Berbicara masalah Porkas atau sesuatu yang identik, rasanya, sudah bukan musimnya lagi. Namun kiranya masih tetap menarik perhatian karena target yang dikejar untuk penggalian dana olah raga tersebut sangat besar. Bayangkan, dana yang ditargetkan terkumpul satu trilyun lebih setahunnya (TEMPO, 9 Juli 88). Untuk mencapai target itu, dengan kupon berhadiah, jelas akan mudah terwujudkan. Dana sebesar itu kebanyakan berasal dari masyarakat yang berekonomi lemah. Kebetulan kelompok ini yang punya ambisi besar untuk mengubah keadaan ekonominya. Jalan pintas yang diambilnya lewat spekulasi itu. Secara makro impian mereka untuk sukses dalam berspekulasi melalui kupon tersebut, pada hakikatnya, hanya merupakan sebuah utopla dalam fatamorgana yang tak akan kunjung tiba. Tapi dalam kenyataannya mereka masih tetap gigih dalam berspekulasi. Dengan, tentu saja, mengorbankan kesehatan ekonomi dan mental mereka sendiri dan juga mengganggu situasi rumah tangga. Usaha yang paling menonjol untuk mewujudkan impiannya adalah lewat jalan ramal-meramal, untuk menebak pilihan yang mungkin keluar. Yah, meskipun tak ada anjuran dari badan resmi maupun nonresmi supaya: "memasyarakatkan ramalan dan TSSB & KSOB", dalam kenyataannya soal ramal-meramal telah membudaya dan memasyarakat. Oleh karena itu, cara penggalian dana melalui kupon berhadiah itu diangap sudah cukup. Dan dipikirkan cara yang terbaik untuk penggalian dana yang dianggap baik oleh berbagai pihak. Sehingga, tidak akan ada lagi reaksi pro dan kontra. Bentuk kupon berhadiah ini, konon, sukses dicoba di Prancis. Anehnya, sistem pengumpulan dana lewat kupon berhadiah di negara Barat itu justru menarik kelompok orang yang mampu. Menurut saya, sistem penggalian dana yang paling tepat demi olah raga tersebut, melalui jalur "sumbangan berkarcis" yang dilakukan secara berkala. Sumbangan model ini telah lama dilakukan oleh PMI (Palang Merah Indonesia). Masyarakat pun sudah banyak yang menyadari, betapa pentingnya nilai dan arti kesehatan bagi kehidupan. Di samping itu juga dapat dilakukan potongan gaji pegawai negeri, tentunya bagi yang belum dipotong untuk sumbanan. Tentu saja, kalau target sudah terpenuhi, sebaiknya usaha pengumpulan dana itu dihentikan. Jangan terus saja. Pengumpulan lewat karcis baik potongan karcis maupun karcis berhadiah bisa dilakukan di gedung bioskop, tempat pertunjukan, pompa bensin, dan berbagai tempat. Menurut saya, penggalian dana semacam ini tidak akan mengganggu ekonomi keluarga para pencandu, seperti TSSB & KSOB. Sebab para penyumbang tidak mungkin akan menjadi pencandu, masih punyi kontrol diri dan lain-lain. Pada akhirnya gagasan saya hanyalah sebuah pikiran dan ungkapan pikiran saja. Soal ada yang setuju atau tidak, itu urusan nanti. YUSRON HASANI Jalan Sandat 18 Denpasar Timur, Bali
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini