Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Jalan Berliku Menuju SIUPP

Birokrasi pengurusan SIUPP di masa Orde Baru sangat berbelit. Sekalipun semua syarat terpenuhi, toh tak ada jaminan SIUPP didapat.

12 Januari 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menulis itu gampang, kata Arswendo Atmowiloto sembari nyengir lebar. Apalagi mengurus SIUPP di zaman Orde Baru. Berbekal kelihaian dan strategi yang jitu, Arswendo, yang di suatu masa pernah menjadi "anak emas" Kelompok Kompas Gramedia, punya pengalaman sip untuk mengurus surat izin usaha penerbitan pers itu.

Alkisah, pada pertengahan 1980-an, Arswendo bermaksud mengajukan SIUPP untuk sebuah tabloid hiburan. Lalu ia bergegas menemui Harmoko, Menteri Penerangan, di Jalan Merdeka Barat, Jakarta. Dengan reputasi sekelas Arswendo, tentu dengan mudah ia bisa bertemu dengan sang Menteri.

Masalahnya, karena waktu itu ada kebijakan pembatasan SIUPP, Arswendo tak mungkin mendapatkan SIUPP baru. Ia lalu "disarankan" memakai saja SIUPP yang sudah ada, yang tak lain dimiliki trio pejabat tinggi di Departemen Penerangan. Mereka adalah Harmoko (Menteri Penerangan), Subrata (Dirjen Radio, Televisi, dan Film), dan M. Sani (Direktur RRI).

"Mereka bilang, saya punya beberapa SIUPP untuk media hiburan, pakai saja SIUPP Monitor kalau mau menggarap tabloid televisi. Yah, semua begitu mudah," ujar Arswendo kepada TEMPO sembari tersenyum.

Tentu saja sang Menteri tidak sedang bermurah hati memberikan SIUPP gratis begitu saja. Sebab, belakangan, Arswendo harus berhitung soal dana setoran yang harus ia sampaikan ke si Bung, berikut saham kepemilikan di Monitor. "Asal deal-nya sudah gol, urusan tetek-bengek administrasi itu mudah diurus belakangan. Itulah hebatnya Harmoko. Biar berurusan dengan kawan, semua persyaratan administratifnya tetap harus dipenuhi," tutur Arswendo.

Menurut Arswendo, persyaratan pengajuan SIUPP yang asli memang bertele-tele dan menyebalkan karena harus melalui belasan meja birokrasi. Dimulai dari pembuatan akta perusahaan, surat jaminan bank, rekomendasi SPS dan PWI, sampai surat keterangan bersih diri tidak terlibat komunisme.

Menurut mantan Kepala Sub-Direktorat Perizinan Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika Departemen Penerangan, Bambang Wahyudi, lika-liku prosedur SIUPP memang "tidak bisa dilepaskan dari kebijakan Pak Harmoko waktu itu" . Artinya, menurut Bambang, ada penekanan bahwa jumlah SIUPP yang ada harus dipertahankan dengan dukungan saran dan rekomendasi Dewan Pers (yang juga diketuai Menteri Penerangan?Red.).

Arswendo menambahkan bahwa pengurusan berbelit ini melibatkan "begitu banyak meja, tapi ongkos resminya tidak seberapa. Yang mahal kan untuk mengegolkannya di atas sana."

Nah, bagi Arswedo, semua berjalan mulus. Monitor, yang awalnya milik Yayasan Karyawan TVRI itu pun, terbit dengan pemilik baru di bawah bendera Kelompok Kompas Gramedia. Tentu saja, si Bung tetap dipertahankan menjadi salah satu pemilik saham, meski di kemudian hari, si Bung pula yang membredel Monitor.

Sebagai bidan belasan media?sebagian besar sukses secara pasar?Arswendo mengaku sering sekali bolak-balik ke ruang Harmoko, baik untuk mengurus SIUPP baru maupun "beli jadi". Sejumlah SIUPP yang diurusnya antara lain Citra, Otomotif, Nova, Bola, Aura, Bintang, Warta Pramuka, Tabloid Dangdut, Jakarta-Jakarta, Senang, dan Kawanku.

"Saya bolak-balik mengurus SIUPP ke Departemen Penerangan. Semua lancar dan tidak ada masalah karena saya tahu bagaimana jurusnya," kata Arswendo lagi.

Lain Arswendo, lain pula pengalaman Kaslan Rosidi dan Oesman Saleh. Kaslan mengajukan SIUPP untuk harian Cahaya Kita pada 17 Mei 1985, tapi hingga satu setengah tahun kemudian tak kunjung berhasil. Dalam surat penolakannya, Dirjen PPG, waktu itu dijabat Sukarno, beralasan bahwa pemberian SIUPP baru ditangguhkan demi melindungi penerbitan pers yang telah ada.

"Ini sesuai dengan keputusan Sidang Pleno Dewan Pers XXVII di Sarangan, Jawa Timur," demikian tulis Sukarno dalam suratnya tertanggal 20 Oktober 1986. Kaslan jengkel dan menganggap Menteri Penerangan sengaja mematikan usahanya. Maklum, dalam waktu bersamaan, Departemen Penerangan justru menerbitkan SIUPP untuk harian Bisnis Indonesia, Terbit, Pelita, dan Prioritas, yang beberapa di antara sahamnya dimiliki keluarga dan orang dekat Harmoko.

"Alasan penolakan hanya dicari-cari karena terbukti dengan kenyataan adanya surat kabar lain yang diberi SIUPP padahal permohonannya diajukan belakangan," demikian protes Kaslan kepada Harmoko. Kaslan lalu melaporkan kasusnya ke berbagai pihak, mulai dari Menteri Sekretaris Negara, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban, hingga rencana melakukan gugatan ke pengadilan. Sayang, tak begitu jelas, apakah Kaslan jadi menggugat si Bung atau tidak.

Adapun kisah Oesman Saleh lain lagi. Ketua PWI Perwakilan Madura ini mengajukan SIUPP untuk tabloid Gelora Madura pada 1 April 1990. Semua persyaratan sudah dipenuhi, termasuk melobi sang Menteri secara langsung. Tentu dia semula merasa optimistis, karena Oesman kenal dekat dengan Harmoko.

Namun, hingga meninggalnya Oesman Saleh karena serangan jantung pada 11 September 1990, SIUPP yang diperjuangkannya tak kunjung tiba. Menurut sejumlah sumber TEMPO yang kenal dekat dengan mendiang, Oesman meninggal lantaran tekanan psikologis. Hal itu dibantah oleh H.R. Soedirman, Direktur Utama PT Gelora Madura, yang ikut mengurus SIUPP bersama Oesman.

"SIUPP kami tidak keluar bukan karena dipersulit Menteri Penerangan, tapi karena kurangnya proses prosedural dari kami sendiri,"ujar Soedirman.

Menurut Bambang Wahyudi, mantan Kepala Sub-Direktorat Perizinan, sebenarnya segala persyaratan pengajuan SIUPP Oesman Saleh sudah terpenuhi. "Cuma, soal disetujui atau tidak kan bukan wewenang kami. Jadi, waktu itu kami persilakan mengurus langsung ke Pak Menteri. Apalagi, katanya, Pak Oesman kenal dekat dengan Pak Harmoko," kata Bambang.

Adapun Soedirman, sepeninggal Oesman, melanjutkan upaya mewujudkan impiannya membangun tabloid Gelora Madura dengan perusahaan yang aktanya diperbarui. Seperti karibnya, usaha Soedirman pun sia-sia.

"Saya akhirnya tak jadi menerbitkan media. Selain orang-orangnya yang tidak siap, malu juga kalau terbit dua-tiga kali lalu gulung tikar,"kata Soedirman dengan nada patah arang.

Menurut si Bung? Kepada TEMPO, Harmoko membantah dirinya kenal dekat dengan Oesman, apalagi mempersulit SIUPP yang diajukannya. Ya sudah, setelah reformasi memang makin banyak mantan pejabat yang pelupa.


Meja Birokrasi Pengurusan SIUPP
(Keputusan Menteri Penerangan RI No. 214A/Kep/Menpen/1984)

Syarat Umum

  1. Surat permohonan dari pemimpin perusahaan/penerbit pers
  2. Isian formulir permohonan SIUPP
    Ket : formulir disediakan oleh Departemen Penerangan, berisi data singkat perusahaan dan maksud tujuan penerbitan pers
  3. Surat pernyataan idiil penerbitan pers
  4. Surat akta notaris/pendirian perusahaan yang telah/belum didaftar/disahkan
  5. Surat keterangan pendaftaran dari notaris
  6. Surat pernyataan modal kerja; pernyataan kalkulasi biaya; pernyataan jaminan bank
  7. Surat keterangan domisili perusahaan/penerbit pers
  8. Surat keterangan izin tempat usaha kerja
  9. Surat keputusan perusahaan tentang susunan pengasuh penerbitan pers
  10. Surat rekomendasi SPS cabang dan pusat
  11. Riwayat hidup pemimpin umum; pemimpin redaksi; pemimpin perusahaan. Meliputi: pas foto; surat keterangan kelakuan baik dari kepolisian, fotokopi KTP, dan surat keterangan tidak terlibat G30S/PKI. Fiskal atau NPWP
  12. Surat rekomendasi PWI cabang dan pusat
  13. Surat kesediaan mencetak dari perusahaan percetakan
  14. Surat tanda daftar perusahaan
  15. Surat keputusan perusahaan/penerbit pers tentang saham untuk karyawan
  16. Surat pernyataan tentang perjanjian pers
  17. Surat pengantar/pertimbangan Kantor Wilayah Departemen Penerangan

Syarat Khusus Sesuai dengan Badan Hukumnya

Perseroan terbatas (PT)
harus dilengkapi dengan surat risalah rapat umum pemegang saham dan daftar nama pemegang saham, jumlah dan nilainya

Koperasi
harus disertai surat risalah rapat anggota tentang pengurus/badan pemeriksa, surat keterangan tentang nama dan jabatan pengurus, jumlah modal, daftar anggota, dan simpanannya.

Yayasan
harus dilengkapi dengan surat daftar nama pendiri/pengurus dan perubahannya; surat keputusan tentang pengangkatan pengurus; dan jumlah modal dasar/harta yang disisihkan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus