Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERSOALAN tenaga kerja Indonesia di Malaysia sangat kompleks dan semakin rumit karena diduga melibatkan aparat negara. Padahal banyak pihak yakin, jika ditata dengan baik, termasuk perizinan di imigrasi, pemerintah bisa mencegah penyelundupan orang dan "perbudakan" pekerja Indonesia di luar negeri.
Dalam wawancara dengan Tempo di ruang kerjanya pada November tahun lalu, Maryoto Sumadi mengakui terjadi banyak manipulasi dalam pembuatan paspor di daerah dan perwakilan Indonesia di luar negeri. Masalahnya, menurut dia, hal tersebut tak mudah diatasi karena melibatkan banyak pihak yang berkepentingan. "Motifnya pasti soal perut," ujarnya.
Kami menemukan konsulat Indonesia di Tawau, Sabah, mengeluarkan banyak paspor untuk pekerja Indonesia yang masuk secara ilegal. Bukankah itu sama saja mendukung human trafficking?
Banyak warga negara Indonesia yang terkatung-katung di Malaysia. Mereka melaporkan kehilangan paspor ke Konsulat Jenderal di Malaysia, mengaku tak bisa pulang. Imigrasi kemudian mengeluarkan surat perjalanan laksana paspor (SPLP), surat pengganti paspor, untuk pulang.
Nyatanya mereka tidak pulang. Sebagian besar menggunakan itu untuk menetap di Malaysia.
Benar, hanya sepuluh persen yang mengurus SPLP itu benar-benar balik ke Tanah Air. Tapi pemerintah juga tidak punya anggaran untuk memulangkan mereka. Jadi mereka tidak diawasi lagi setelah mengurus SPLP.
Sudah banyak kasus seperti itu, kenapa pihak imigrasi tak membatasi atau paling tidak memperpendek masa berlaku SPLP?
Pemerintah wajib melindungi dan mengayomi penduduknya, salah satunya dengan tidak menolak bila ada yang ingin mengurus surat keimigrasian.
Pemerintah Malaysia tidak ikut menertibkan?
Mereka butuh tenaga kerja. Bayangkan, majikan dan perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja itu antre untuk mendapatkan TKI.
(Menjawab pertanyaan Tempo pada Selasa pekan lalu, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Datuk Seri Zahrain Mahamed Hashim, membenarkan soal ini. "Walaupun mereka sering menimbulkan masalah, kami tetap butuh TKI," ujarnya.)
Tapi bukankah para TKI bisa diarahkan untuk masuk secara legal, melalui prosedur yang didukung pemerintah, agar hak-hak mereka sebagai pekerja migran bisa dibela?
Bila TKI masuk secara ilegal dan tak punya paspor, kemudian mendapatkan surat izin itu dari Malaysia, kami tidak bisa mencegah mereka membuat paspor.
(Zahrain mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Najib Razak telah sepakat membendung tenaga kerja ilegal di Malaysia. "Bagi saya, yang terpenting, sekurang-kurangnya masalah diketahui dan berusaha diatasi," katanya.)
Meski tanpa kelengkapan lain, seperti kartu tanda penduduk atau kartu keluarga?
Ya, meski tak membawa KTP, ijazah, dan lain-lain. Perkara mereka mengisi data palsu, nanti akan ketahuan kalau mereka ternyata sudah memiliki paspor dan identitasnya berbeda.
Apakah mungkin perwakilan imigrasi di Kedutaan Besar dan Konsulat Jenderal mengeluarkan paspor palsu?
Sulit membuat paspor palsu karena si pemohon harus diwawancarai, difoto, dan diambil sidik jarinya tanpa diwakilkan. Jika ada permainan, biasanya saat mereka mengisi formulir. Biasanya terjadi di kantor imigrasi di daerah.
Di Nunukan dan Tawau, kami mendapat banyak cerita bahwa oknum imigrasi terlibat dalam melegalkan para imigran ilegal ini....
Persoalan TKI ini kompleks, banyak pula pemainnya. Di banyak tempat, aparat ikut bermain. Petugas imigrasi yang mencoba menegakkan peraturan malah dibacok dan diteror. Sudah dibentuk satuan tugas penertiban untuk itu, tapi tak berumur panjang karena mereka berhadapan dengan teman-temannya sendiri.
Tapi membiarkan ini berlangsung terus sama saja melanggengkan penyelundupan orang Indonesia ke Malaysia dan "perbudakan" pekerja Indonesia di sana.
Saat ini akan diresmikan Kantor Pelayanan Keimigrasian Terpadu di Nunukan. Komandonya di bawah Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia serta di-backup TNI dan polisi. Kedua lembaga ini dilibatkan karena banyak sekali pemain di sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo