Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Berita Tempo Plus

Dwi Sumaji (Iwik): Itu Semua Rekayasa

28 Agustus 2006 | 00.00 WIB

Dwi Sumaji (Iwik): Itu Semua Rekayasa
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penampilan Dwi Sumaji alias Iwik tak banyak berubah diban-ding 10 tahun silam. Beda-nya, kini ia berbicara lebih runtut dan lugas. Nama Iwik pernah kondang di seantero negeri lantaran di-dakwa membunuh wartawan harian Bernas, Udin. Menurut polisi, pria yang saat itu bekerja sebagai sopir kantor perusahaan periklanan ”Dimas” tersebut nekat menghabisi Udin karena cemburu. Aparat mengaku menemukan jaket dan ikat pinggangnya yang tepercik darah Udin. Namun, tuduhan itu mentah di persidangan. Jaksa menuntut bebas karena barang bukti tak mendukung. ”Semua direkayasa,” kata Iwik, yang ditemui Tempo akhir Juni lalu di rumahnya.

Bisa diceritakan kembali bagaimana Anda sampai menjadi terdakwa kasus Udin?

Hari itu, waktu pulang kerja, saya dihadang Edy Wuryanto di Jalan Magelang. Dia mengaku bernama Franky. Saya heran, dia tahu semua kisah hidup saya. Dia lalu mengajak bekerja sama. Kata-nya, ada bos yang mau pesan billboard. Setelah itu, saya pulang.

Edy Wuryanto bersama siapa?

Sendiri, membawa Suzuki Carry de-ngan nomor polisi Jakarta.

Berapa hari sebelum Anda ditangkap?

(Berpikir sebentar) Tak ingat lagi, sudah lama soalnya.

Lalu?

Beberapa hari kemudian, waktu berangkat kerja naik angkot, Edy mena-rik saya ketika angkot itu berhenti di perempatan Wurangan. Saya langsung dinaikkan ke Suzuki Carry.

Ada siapa saja di dalam mobil?

Ada empat orang, Edy, Slamet, te-rus yang badannya gede, saya lupa. Saya di-bawa ke Parangtritis dan mampir di rumah makan padang. Saya hanya minum kopi. Setelah itu, perasaan saya agak lain. Akhirnya saya dibawa ke Hotel Queen (sebuah hotel di Parangtritis).

Langsung ke hotel?

Saya dibawa dulu ke Losmen Agung. Di sana saya diberi bir campur Kra-tingdaeng. Ada perempuan segala. Saya minum sedikit, tapi muntah. Terus saya tertidur dan masuk kamar sampai sekitar 16.30. Pikiran saya labil sehabis minum kopi. Tak tahu apa yang dicampurkan ke dalam kopi saya. Saya lalu dibawa ke Queen dan langsung masuk lobi. Saya diberi arahan Edy, kalau ketemu bos, begini-begini. Lalu saya masuk dan bertemu bos. Dia memper-kenalkan diri -sebagai ”Jenderal”.

Apa kata ”Jenderal” itu?

Katanya, dia mau pasang billboard. Terus saya ke lobi lagi. Di sana Edy mem-beri pengarahan. Katanya, ada bisnis besar. Terus masuk ke rekayasa itu. Saya disuruh mengaku sebagai pembunuh Udin.

Siapa bos pertama itu?

Saya ragu. Orangnya gemuk hitam seperti orang India. Belakangan dia mengaku disuruh Edy Wuryanto

Ada iming-iming imbalan?

Saya ditawari uang. Juga fasilitas, rumah, dan pekerjaan pengeboran lepas pantai. Katanya, kalau ingin selamat, saya harus mengaku. Saya terancam, jadi saya mengikuti skenario mereka. Lalu saya dipertemukan lagi dengan bos tadi.

Apa yang Anda katakan kepada bos?

Persis seperti pengarahan Edy. Sete-lah itu, saya dipertemukan dengan bos kedua di tempat lain. Belakangan saya tahu dia Ade Subardan. Saya disuruh cerita hal yang sama. Setelah itu, saya dibawa ke Kapolda Mulyono Sulaiman di Mapolda. Saya harus menceritakan hal yang sama.

Katanya, Anda sampai menangis meng-akui perbuatan itu?

Tidak sampai menangislah. Setiap ber-hadapan dengan bos-bos tadi, Edy tetap mengikuti dan selalu mengancam.

Saat Edy menyampaikan skenario itu, pernah menyinggung nama Sri Roso?

Ya, katanya kalau ini berhasil akan mendapat hadiah dari bupati, tapi dia tak menyebut nama.

Mengapa Anda tak menolak skenario sejak awal?

Anda tahu sendirilah keadaan negara kita waktu itu. Setelah itu saya dihadapkan ke penyidik dan langsung dibuatkan berita acara pemeriksaan (BAP). Edy masih mendampingi. Penyidik juga mengarahkan saya.

Motif pembunuhan yang disebut di BAP apa?

Ya, soal cemburu. Yang punya cerita itu, ya, mereka.

Soal barang bukti?

Barang bukti, ya, berdasarkan cerita mereka. Waktu ditanya, saya memang punya Vespa dan baju merah

Potongan besi?

Di perusahaan banyak, wong pekerjaan saya berhubungan dengan besi. Lalu saya dimasukkan ke sel. Besoknya saya disuruh mengambil besi ke kantor, diantar Edy Wuryanto. Di sana Edy mengambil satu pipa besi dan menunjukkan kepada saya. Lalu saya disuruh memegangnya dan difoto.

Katanya ada jaket?

Waktu itu jaket tertinggal di perusahaan, lalu diambil. Tali pinggang dan jam diambil saat di Polda.

Katanya ada percikan darah di tali pinggang dan jaket?

Sebenarnya tak ada. Kalau cuma darah O, istri saya darahnya juga O.

Tapi, menurut hasil tes DNA di Inggris, darah di jaket itu darah Udin?

Wah, kalau itu saya tak tahu. Mungkin direkayasa.

Setelah itu Anda ditahan lagi?

Ya. Setiap hari saya diintimidasi pe-tugas-petugas itu. Dibawa ke ruangan Polda, diancam akan dibunuh dan lain-lain.

Mulyono tahu ada proses ini?

Dia tak tahu. Kejadiannya selalu ma-lam hari.

Dia tahu Anda digarap Edy?

Mungkin tahu, atau pura-pura tak tahu. Itu urusan dia. Kalau pagi, dia panggil saya, mengajak ngopi, makan roti, ngobrol-ngobrol. Tapi saya berontak terus. Soalnya, bukan saya yang membunuh Udin.

Kapan Anda mulai berontak?

Tiga hari setelah penangkapan, saya cabut pengakuan itu.

Kapan Anda mulai berani?

Sejak ngobrol dengan pengacara dan menceritakan apa yang terjadi sebenar-nya. Saya makin mantap ketika Komnas HAM datang. Lalu ada penangguh-an penahanan. Saya ditahan 58 hari.

Di mana Anda waktu Udin dibunuh?

Di kampung ini. Saya pulang kerja. Lalu, saya nongkrong di perempatan.

Siapa saja saksi Anda?

Saya keluar bersama Gunarso, Betami Irawan, Sumardi (seorang anggo-ta Polres Sleman). Dia warga Panasan, Triharjo, Sleman. Dia juga bicara di peng--adilan. Teman-teman di perusaha-an juga sukarela bersaksi. Istri saya juga begitu. Ketika dia dituduh berbonceng-an dengan Udin, dia sedang merias temanten di dusun tetangga.

Benarkah Sunarti (istri Iwik) dulu pacaran dengan Udin?

Wah, saya tak tahu. Itu urusan orang muda. Itu kan masa sekolah. Bukan urus-an saya, ha-ha-ha.

Tak pernah ada perasaan cemburu?

O, tidak sama sekali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus