Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Bercermin lewat lagu

Lagu cengeng terus didebatkan, hakikat & kriterianya. lirik lagu lebih menonjolkan segi materialis ketimbang aspek kehidupan. cinta ibarat barang dagangan tak lagi dipelihara dengan tulus.

22 Oktober 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tidak hanya pencipta lagu yang kaget ketika Menpen Harmoko mengimbau agar TVRI tidak menayangkan lagu-lagu cengeng. TVRI sendiri, penonton, dan penggemarnya ikut bertanya-tanya. Dari semua tulisan dalam mass media, saya tertarik dengan tulisan Sanento Yuliman, berjudul "Pop Derita, Derita Pop" (TEMPO, 17 September 1988, Kolom). Dalam artikel itu penulis mengungkapkan bahwa lagu-lagu populer sekarang menemukan paham baru. Kecenderungan yang tersirat dalam lirik lagu menggambarkan kondisi kekurangan. Sehingga, tidak heran jika dalam sebuah lagu terdengar pemuda jatuh cinta kepada gadis yang keibuan. Dalam hal ini, tampaknya ia hanya merujuk kondisi kekurangan pada kondisi haus kasih sayang yang terjadi pada diri seseorang. Padahal, kalau dikaji lebih jauh, lirik-lirik lagu dapat mencerminkan kehidupan sosial masyarakatnya. Kalau diperhatikan, lirik-lirik lagu populer sekarang ini leblh cenderung mengacu pada kondisi masyarakat yang materialistis dalam arti hanya mementingkan segi materialnya. Sementara itu, aspek kehidupan lain kurang mendapat perhatian. Dengan kecenderungan ini, tak heran lagi, kebahagiaan sulit dicapai. Krisis kasih sayang yang berakibat broken home, tragedi keluarga, dan lain-lain cenderung meningkat. Lirik lagunya bisa diperhatikan sebagai berikut: aku, kamu, dia diubah menjadi -ku, -mu, -nya. Selanjutnya, perubahan ke segi materi nampak lebih kongkret pada kata diriku, dirimu, dirinya. Lirik lagu banyak dijumpai kepada dirimu, mencintai diriku, milik dirinya. Dan bukan lagi kepadamu, mencintaiku, mencintainya. Kondisi kekurangan tidak lagi mengacu haus kasih sayang, tetapi semata-mata urusan materi. Cinta ibarat barang dagangan atau barang punyaan. Bukan lagi sesuatu yang harus dipelihara, dipupuk dengan penuh pengertian dan ketulusan. Selanjutnya, diri adalah satu bentuk. Sedang aku adalah zat yang bersembunyi di balik bentuk. Dengan demikian, diriku, dirimu, dirinya menunjukkan bentuknya. Bukan zat yang bersembunyi di balik bentuk. Aku mencintai dirimu karena aku mencintaiku. Berhubung aku tak bisa langsung mencintai aku, maka cinta kulampiaskan pada dirimu agar dapat aku mencintaiku. Kalimat lain aku mencintai dirimu karena aku menyukai bentukmu. Anda tinggi, mulia, kuat karena berapa dan apa yang Anda punya. Bukan apa dan bagaimana yang Anda perbuat. Dengan demikian, benarkah pola kehidupan masyarakat sudah berubah? MUHAMMAD THOSIM Mahasiswa Linguistik Universitas Hasanuddin Ujungpandang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus