintu masuk narkotik paling rawan di Selat Malaka. Pulau seluas 1.524 kilometer persegi itu memiliki puluhan pelabuhan tikus. Bandar kakap di Pekanbaru dan Jakarta disinyalir menyelundupkan narkotik lewat kawasan ini.
Di Pantai Pasir Panjang, yang membentang 15 kilometer, kapal kecil dan sedang bebas melempar sauh. "Bisa di mana saja dan kapan saja karena tidak ada penjaga," ujar Herman, 50 tahun, warga Rupat.
Kapal-kapal itu bisa membawa aneka barang dari Malaysia. Jarak Rupat dari Malaysia cuma 36 mil atau 58 kilometer. Dengan speedboat 400 PK, pulau itu bisa ditempuh dalam waktu satu jam. Sorot cahaya mercusuar Tanjung Tuan Port Dickson dan lampu-lampu bangunan di pinggir pantai Malaysia terlihat dari Pantai Pasir Panjang seperti barisan bintang.
Rupat hanya pintu masuk. Narkotik biasanya dikirim dari perairan sebelah timur Negeri Sembilan dan Melaka, Malaysia. Tiba di Rupat, narkotik diseberangkan ke Dumai melalui pelabuhan tikus. Seorang warga Rupat yang enggan disebut namanya mengatakan, ongkos ngendong—istilah menjadi kurir sabu-sabu—di sana Rp 25 juta per kilogram. Keponakannya pernah diminta mengirim sabu oleh seorang bandar di Dumai.
Salah satu pelabuhan di Rupat yang kerap digunakan warga setempat menyeberang ke Dumai berada di Desa Pergam. Pelabuhan itu berhadapan langsung dengan Sei Selingsing, salah satu pelabuhan tikus di Dumai. Menumpang kapal pompong—kapal kayu untuk angkutan penumpang—Tempo butuh waktu satu jam untuk tiba di Dumai. "Kalau menggunakan speedboat hanya 15 menit," ujar Agus, 30 tahun, pengemudi speedboat.
Sungai-sungai di Rupat terhubung langsung ke laut. Penduduk memanfaatkan kiri-kanan jembatan sebagai pelabuhan. Salah satunya pelabuhan Selat Morong di Desa Pangkalan Nyirih. Pelabuhan ini juga digunakan sebagai pangkalan kapal penumpang yang melayani jalur Rupat-Dumai. Dari pelabuhan ini, jarak Rupat-Dumai bisa ditempuh sekitar satu jam menggunakan speedboat bermesin 600 PK.
Dua tahun lalu, Fery, warga Pangkalan Nyirih, ditangkap di Pekanbaru karena menjadi kurir sabu. Ia dan enam rekannya diringkus dengan barang bukti 4,08 kilogram sabu. "Sabunya dibawa ke Dumai melalui pelabuhan ini," kata Ijar, 45 tahun, warga Pangkalan Nyirih. BNN menyatakan sabu itu untuk memasok kebutuhan narkotik di Jakarta.
Kondisi rawan di Rupat tidak sebanding dengan jumlah petugas keamanan. Di Kecamatan Rupat Utara, misalnya, cuma ada 17 polisi yang bertugas. "Jumlah itu sudah termasuk saya," ujar Kepala Polsek Rupat Utara Ajun Komisaris Bustanuddin ketika ditemui di kantornya. Kecamatan ini membawahkan delapan desa.
Menurut juru bicara BNN, Slamet Pribadi, Pulau Rupat merupakan pintu masuk narkotik dari Malaysia yang paling ramai. "Tapi minim penjagaan," ujarnya.
Keadaan semakin parah karena polisi di sana tidak sepenuhnya bersih dari narkotik. Pada pertengahan Desember tahun lalu, dua anggota Polsek Rupat Utara dicokok satuan narkotik Kepolisian Daerah Riau di Pekanbaru karena membawa 52,7 gram sabu. Mereka adalah Brigadir Hengky dan Briptu Dodi Darmawan. "Mereka minta izin ke saya untuk mengurus kenaikan pangkat ke Bengkalis, ternyata ngendong sabu ke Pekanbaru," kata Bustanuddin geram.
Kurangnya pengawasan membuat tidak pernah ada penyelundup yang pernah ditangkap di Rupat. "Biasanya mereka baru tertangkap setelah tiba di Dumai, Pekanbaru, bahkan Jakarta," kata Kepala Unit Reskrim Polsek Rupat Utara Brigadir Kepala Asben Hutapea.
Pada awal April lalu, misalnya, polisi meringkus Dharmawan di Pelabuhan Sei Selingsing, Dumai. Pemuda 23 tahun itu membawa satu kilogram sabu dan 490 butir pil ekstasi. Narkotik dikirim oleh rekannya dari Pulau Rupat menggunakan speedboat. Atas keterangan Dharmawan, polisi meringkus Iswardani, anak mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dumai Ilyas Labay. Ditemui di rumahnya, Ilyas Labay yakin anaknya tidak terlibat sindikat pengedar narkotik. "Anak saya ditangkap tanpa ada barang bukti narkotik secuil pun di tubuhnya. Itu hanya berdasarkan pengakuan Dharmawan," katanya.
Posisi Pelabuhan Sei Selingsing memang tersembunyi. Terletak di Kecamatan Medang Kampai, pelabuhan itu berada di sungai yang menjorok sekitar 100 meter dari selat yang memisahkan Dumai dan Pulau Rupat. Dari jalan raya, pelabuhan itu nyaris tidak terlihat meski cuma berjarak 300 meter dari jalan utama penghubung Dumai-Bengkalis. Pelabuhan itu tertutup rimbunnya pepohonan di kiri dan kanan sungai.
Di Dumai, pelabuhan tikus seperti Sei Selingsing jumlahnya belasan. Di Kecamatan Medang Kampai, misalnya, terdapat Pelabuhan Sei Kemeli, Sei Pelintung, dan Sei Raja. Di Kecamatan Sungai Sembilan, pelabuhan tikus bertebaran di Sei Mesjid, Sei Penerbit, Sei Basilam, Sei Geniot, Sei Hulu Hala, Sei Teras, dan Sei Sembilan. "Jadi pengawasannya sulit sekali," ujar Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Dumai Ajun Komisaris Charles Boyer Nainggolan.
Tidak hanya lewat pinggiran kota, narkotik juga masuk melalui pelabuhan di tengah kota. Pada hari yang sama dengan tertangkapnya Dharmawan, Polda Riau mencokok gembong narkotik bernama Ng Hai Kuan alias Jimmy di Pekanbaru. Pria kelahiran Melaka, Malaysia, itu mengambil 46,5 kilogram sabu di pelabuhan Tempat Pelelangan Ikan Purnama, Dumai. Sabu itu dikirim oleh Ade, rekannya yang juga warga Malaysia, menggunakan speedboat melalui Pulau Rupat.
Satu bulan kemudian, BNN menangkap dua kurir sabu di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Mereka membawa 12,2 kilogram sabu yang masuk melalui Dumai. Empat bulan kemudian, pada 28 Mei lalu, polisi menangkap Agus dan Sulaiman karena membawa 30 kilogram sabu di Rokan Hilir. Menurut keduanya, sabu itu juga masuk lewat Dumai dan Rupat.
Juru bicara Bea dan Cukai Dumai, Jayadi, mengakui lemahnya pengawasan pelabuhan di sana. Dari semua pelabuhan, hanya pelabuhan utama Dumai yang memiliki sistem pengawasan barang dan penumpang. "Personel dan peralatan kami terbatas," ujarnya. Direktur Narkoba Polda Riau Komisaris Besar Hermansyah mengaku kelimpungan menghadapi banjir narkotik dari Malaysia. "Kami diserbu narkotik dari banyak pintu," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo