Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putu Setia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pergantian tahun kita lewati dengan cuaca ekstrem. Hampir seluruh wilayah di Nusantara mengalami dampaknya. Namun rasa syukur harus kita ucapkan karena tidak ada korban yang menonjol. Berbeda dengan cuaca ekstrem di Amerika Serikat, misalnya. Badai salju telah merenggut puluhan korban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apakah ini pertanda pada 2023 dunia dalam keadaan yang tidak baik-baik saja? Ada bencana alam dan ada bencana atas ulah manusia. Perang antarnegara sepenuhnya ulah manusia. Apakah perang Ukraina versus Rusia tetap berlanjut pada 2023? Atau ditambah perang baru di tempat lain?
Ada lagi prediksi ekonomi dunia mengalami resesi pada tahun ini. Tentu kita semua berdoa agar hal itu tak terjadi. Seperti halnya badai yang diramalkan terjadi di wilayah Jabodetabek sebelum tahun baru datang, ternyata hanyalah soal hujan yang sangat lebat. Bukan badai.
Namun “badai politik” bisa saja terjadi di negeri ini karena 2023 adalah tahun dengan politik yang panas. Pemilihan umum (pemilu) yang disertai pemilihan presiden (pilpres) memang dilangsungkan pada 2024, tapi panasnya suhu politik sudah terasa. “Kompor” yang membakar suhu politik sudah mulai bermunculan. Apakah kita bisa melewati panasnya api politik ini sehingga setelah penyelenggaraan pemilu dan pilpres, yang ada adalah suasana yang tetap adem? Itu yang kita idam-idamkan.
Belakangan ini para politikus sudah saling melempar tuduhan. Bahkan dengan kosakata yang sangat tidak terdidik di media sosial, lalu dikutip media online tanpa dimintai konfirmasi lagi. Seharusnya ada penyeimbang dengan cuitan yang bisa menyejukkan. Begitu pula para relawan calon presiden saling melontarkan makian dan saling tuduh siapa yang buzzer bayaran dan siapa yang buzzer idealis. Perlu ada penengah dengan posisi “buzzer Nusantara” dengan tujuan meredam permusuhan dan menciptakan suasana yang lebih sejuk.
Saya ingin berada di barisan terakhir ini. Lewat ulasan di kolom ini, sebisa dan seadanya bermaksud mengajak sahabat pembaca berhati dingin. Mungkin lewat candaan tanpa melukai siapa pun, kadang mau menghadirkan Romo Imam, “sahabat imajiner” saya yang nonpartisan. Sebenarnya saya hanya ingin kembali ke gaya awal ketika kolom Cari Angin ini dihadirkan. Ulasan santai di hari libur yang (mudah-mudahan) bikin adem pada tahun politik yang ekstrem ini.
Pernak-pernik pemilu dan pilpres 2024 seperti cuaca, kadang bisa ditebak kadang tidak karena berubah setiap waktu. Pertanyaan besarnya, apakah betul semua orang ingin hajatan demokrasi itu berlangsung tepat waktu? Bukankah ada sekelompok orang, apakah itu menteri, pengamat politik, ataupun pengelola lembaga survei, yang melontarkan keinginan penundaan pemilu? Penundaan ini akan melahirkan perpanjangan jabatan presiden, termasuk lembaga legislatif. Banyak sinyal disampaikan. Sinyal awalnya adalah soal ekonomi. Kita berfokus pada urusan memperbaiki ekonomi, bangkit dari keterpurukan akibat Covid-19, tunda dulu soal pergantian kekuasaan. Lalu ditambah dengan prediksi dunia dalam resesi pada 2023. Setelah isu itu tak laku, muncul isu ada perpecahan bangsa akibat polarisasi pilpres yang lalu, yang belum reda.
Semua isu itu meredup setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyusun jadwal serta memberi tanda pemilu dan pilpres tetap sesuai dengan jadwal. Namun, kini muncul berbagai aksi yang ingin menggugat KPU. Komisi ini disudutkan dengan isu curang dalam menentukan partai peserta pemilu. Bahkan—ini membuat saya malu juga—ada isu ketua KPU melakukan pelecehan seksual terhadap ketua partai yang tidak lolos pemilu. Lalu macam-macam kelemahan KPU diumbar. Andai gugatan ini berlanjut dan KPU dianggap tak becus, apalagi mau diganti, isu penundaan pemilu menjadi pembenaran.
Di sekitar itulah pergulatan ekstrem yang mungkin harus kita bahas dengan cara yang dingin tanpa menjadi buzzer salah satu kelompok. Selamat tahun baru, Sahabat. Mari wujudkan Indonesia yang damai.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo