Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Antam menyatakan penunjukan PT Yudistira sebagai penggarap proyek melalui lelang.
Kelebihan harga disebut akibat banyaknya kegiatan penambangan, termasuk kewajiban reklamasi.
Audit BPK memang menemukan kejanggalan dalam proyek tersebut.
KERJA sama PT Aneka Tambang (Antam) dan PT Yudistira Bumi Bhakti dalam proyek penambangan dan pengangkutan bijih nikel di Tanjung Buli, Halmahera Timur, Maluku Utara, diduga bermasalah. Selama 14 tahun sejak 2001, pelaksana proyek tersebut adalah PT Yudistira, yang sahamnya dimiliki Agus Suparmanto, Menteri Perdagangan sekarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melalui keterangan tertulis pada 21 Maret 2020, Sekretaris Perusahaan PT Antam Kunto Hendrapawoko membantah dugaan tersebut. Menurut dia, penunjukan Yudistira yang sahamnya dimiliki Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung itu melalui proses lelang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan Kunto didukung Direktur Utama Antam ketika proyek itu terjadi, Dedi Aditya Sumanagara. Namun penerus Dedi, Alwin Syah Loebis, justru mengakui penunjukan langsung Yudistira karena pertimbangan bisnis. Berikut ini keterangan ketiganya. Wawancara Dedi berlangsung pada 18 Maret 2020, sementara Alwin Syah melalui telepon empat hari kemudian. Keduanya juga memberikan keterangan tertulis setelah wawancara.
Bagaimana awal mula kerja sama itu?
Kunto: Didahului lelang. Perusahaan menjalankan pengadaan sesuai dengan ketentuan dan Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa di Lingkungan Aneka Tambang, di antaranya pembuatan harga perkiraan sendiri, metode pengadaan, serta proses pemilihan mitra kerja.
Kontrak pertama selesai pada 2004, mengapa lima kontrak berikutnya melalui penunjukan langsung?
Kunto: (Tidak menjawab.)
Dedi: Itu bukan penunjukan langsung, tapi perpanjangan kontrak yang dimungkinkan oleh aturan. Ada juga klausul perpanjangan kontrak dalam kontrak awal pada 2001. Perpanjangan juga berdasarkan keputusan PT Antam Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengelolaan Rantai Pasokan.
Alwin Syah Loebis. Dok TEMPO/Dwianto Wibowo
Pada 2012 metodenya penunjukan langsung, bukan tender....
Alwin Syah: Tender butuh empat-enam bulan. Bakal lama dan mengganggu produksi.
Bukankah penunjukan langsung melanggar peraturan presiden?
Alwin Syah: Berdasarkan aturan pengadaan yang kami susun, kami bisa menunjuk langsung dengan pertimbangan bisnis untuk mencegah kerugian atau potensi keuntungan yang hilang.
Kami mendapat perbandingan harga wajar pada 2009 sebesar US$ 12 per ton, sementara harga Yudistira US$ 17,5 per ton. Mengapa berbeda?
Alwin Syah: Saya tidak tahu detailnya. Dalam kontrak ada banyak faktor, dari CSR (tanggung jawab sosial perusahaan), lingkungan, sampai reklamasi. Harga US$ 12 ton itu pasti tidak memasukkan biaya reklamasi. Habis ngeruk, ditinggal lahannya.
Atau pada 2010, harga proyek yang sama di PT Parama Murti, yang menambang nikel tidak jauh dari lokasi Antam, harganya US$ 9,86 per ton, sementara Yudistira US$ 18,62 per ton. Mengapa bedanya jauh sekali?
Kunto: (Tidak menjawab.)
Alwin Syah: Itu pasti mereka hanya menambang, tidak melakukan reklamasi. Yudistira kan melakukan reklamasi dan CSR.
Dedi Aditya Sumanagara
Dedi: Saat itu biaya penambangan bijih nikel di Tanjung Buli cukup wajar jika dibandingkan dengan biaya penambangan di salah satu perusahaan tambang internasional. Memang harganya lebih tinggi jika pembandingnya biaya penambangan kontraktor lain yang beroperasi di sekitar Halmahera. Itu karena adanya effort PT Yudistira untuk melakukan reklamasi, melakukan komitmen keselamatan kerja, menjaga kualitas produksi, melakukan konservasi cadangan, dan bahkan melakukan pembebasan lahan.
Auditor internal Antam juga menemukan biaya yang lebih mahal dibanding harga lapangan, misalnya, dalam konsumsi bahan bakar pada 2007-2008....
Kunto: Sebagai bagian dari pelaksanaan good corporate governance Antam, audit internal senantiasa melakukan review atas efektivitas pelaksanaan operasional perusahaan. Semua rekomendasi auditor internal pada periode tersebut telah ditindaklanjuti perusahaan dan tindak lanjutnya diterima dan dinyatakan sesuai.
Alwin Syah: Kayaknya audit internal belum memasukkan konsumsi BBM subkontraktor. Setelah dimasukkan, konsumsinya jadi wajar. Formula setelah ekstrapolasi jadi tinggi. Lalu ada negosiasi dengan kontraktor dan dikoreksi. Koreksinya sudah diterima auditor.
Tapi, dalam surat mereka kepada Antam, Yudistira menolak menjelaskan soal harga bahan bakar minyak....
Alwin Syah: Saya lupa. Tapi temuan audit internal itu sudah dikoreksi.
Audit Badan Pemeriksa Keuangan 2012 juga menyebutkan Antam tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyusun kontrak dengan Yudistira....
Kunto: Rekomendasi BPK pada periode tersebut telah ditindaklanjuti oleh PT Antam dan diterima oleh BPK.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo