Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CARA Kementerian Pertahanan mengelola anggaran Komponen Cadangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan langkah yang serampangan. Kementerian yang dipimpin Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto ini tak sekadar memboroskan duit negara, tapi juga melanggar undang-undang.
Kejanggalan pengaturan bujet Komponen Cadangan ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam pemeriksaan laporan keuangan tahun anggaran 2021. Lembaga auditor negara ini mencatat Kementerian belum melunasi dan mencomot anggaran dari pos lain untuk mendatangkan peralatan dan senjata senilai Rp 200 miliar. Sejumlah pengadaan mobil komando dan senapan serbu senilai Rp 650 miliar juga dilakukan mendahului kontrak.
Temuan itu menjadi bukti karut-marut pengelolaan pertahanan di bawah komando Prabowo. Pemerintah sejak awal tak pernah terbuka menjelaskan urgensi membentuk pasukan cadangan, selain melaksanakan mandat Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya untuk Pertahanan Negara. Tak ada kebutuhan mendesak untuk membangun Komponen Cadangan, karena Indonesia tidak dalam kondisi darurat militer atau menghadapi ancaman perang terbuka.
Sikap Prabowo yang tertutup ihwal kebijakan mempersulit kontrol publik atas pelaksanaan program dan pemakaian anggaran. Apalagi ini bukanlah laku sembunyi-sembunyi Prabowo yang pertama dalam mengelola biaya pertahanan. Pada Mei 2021, dia membeli persenjataan senilai Rp 1.760 triliun lewat utang luar negeri tanpa pernah menerangkan peta jalan pertahanan dan urgensi pembelian senjata itu.
Pelaksanaan kegiatan dan belanja barang pertahanan, termasuk untuk Komponen Cadangan, akhirnya menjadi asal-asalan dan tak akuntabel. Audit BPK mengkonfirmasi praktik ugal-ugalan itu. Pejabat Kementerian Pertahanan dinilai menyalahi Undang-Undang Keuangan Negara dan Perbendaharaan Negara karena membeli barang sebelum bujet tersedia serta melakukan tindakan yang membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Kuat indikasi terjadi pelanggaran hukum pidana dan langkah yang merugikan keuangan negara dalam program tersebut.
Kecerobohan Kementerian juga tampak dari temuan lain BPK. Kementerian Pertahanan tak bisa mencatat aset yang dibeli, karena sebagian barang didatangkan dan didistribusikan sebelum adanya anggaran. Padahal, dalam daftar belanja Kementerian untuk pasukan cadangan, ada pengadaan senapan serbu dan perlengkapan prajurit berstandar militer. Sungguh berbahaya jika peralatan itu lenyap dan dipakai kelompok lain di luar aparat negara.
Bagi Prabowo, tak ada jalan keluar selain menyelesaikan penganggaran dan membayar semua kegiatan serta belanja peralatan yang kadung datang dan dikirim ke markas-markas komando. Petinggi Kementerian Pertahanan dan pejabat pembuat komitmen yang terlibat dalam pengadaan barang juga harus mendapat sanksi.
Ketimbang memboroskan anggaran negara yang pas-pasan untuk Komponen Cadangan, lebih baik Prabowo berfokus meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI sebagai komponen utama. Dengan penyusunan yang transparan dan cermat, bujet ratusan miliar rupiah yang menjadi temuan auditor akan lebih bermanfaat, misalnya, untuk membangun rumah prajurit atau melatih pasukan menghadapi ancaman nonkonvensional seperti perang siber.
Prabowo Subianto, jika masih ingat tema kampanyenya saat maju menjadi calon presiden dengan gembar-gembor soal duit negara yang bocor hingga ratusan triliun rupiah, semestinya segera memerintahkan anak buahnya menyelidiki skandal pembiayaan pasukan cadangan ini. Tanpa itu, ia hanya sedang membual.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo