Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sengkarut tanah Meruya Selatan adalah kisah tentang perang di antara para makelar tanah. Pemainnya: Benny Purwanto Rachmat (PT Porta Nigra), M. Yatim Toegono, M. Djuhri bin Geni, dan M. Yahya bin Geni. Kisah bermula pada akhir 1972, ketika Benny membebaskan 100 hektare tanah di wilayah itu.
- PEMBELIAN TANAH
- Desember 1972, Benny mulai membebaskan tanah dibantu Toegono, makelar Jelambar, yang kemudian mengikutsertakan Haji Djuhri bin Haji Geni, mandor II sekaligus makelar tersohor di Meruya, dan adik tirinya, Yahya bin Geni.
- Hingga 1974, Benny mengeluarkan biaya pembebasan lahan sekitar Rp 250 juta untuk proyek itu: Rp 53 juta melalui M. Yatim Toegono dan Rp 225 juta melalui Djuhri dan Yahya.
- PENYERAHAN TANAH Toegono, Djuhri, dan Yahya menyerahkan 357 berkas tanah kepada Benny. Pembelian tanah dari warga dilakukan tanpa berbekal izin prinsip dari Gubernur DKI Jakarta. Ini mengakibatkan pembelian tak dicatat pada buku induk tanah, leter C, di kelurahan. Praktek ini dimungkinkan karena Djuhri menyogok Lurah Meruya Selatan kala itu, Sana bin Sini, yang pada 1973 digantikan Asmat Siming.
- PENJUALAN KEMBALI
Djuhri, Yahya, dan Toegono menjual tanah yang sudah dijual kepada Porta Nigra kepada pihak lain. Total luasnya sekitar 40 hektare. Lagi-lagi penjualan ini dimungkinkan karena kongkalikong dengan Lurah Asmat Siming, yang menerbitkan riwayat tanah baru dan keterangan tidak ada sengketa.
Penjualan oleh Toegono
- Yunus Jafar Tahun: 1976 Luas: 2,2 ha.
- Penggadaian Sertifikat Tahun: 1976 Luas: 8,7 ha.
Penjualan oleh Djuhri
- DKI Tahun: 1974 Luas: 5 ha Harga: Rp 200-300/m2.
- Dullah H. Umar Tahun: 1974 Luas: 1.000 m2 Harga: Rp 400/m2.
- Copylas Tahun: 1975 Luas: 2,5 ha Harga: Rp 500/m2.
- Intercon Tahun: 1975 Luas: 2 ha Harga: Rp 500/m2.
- Labrata Tahun: 1976 Luas: 4 ha Harga: Rp 400/m2.
- BRI Tahun: 1977Luas: 3,5 ha Harga: 1.500/m2.
- PECAH KONGSI Djuhri dan Toegono pecah kongsi saat penjualan tanah Porta kepada pihak lain. Djuhri tak mau membagi keuntungan dengan Toegono karena ia sudah tak memiliki sumbangan apa pun pada proyek pembebasan tanah Porta Nigra. Perseteruan berujung di pengadilan.
- PENGADILAN PIDANA Pada 1985, Djuhri divonis 1 tahun penjara dan membayar ganti rugi kepada Porta Rp 175 juta ditambah tanah 3 ha. Yahya divonis penjara 2 bulan oleh pengadilan tinggi pada 1987. Toegono divonis 1 tahun penjara dan mengembalikan tanah 3.000 m2 kepada Porta oleh Mahkamah Agung pada 1989.
- UTANG DIBAYAR PIUTANG Porta menjadikan ganti rugi dari Djuhri sebagai pembayaran utangnya kepada Bhumyamca, yayasan milik Angkatan Laut RI.
- PEMBAYARAN DJUHRI Djuhri membayar mula-mula kepada Benny, kemudian ke Bhumyamca dalam beberapa tahap senilai vonis.
- PENGADILAN PERDATA
Pada 1996, Porta melakukan gugatan perdata terhadap Djuhri, Yahya, dan Toegono.
24 April 1997 Gugatan ditolak pengadilan negeri.
30 Oktober 1997 Banding ke pengadilan tinggi, lagi-lagi ditolak.
26 Juni 2001 Porta menang di pengadilan kasasi. Majelis kasasi memutuskan Porta berhak atas tanah seluas 78 ha.
21 Mei 2007 Rencana eksekusi atas putusan Mahkamah Agung batal dilakukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo