Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Lebaran

Dari mana asal kata Lebaran? Pelacakan ke kitab-kitab tua.

7 Mei 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Asal-usul kata Lebaran.

  • Kata Lebaran sudah digunakan dalam bahasa Melayu dan dicatat pada 1825.

  • Lebaran tidak hanya menjadi urusan orang Islam. Pemerintah juga turut serta dalam perkara ini sejak dulu.

MENJELANG Idul Fitri selalu ada pertanyaan yang sama: dari mana asal kata LebaranLebaran dan kata sejenis yang merujuk pada Idul Fitri biasa diangkat seturut dengan datangnya perayaan itu. Lebaran memang lazim digunakan berkaitan dengan Idul Fitri. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lebaran sudah digunakan dalam bahasa Melayu dan dicatat dalam Maleisch en Nederduitsch Woordenboek (1825). Contoh penggunaannya ada dalam Barang Rahsia dari Astana Konstantinopel (1892): “karna pada malam lebaran itoe dia soeda tjari boeat Soeltan” dan Kijker Boelan Boewat Memoelaken Poewasa dan Boewat Lebaran (Sayyid Utsman, 1898): “Toeroet padanya didalem peri hal menentoekan moela-moela hari poewasa jang wadjib poewasa padanja dan peri hal menentoekan hari lebaran jang wadjib misti boeka poewasa”. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Klinkert (1893) menyatakan lebaran berasal dari bahasa Jawa. Roorda memang menerakan lebar (varian: lubar) dengan arti ten einde, geëindigd, afgeloopen dan lebaran (varian: bubar) dengan arti uitscheiden dan uiteengaan kurang-lebih “berakhir, selesai” (Javaansch-Nederlandsch Handwoordenboek, 1901). 

Bahasa Sunda memiliki kata yang sama. Dalam De Preanger Regentschappen op Java (1830), Wilde menyebut akhir bulan puasa sebagai lebaran-Pitra. Dalam karya selanjutnya, Nederduitsch-Maleisch en Soendasch Woordenboek, dia hanya mencatat lebaran sebagai padanan dari nieuw jaar dan taun Bharoe. Jadi, secara bahasa, lebaran berasal dari kedua bahasa itu. 

Lalu apakah lebaran yang merujuk pada Idul Fitri itu berasal dari Jawa atau Sunda? Dalam beragam buku yang membahas hari raya Islam, awal Syawal memang disebut dengan beragam nama, seperti Idoel Fitri, Garebeg Poeasa, Lebaran Poeasa, Hariraja, Riaja, Riadin, dan Bakda. Namun semua bersepakat bahwa di wilayah Sunda, termasuk Batavia, awal bulan Syawal dinamai lebaran: “te Batavia hari lěbaran genoemd” (Roorda, 1901), “in Soendalanden Lebaran of Lebaran pitrah” (Hollander, 1895), “in de Soenda-landen lebaran (boebaran)” (Java, Geographisch, Ethnologisch, Historisch, 1912). 

Lebaran tidak hanya menjadi urusan orang Islam. Pemerintah juga turut serta dalam perkara ini. Putusan awal dan akhir bulan puasa memang pelik dari dulu. Dalam Vuur, Lucht, Water, Aarde (1936) disebutkan penentuan awal dan akhir bulan puasa merupakan bahan diskusi tahunan yang menyebabkan “hoofdbrekens” sekalipun menurut Sayyid Utsman sudah menggunakan alat bantu, kijker atau teropong. Bahkan Hoofdpangoeloe Cianjur pernah mengeluarkan Soerat Piagem tertanggal 20 Juni 1867 yang mengatur hal yang harus dilakukan seperti: “misti bediriken salat Jumat, lima waktu, tarweh, salat lebaran, pitrah dan lebaran raijagoeng serta misti memarintahkan sarta melakoekan sidkah arwah den sidkah Moeloed den sidkah doea2 lebaran sakadar koewatnja, den misti adjak pada kalakoewan kabetjikan”. 

Pemerintah juga menetapkan dua hari pada awal Syawal sebagai hari libur. Hari raya Islam dan hari raya Kristen dipersamakan hukumnya dengan hari Minggu, yaitu tiada layanan pemerintahan alias libur (De Ned.-Indische Wetboeken en Andere Algemeene Verordeningen, 1922). 

Menjelang Lebaran, beberapa perusahaan juga lazim memberikan tunjangan hari raya (THR) atau lebaran-geschenken. Misalnya sebuah pabrik rokok memberikan bonus Lebaran berupa perlengkapan rumah tangga senilai setengah sampai tiga gulden per pekerja (Rapport Betreffende Eene Gehouden Enquête Naar de Arbeidstoestanden in de Industrie van Strootjes en Inheemsche Sigaretten op Java, 1936). Para pekerja juga diperkenankan meminta persekot, khusus untuk keperluan Lebaran, sebesar 2,5 gulden. 

Lebaran memang populer sehingga turut memperkaya lema Van Dale's Groot Woordenboek der Nederlandsche Taal (1914) yang mencatatnya sebagai hari besar umat Islam di pengujung bulan puasa, setara dengan tahun baru. Sementara itu, Beknopte Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie (1921) mencatat Lebaran dan merujuknya ke Id-Fitri. Tanpa perlu bersitegang tentang asal-usulnya, pengguna dapat menggunakan kata-kata khas setempat, seperti Lebaran, sebagai kearifan lokal atas konsep baru atau asing.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Asep Rahmat Hidayat

Asep Rahmat Hidayat

Anggota Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional Perkamusan dan Peristilahan Badan Bahasa

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus