Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Persidangan Sinode Tahunan Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) menjadi pusat penularan Covid-19.
Sejumlah pengurus GPIB meninggal, ada juga yang dirawat dan mengisolasi diri.
Episentrum penularan virus juga muncul di acara Musyawarah Daerah Himpunan Pengusaha Muda Jawa Barat.
DEMAM menyerang Rico Sihombing pada Kamis, 12 Maret lalu. Berkali-kali ia batuk kering dan napasnya terasa sesak. Berobat ke sebuah rumah sakit di Kemayoran, Jakarta Pusat, dia diminta menjalani foto toraks. “Saya juga diminta tes swab,” katanya saat dihubungi lewat telepon pada Rabu, 25 Maret lalu. Lendir di hidung dan mulut Rico pun diambil untuk mendeteksi keberadaan virus corona.
Empat hari sebelumnya, suhu badan Rico juga sempat naik. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, dokter mendiagnosis dia mengidap demam berdarah karena jumlah trombositnya hanya 81 ribu dari batas minimal 140 ribu. Lima hari setelah menjalani tes swab, 17 Maret lalu, penatua atau asisten pendeta di Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Immanuel, Gambir, Jakarta Pusat, itu dinyatakan positif menderita Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19.
Rico tak tahu persis kapan dan di mana ia terpapar virus asal Wuhan, Cina, tersebut. Tak pergi ke luar negeri, ia sempat menghadiri sejumlah acara dengan sekumpulan orang sebelum dinyatakan positif terjangkit corona. Pada 1 Maret lalu, dia bertugas di gereja. Ia pun sempat menghadiri rapat di Jakarta Pusat dan musyawarah GPIB di Gunung Geulis, Bogor, selama tiga hari sejak 5 Maret. Semua teman dan keluarga yang berkontak fisik dengannya dalam acara itu telah menjalani tes corona. Menurut Rico, semua hasilnya negatif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo memukul gong menandai Pembukaan Persidangan Sinode Tahunan Gereja Protestan di Bogor, Februari 2020. bambangsoesatyo.info
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hanya, Rico bercerita bahwa ia menghadiri Persidangan Sinode Tahunan Majelis Sinode GPIB di Hotel Aston, Bogor, Jawa Barat, pada 26-29 Februari lalu. Acara itu dihadiri sekitar 700 pengurus GPIB dari berbagai penjuru Tanah Air. Duduk di podium, Rico ikut memimpin forum sinode bersama empat orang lain. Di antaranya seorang pendeta yang bertugas di GPIB Bahtera Hayat Batam, Kepulauan Riau. Pada 19 Maret lalu, atau dua hari setelah Rico dinyatakan positif corona, pendeta tersebut juga dinyatakan terkena Covid-19. Tiga hari setelah hasil tesnya keluar, pendeta perempuan itu meninggal.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Didi Kusmarjadi memastikan pendeta itu salah satu pasien yang tertular dari kluster sidang GPIB di Bogor. Dengan masa inkubasi virus 2-14 hari—seperti dinyatakan Badan Kesehatan Dunia (WHO)—Pemerintah Kota Batam segera melacak pihak yang pernah berkontak dengan pendeta tersebut. Setidaknya ada 77 orang yang berdekatan dengan pendeta itu. Sebagian dari mereka masih menjalani isolasi mandiri di rumah. Namun ada juga yang dikarantina di Rumah Susun Tanjung Uncang, Batam.
Bukan hanya Rico dan pendeta asal Batam yang duduk di barisan depan yang terjangkit corona. Sekretaris II Majelis Sinode GPIB Sheila Aryani Salomo bercerita bahwa bangku depan di lajur tengah yang semula disediakan untuk pengurus majelis sinode—semacam pengurus pusat—diisi sejumlah pejabat yang datang. Sheila pun bergeser ke lajur kiri setelah rombongan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo dan Wali Kota Bogor Bima Arya tiba.
Duduk di bangku kehormatan, Bambang dan Bima ditemani seorang penatua yang juga ketua majelis sinode. Penatua itu meninggal pada 18 Maret lalu. Seorang pengurus GPIB yang berada dalam pertemuan itu bercerita bahwa penatua tersebut sempat intens berkomunikasi dengan seorang pendeta lain selama sidang digelar. Belakangan, pendeta itu pun meninggal. Pendeta lain yang sekamar dengannya juga meninggal.
Pada Kamis, 19 Maret lalu, Bima Arya mengumumkan dia positif terpapar corona. Tiga hari sebelumnya, dia baru kembali dari kunjungan ke Turki dan Azerbaijan. Pada Jumat, 27 Maret lalu, seorang pejabat Pemerintah Kota Bogor meninggal karena Covid-19. Wakil Wali Kota Bogor Dedie Rachim mengatakan pejabat tersebut ikut menjemput Bima sepulang dari kunjungan ke luar negeri.
Belum jelas benar, siapa yang diduga menjadi pembawa dan penyebar virus dalam sidang di Bogor. Tanpa pengujian corona, Wali Kota Bogor Bima Arya menjelaskan kepada para pewarta bahwa para pengurus gereja itu meninggal bukan karena Covid-19. Ia mencontohkan, ketua majelis sinode yang mendampinginya berpulang karena demam berdarah.
Namun, di samping peserta yang duduk di deretan terdepan, sejumlah hadirin sinode di baris tengah dan belakang juga terjangkit corona. Setidaknya ada tiga orang lain yang positif corona sepulang dari sidang di Bogor. Mereka berasal dari Bekasi, Lampung, dan Kutai Timur. “Kami sedang menelusuri posisi tempat duduknya,” ujar Sheila Aryani Salomo.
Belakangan, virus corona juga menjalar ke jemaat GPIB yang tak hadir dalam forum sinode. Marina—bukan nama sebenarnya—anggota jemaat GPIB di Serpong, Tangerang Selatan, menderita Covid-19 sejak Selasa, 17 Maret lalu. Marina menjalani isolasi di Rumah Sakit Karawaci. Kepada Tempo, Marina mengaku mengalami demam tinggi pada 6 Maret lalu. Ia sempat didiagnosis menderita flu biasa. Dua hari kemudian, berdasarkan hasil pemeriksaan darah, ia didiagnosis menderita tifus.
Ketika kondisi tubuhnya tidak fit, Marina sempat mengikuti dua kali rapat, di Serpong dan Jakarta. Ia hadir dalam pertemuan di Gedung Melawai, Serpong, dan kantor majelis di kompleks GPIB Immanuel, Gambir. Dalam rapat itu, Marina mengaku bertemu dengan orang-orang yang datang ke pertemuan di Bogor. “Tapi saya tak bisa memastikan apakah tertular dari rapat-rapat tersebut,” katanya.
Penyebaran virus dari sidang sinode di Bogor memicu polemik di kalangan jemaat. Di grup Facebook terbatas pengurus GPIB yang bernama GPIB-Presbyter (Diaken-Penatua-Pendeta), sejumlah pengurus mendesak ada keterbukaan soal korban corona. Apalagi para pemimpin gereja itu bersentuhan dengan ratusan hingga ribuan anggota jemaat. GPIB memiliki ratusan gereja yang tersebar di berbagai pulau di Indonesia.
Sekretaris II Majelis Sinode GPIB Sheila Aryani Salomo mengatakan pengurus GPIB telah mengeluarkan beberapa surat edaran yang meminta jemaat menunda sejumlah acara dan meniadakan ibadah Minggu di gereja per 15 Maret lalu. “Kami pun membentuk gugus tugas khusus untuk merespons kejadian ini,” ujarnya.
Sheila juga mengaku sudah berkoordinasi dengan anggota staf ahli Menteri Kesehatan, Alexander Kaliaga Ginting, pada Kamis, 12 Maret lalu. Alexander, kata Sheila, menyarankan Majelis Sinode GPIB menerbitkan imbauan kepada pengurus yang hadir dalam pertemuan di Bogor agar memeriksakan diri. Alexander membenarkan adanya percakapan dengan Sheila. “Supaya bisa dipetakan peserta yang berisiko rendah, sedang, dan tinggi,” ujarnya. Sehari setelah koordinasi tersebut, Majelis Sinode GPIB mengeluarkan surat edaran yang berisi imbauan agar para peserta sidang memeriksakan dan mengisolasi diri.
Mencermati jumlah orang yang terkena dampak dan peta persebarannya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyebutkan sidang sinode GPIB di Bogor termasuk episentrum penularan virus. “Jika ada beberapa orang positif dalam acara yang sama, kemudian menyebar, pasti itu kluster penularan yang baru,” tutur Ridwan dalam wawancara khusus dengan Tempo pada 27 Maret lalu. Ia pun meyakini masih ada peserta yang belum teridentifikasi karena tak merasakan gejala sakit atau belum memeriksakan diri.
Ridwan juga menemukan kluster lain, yakni Musyawarah Daerah Himpunan Pengusaha Muda Jawa Barat. Diselenggarakan di Hotel Swiss-Belinn Karawang, 9-10 Maret lalu, acara itu dihadiri sedikitnya 400 orang. Ridwan termasuk pejabat yang hadir di sana. Episentrum Karawang ini ditemukan Ridwan ketika ia mengetes seluruh staf khususnya. Pemerintah Jawa Barat mendatangkan alat uji corona dengan metode polymerase chain reaction (PCR) dari Korea Selatan. Setelah serangkaian pemeriksaan, salah satu anggota stafnya positif Covid-19. “Saya tanya riwayat kegiatannya seminggu terakhir, ternyata dia wira-wiri di Musda Hipmi,” ujar Ridwan.
Menyebar ke Berbagai Penjuru
SEBULAN setelah kasus corona pertama diumumkan, bermunculan pusat penularan virus corona. Episentrum itu bermula dari acara-acara yang dihadiri ratusan peserta dari berbagai kota, lalu menjalar ke berbagai wilayah lain.
Anggota staf khusus itu juga memberitahukan nama pejabat dalam konferensi tersebut yang berkontak intens dengannya. Salah satunya Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana. Dicek menggunakan alat dari Korea, Yana positif terjangkit virus corona. Yana mengumumkan diri sudah sembuh dari penyakit itu pada 27 Maret lalu.
Pelacakan berlanjut kepada pejabat yang berinteraksi dengan Yana. Tim Ridwan menemukan foto Yana duduk dekat dengan Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana selama acara berlangsung. Cellica, politikus Partai Demokrat, akhirnya menjalani tes dan dinyatakan positif corona. “Saya tak merasakan gejala sakit dan sedang menjalani isolasi di rumah sakit,” kata Cellica melalui akun media sosial pribadinya pada 25 Maret lalu.
Walau begitu, gejala Cellica sakit sudah tampak lima hari sebelumnya. Ia terbatuk-batuk ketika memberikan pidato saat pelantikan kepala desa di kantornya. Cellica lalu meminta wakilnya, Ahmad Zamakhsyari, melanjutkan sambutan. Menepi ke sisi podium, Cellica meminta sebotol air minum kepada ajudan dan menenggaknya.
Selain tiga orang itu, ada mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan dua pejabat Jawa Barat yang terjangkit corona setelah mengikuti Musyawarah Daerah Hipmi di Karawang. Ketua Dewan Pembina Hipmi Jawa Barat Jodi Janitra mengatakan lembaganya sedang berusaha menelusuri kontak fisik peserta musyawarah yang dinyatakan positif. “Semua rekan di daerah juga disarankan ikut tes corona,” ujar Jodi.
RAYMUNDUS RIKANG, ROSSENO AJI, M.A. MURTHADHO (BOGOR), IQBAL LAZUARDI (BANDUNG), YOGI EKA SAHPUTRA (BATAM)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo