Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Berantas Pungli Terbit Korupsi

Dugaan korupsi layanan administrasi badan hukum menarik Yusril Ihza Mahendra. Hukum jangan pilih-pilih bulu.

17 November 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PROYEK itu punya tujuan mulia: memberantas pungutan liar. Tapi komputerisasi sistem informasi administrasi badan hukum di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia akhirnya justru mengundang korupsi.

Ini bukan perkara ringan. Sepuluh orang pejabat penting diduga terlibat, termasuk dua mantan Direktur Jenderal Hukum yaitu Romli Atmasasmita dan Zulkarnain Yunus, serta Direktur Jenderal Syamsudin Manan Sinaga. Ketiganya ditetapkan kejaksaan sebagai tersangka. Pekan ini jaksa memeriksa nama besar yang lain: Yusril Ihza Mahendra, mantan menteri departemen itu, yang pertama kali menerapkan sistem informasi tadi.

Sepatutnya kejaksaan tak berhenti sampai Yusril. Ada lima menteri yang pernah duduk di sana, termasuk Hamid Awaludin, yang sekarang menjadi duta besar di Rusia. Barangkali setelah semua didengar, kejaksaan bisa menentukan siapa yang perlu diperiksa lebih intensif. Mengingat banyak bintang dalam perkara ini, kejaksaan tak boleh terpengaruh aura politik tokoh-tokoh itu. Hukum harus ditegakkan tanpa pilih-pilih bulu.

Keberanian memeriksa para tokoh itu lebih penting ketimbang menguraikan kasusnya sendiri. Boleh dikata kasus ini seterang siang. Mulanya departemen itu berniat memangkas aneka pungutan liar dalam pengurusan administrasi badan hukum. Caranya dengan meng-online-kan sistem layanan. Dengan begitu, semua urusan dijalankan komputer, pemohon dan petugas tak langsung bertemu. Pungli diharapkan hilang.

Rencana bagus itu diwujudkan dengan cara buruk. Pengadaan diserahkan ke PT Sarana Rekatama Dinamika tanpa melalui tender. Padahal ini bukan proyek kecil. Semua perusahaan di Indonesia memerlukannya, baik untuk sekadar memeriksa calon nama perusahaan maupun untuk mendaftarkan perusahaan baru. Setiap hari tak kurang dari 200 perusahaan memakai jasa ini.

Romli Atmasasmita mengatakan, Departemen Hukum tak membuka tender karena tak memiliki anggaran. Dalih ini tak bisa diterima. Tidak sulit memasukkan proyek ini ke usulan daftar proyek untuk tahun anggaran berikutnya. Ketika tak dilakukan, orang gampang menduga memang ada kepentingan lain di balik kebijakan tanpa tender itu.

Layanan itu memang membuat mudah. Notaris di Papua tak perlu lagi ke Jakarta untuk mengurus dokumen. Tapi biaya yang harus ditanggung perusahaan naik berlipat-lipat. Biaya untuk memeriksa nama perusahaan naik 1.200 persen menjadi Rp 300 ribu. Biaya pendaftaran naik dua kali lipat menjadi sekitar Rp 1,4 juta.

Selayaknya uang yang dipungut dari perusahaan itu merupakan uang negara. Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam suratnya kepada Menteri Hamid Awaludin, yang menjabat waktu itu, memasukkannya sebagai penerimaan negara bukan pajak. Artinya, uang yang jumlahnya sudah Rp 400 miliar itu—dikumpulkan sejak 2001 sampai Oktober 2008—wajib disetorkan ke kas negara.

Celakanya, negara tak menerima sepeser pun. Sembilan puluh persen dari perolehan itu mengalir ke PT Sarana. Departemen Hukum, melalui koperasi pegawai, hanya mendapat sepuluh persen. Hitung punya hitung, PT Sarana sudah balik modal pada tahun ketiga, padahal kontrak berlaku sepuluh tahun. Selain soal status uang negara, kejaksaan perlu menelisik angka pembagian yang timpang itu.

Penelusuran itu hendaknya dilakukan secepatnya. Soalnya, gara-gara kasus ini, layanan administrasi badan hukum berhenti. Kenyataan ini juga merugikan banyak perusahaan. Meskipun kejaksaan memeriksa, layanan administrasi tetap perlu terus jalan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus