Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nama BPPN mungkin layak masuk catatan A Ripley's: Believe It or Not. Sebagai salah satu "perusahaan" terbesar di dunia dengan aset senilai Rp 600 triliun, BPPN hanya mempunyai 633 karyawan. Namun, paradoks BPPN bukan cuma itu. Kewenangannya yang demikian saktiseperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.17/1999ternyata banyak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya. Dalih yang digunakan, aturan untuk BPPN memang dibuat khusus demi kebutuhan penyelamatan ekonomi negara secara segera. Alasan yang masuk akal. Tapi, bagaimana sesungguhnya kinerja badan ini dengan kewenangan yang sedemikian hebat tersebut? Berikut beberapa data yang berhasil dihimpun TEMPO
Lembaga Supersakti
Diatur dalam PP No.17/1999 | Produk hukum di atas PP No.17/1999 yang "diterjang" BPPNBisa bertindak layaknya badan peradilan. | UUD 1945, Pasal24: kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung atau badan lain yang diatur dengan undang-undang. | Bisa melakukan penagihan utang, penyerahan piutang, menerbitkan Surat Paksa. | UU No. 49 Prp. 1960 dan UU No.14/ 1970: pihak yang berwenang melakukan adalah Panitia Urusan Piutang dan Lelang Negara (PUPLN) | Bisa melakukan pengosongan dan sita eksekusi | Het Herziene Indonesisch Reglement: sita eksekusi hanya dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri | Bisa meninjau ulang, mengubah, membatalkan, dan mengakhiri kontrak | KUH Perdata: satu perjanjian merupakan undang-undang bagi pihak yang membuatnya dan hanya bisa dibatalkan melalui proses pengadilan | |
---|
'HARTA' YANG DIKELOLA AMI
Jenis Aset dari 7 perusahaan induk yang dibentuk AMI (pengelompokan berdasarkan pemilik lama, misal grup Salim, dan bukan berdasarkan jenis usaha) Sumber Bank Beku Operasi dan bank yang diambil alih pemerintah. Jumlah 104.000,00
Catatan: aset yang dijaminkan dari bank beku kegiatan usaha (diperkirakan senilai Rp 30 triliun) belum dimasukkan dalam perhitungan ini.
LANGKAH YANG DILAKUKAN AMI
Melakukan penjualan aset yang dijaminkan kepada BPPN berdasarkan harga tertinggi. Penjualan juga bisa dilakukan debitur, misal grup Salim yang menjual Indofood, asalkan harganya tertinggi. Debitur berkewajiban melunasi utang dalam jangka waktu empat tahun, dengan setoran tahun pertama sebesar 27 persen utang pokok, dengan bunga 30 persen (dari 27 persen tadi).
Berapa jumlah uang yang sudah berhasil ditarik AMU lewat penjualan perusahaan yang sudah direstrukturisasi?
Belum ada, karena program restrukturisasinya belum selesai sampai sekarang. Menurut Franklin Richard, juru bicara BPPN, perusahaan harus dibuat bagus terlebih dulu sebelum dijual agar investor berminat.
Sumber | Jumlah (Rp miliar) | ||||||||
Bank Beku Operasi | 43.371,32Bank Rekap BUMN | 86.450,29 | Bank Take-Over 1 | 34.666,07 | Bank Rekap Swasta | 26.770,18 | Total | 193.257,85 | |
Catatan:
Jumlah utang macet pada posisi awal yang dikuasai BPPN saat ini sudah berubah menjadi sekitar Rp 153 triliun karena beberapa debitur bisa melunasi kewajibannya. Artinya, tidak semua dari Rp 193, 25 triliun berupa utang macet. Namun, bila utang macet dari Bank Bali, Bank Niaga, dan 38 bank beku kegiatan usaha ikut dimasukkan dalam perhitungan ini (sampai saat ini jumlah pastinya belum selesai diaudit), total utang macet yang menjadi "kekayaan" BPPN diperkirakan akan mencapai Rp 220-230 triliun. Dari utang macet yang segunung ini, Ketua BPPN Glenn Yusuf memperkirakan, jumlah yang bisa ditarik dari debitur hanya sekitar 30 persen dari total utang karena banyak yang sudah lama sekali macet dan kondisi perusahaannya sendiri buruk.
'HARTA' YANG DIKELOLA AMU
- Jenis: Penjualan aset non-core (mobil, lukisan, dan peralatan kantor). Sumber: Bank beku operasi. Jumlah: Rp133,000 miliar Keterangan: Sudah terjual semua.
- Jenis: Aset lancar (kredit lancar, semisal setoran dari nasabah kredit pemilikan rumah). Sumber: bank beku operasi. Jumlah: Rp8.000,00 miliar. Keterangan: Penagihan dilakukan BPPN sendiri.
- Jenis: Penyertaan di bank-bank rekap Sumber: bank rekap swasta dan BTO. Jumlah: Rp103.000,00 miliar Keterangan: Sudah terjual sebanyak Rp 5 triliun.
- Jenis: Penjualan aset core (semisal jaringan ATM) Sumber: Bank beku operasi dan bank beku kegiatan usaha Jumlah: Belum selesai diaudit. Keterangan: Sudah terjual Rp 1,7 triliun.
Catatan: aset non-core, aset lancar dari bank beku kegiatan usaha belum dimasukkan.
LANGKAH YANG DIAMBIL AMU
Restrukturisasi, yang antara lain meliputi:
- Debt-to-equity swap (utang debitur diganti dengan penyertaan modal pemerintah di perusa haan debitur)
- Penjadwalan ulang utang (semisal dari 5 tahun menjadi 20 tahun)
- Penurunan bunga utang
- Tidak menerapkan hair-cut untuk utang pokok (jumlah yang harus dibayarkan tetap)
Yang pertama ditangani AMU adalah 200 debitur kakap. Mereka dikelompokkan dalam empat kategori: A. Beritikad baik, prospek usaha bagus; B. Beritikad baik, prospek usaha tidak bagus; C. Tidak beritikad baik, prospek usaha bagus; D. Tidak beritikad baik, prospek usaha tidak bagus.
Dari 1.689 debitur, ada 63 yang telah mencapai banyak kemajuan dalam langkah restrukturisasinya. Dari 63 debitur tersebut, 19 debitur dengan nilai Rp13 triliun sedang dalam tahap negosiasi dengan BPPN, 10 debitur dengan nilai Rp 10 triliun telah menyerahkan rencana kerja dan proposal restrukturisasi ke BPPN. Nilai utang dari 63 debitur ini adalah sebesar Rp 47 triliun, yang merupakan 32 persen dari total nilai utang yang ada di BPPN (dari 1.689 debitur) yang berjumlah Rp 150 triliun (posisi awal pada Juni).
Sampai pengumuman terakhir (pertengahan September ini), dari 200 debitur kakap, hanya 17 yang mbalelo (tidak kooperatif), yang masuk kategori C dan D.
Berapa jumlah uang yang sudah berhasil ditarik AMU lewat penjualan perusahaan yang sudah direstrukturisasi?
Belum ada, karena program restrukturisasinya belum selesai sampai sekarang. Menurut Franklin Richard, juru bicara BPPN, perusahaan harus dibuat bagus terlebih dahulu sebelum dijual agar investor berminat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo