Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Senyum Rahmat, Tangisan Seno

22 Januari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Taklimat itu berlangsung kilat, tak lebih dari setengah jam. Tetapi penjelasan ringkas dari Wandi Sofian, bos Ibist, itu mampu membalikkan hidup Rahmat—sebut saja begitu. Pegawai sipil instansi pemerintah di Bandung ini awalnya hanya menggantungkan hidupnya pada gaji bulanan. Setelah ikut menjadi ”pencari nasabah” untuk Ibist, dia bisa hidup lebih baik. ”Pendapatan sampingan saya lebih besar dari gaji,” kata dia.

Rahmat bertemu Wandi pertama kali pada pertengahan 2002. ”Saat itu saya baru (mendaftar) jadi nasabah,” kata lelaki 37 tahun ini. Tak di-nyana, Wandi menyambangi Rahmat yang tengah berdiri di depan kasir. Dengan kelihaian lisannya, Wandi berbusa menjelaskan bisnis Ibist. Sampai kini, ada satu kalimat yang tak pernah dilupakan Rahmat: ”Nasabah yang sukses adalah marketing yang aktif.”

Sejumlah trik merayu masabah juga diajarkan Wandi. Akhirnya, Rahmat tak hanya jadi nasabah pasif, ia pun gencar mencari calon investor baru. Dan, ”karier”-nya cepat melejit. Dalam waktu singkat, dia segera jadi koordinator nasabah.

Namun, Rahmat mengaku tak tahu cara Wandi menggoreng uang nasabah hingga dapat memberikan bunga empat persen per bulan. Tetapi dia tak ambil pusing. Apalagi calon nasabah juga jarang menanyakan bagaimana duit diputar. ”Jadi tak perlu prospektus bisnis apa pun. Saya cukup membawa bukti.” Bukti?

Buktinya adalah buku tabungannya yang menunjukkan catatan royalti selalu dibayar tepat waktu. Begitu disodori bukti itu, ”Biasanya calon nasabah langsung tertarik,” kata Rahmat. Dan umpan akan langsung digigit jika sejumlah nama petinggi disebut sebagai anggota Ibist. Hasilnya lumayan. Untuk setiap nasabah yang terjaring, Rahmat memperoleh uang kompensasi tiga persen dari uang yang diinvestasikan si-rookie. Cukup menggiurkan.

Tampaknya, memang tak ada kiat baru bagi Ibist untuk menjaring nasabah. Ferro Septa Yudha, Direktur Keuangan PT Ibist, mengatakan janji bu-nga yang fantastis sudah jadi umpan manjur. Di samping itu, banyaknya nasabah yang merangkap jadi penjaring juga berperan besar. Ini, kata dia, persis seperti yang diharapkan Wandi . ”Setiap nasabah harus dapat jadi marketing,” katanya mengutip sang bos.

Ferro menambahkan, kiat bisnis Ibist tidak persis seperti sistem multilevel marketing (MLM). Setiap member tidak diwajibkan mencari downliner. Tetapi adanya fee bagi nasabah yang dapat me-rekrut anggota baru menjadi pelecut untuk gencar ”mencari mangsa”. Ditambah naluri orang kebanyakan yang kepingin gampang mendapat duit, jadilah tak susah menjaring penyetor baru.

Apalagi, untuk menyetorkan dana ini tak perlu urusan berbelit. Lihatlat Seno, ini nama samaran, yang mengaku hanya menyerahkan fotokopi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga ketika dulu menyetor Rp 35 juta. ”Tak hanya itu, dana yang ditanam juga bisa diambil kapan saja,” kata perwira TNI di Bandung tersebut. Dus, seluruh skenario ini sepertinya memang dirancang untuk menguntungkan bagi member. Tak aneh jika ”tugas” tim penjaring kian gampang.

Mudahnya menjaring anggota tersebut diakui Hendra (ini nama samaran seorang letnan Angkatan Darat yang bertugas di Bandung). Bagi Hendra, kerja semakin gampang karena ia bermain di antara koleganya. ”Tinggal kasih bukti atasan ikut, pasti mereka kepincut,” kata Hendra, yang telah jadi anggota sejak 2003 lalu.

Hendra kini bisa leha-leha. Dana Rp 50 juta yang ia tanam sudah bunga berbunga dari hasil royalty maupun fee sebagai penjaring. Begitu juga dengan Rahmat, yang menanam Rp 25 juta. ”Laba yang saya peroleh sudah berlipat tiga kali.”

Kisah Ibist ini akhirnya tamat dengan dua ending: membahagiakan bagi Rahmat dan kawan-kawannya, tapi sangat menyedihkan bagi Seno. Celakanya, orang yang bernasib seperti Seno ini jauh lebih banyak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus