Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Budaya politik amerika serikat

Tanggapan pembaca soal gembar-gembor amerika mengenai hak asasi manusia khusunya di indonesia.

16 Oktober 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apa lagi yang dilakukan Amerika Serikat terhadap bangsa Indonesia? Setelah kita baca Laporan Utama TEMPO, 25 September, Amerika Serikat seperti koboi mengobrak-abrik tenda-tenda Indian. Kalau boleh saya katakan, Amerika Serikat sekarang ini dipimpin oleh politikus-politikus pragmatis yang asal ngomong. Mereka tak tahu latar belakang dan kondisi bangsa Indonesia, sehingga menuduh bangsa Indonesia menekan hak asasi dan gaji buruh yang tak memenuhi standar internasional. Mereka lupa bahwa dulu di Amerika Serikat juga pernah terjadi penindasan hak asasi manusia dan gaji buruh pun minim. Tentu para politikus akan menjawab: ''Dulu, budaya politik dan ekonomi Amerika Serikat tak semapan sekarang.'' Maka, Anda (Amerika) harus juga tahu, budaya politik dan ekonomi Indonesia masih dalam proses. Bila bangsa Indonesia kaya seperti Amerika, bangsa Indonesia tidak akan menginjak-injak hak asasi manusia dan menekan gaji buruh. Tentu Amerika akan berdalih lagi, ''Bangsa Indonesia kan sudah merdeka puluhan tahun, mengapa masih begitu?'' Amerika Serikat harus mencari sebabnya. Apakah perekonomian di Indonesia dibangun dengan sistem nepotisme, koneksi, dan sistem gang, yang menyebabkan tak meratanya pertumbuhan ekonomi, sehingga para pengusaha di luar gang menekan gaji buruh? Apakah politik Indonesia dibangun dengan sistem nepotisme, koneksi, dan sisitem gang dalam memilih anggota DPR, sehingga orang-orang yang berbeda pendapat hanya bisa omong liar di tempat sembarangan? Kalau memang itu sebabnya, maka Amerika Serikat secara persuasif menyarankan kepada pemerintah Indonesia, pengusaha di luar gang itu diberi kesempatan berkompetisi secara fair. Begitu pula, tokoh-tokoh yang berbeda pikiran diperkenankan masuk partai politik. Tapi kalau Amerika Serikat langsung mengebom dengan masalah hak asasi manusia dan gaji buruh di Indonesia berantakan, malah akan berdampak buruk. Sebab, bangsa Indonesia belum siap langsung diajak berdemokrasi karena kebanyakan orang Indonesia belum siap diajak berargumentasi. Misalnya, Presiden Soekarno gagal menerapkan demokrasi liberal. Juga Soerjadi gagal menerapkan demokrasi di PDI, di mana lawan politiknya menyerang dengan adu jotos dan maki-makian yang kurang santun. Amerika Serikat, bila ingin memperjuangkan hak-hak asasi di belahan dunia ini, terutama di Indonesia, harus menggunakan politik etis seperti Belanda. Sebab, bila bom politik Amerika Serikat menimbulkan keresahan sosial di Indonesia, saya takut Indonesia akan mengalami nasib seperti Uni Soviet, yang secara mental dan ekonomi belum siap menerapkan demokrasi. Harap maklum, bila mengurangi yang kaya kelewat kaya, itu tak harus memotong leher yang kaya. Begitu pula mengentaskan yang kelewat miskin, bukan harus memotong leher yang miskin, sebab ''kaya'' dan ''miskin'' saling membutuhkan untuk menggerakkan hidup ini. BUJANG PRAKTIKO Kampung Bali IX/31 A Tanah Abang Jakarta Pusat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus