Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Yang Tumbuh Lalu Mati di Myanmar

Kudeta militer membunuh demokrasi yang sebenarnya tak benar-benar tumbuh di Myanmar. ASEAN tak boleh tinggal diam.

6 Februari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Demokrasi Tumbuh Lalu Mati di Myanmar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INDONESIA semestinya dapat berperan lebih besar dalam menyelesaikan krisis politik akibat kudeta militer di Myanmar. Pemerintah tidak cukup hanya menyatakan prihatin dan meminta semua pihak menahan diri. Sikap normatif itu mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Indonesia pada masa Orde Baru bisa dibilang merupakan patron militer Myanmar. Tatmadaw—nama resmi angkatan bersenjata negara itu—selama ini mengakui banyak belajar dari Tentara Nasional Indonesia, baik dalam sistem politik maupun transisi dari negara otoriter ke negara demokrasi. Indonesia dapat memanfaatkan kedekatan itu untuk mendesak militer Myanmar menghormati supremasi sipil dan melindungi demokrasi yang baru seumur jagung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Demokrasi Myanmar mulai tumbuh sejak Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi memenangi pemilihan umum pada 2015. Meski begitu, secara de facto junta militer sebenarnya tidak pernah benar-benar mundur dari kekuasaan. Pemerintahan sipil tak lebih menjadi bumper bagi militer agar Myanmar terhindar dari tekanan internasional. Meski menang pemilu, Suu Kyi dan partainya tidak dapat mengkritik—apalagi meminggirkan—peran militer. Ikon demokrasi Myanmar dan penerima Nobel Perdamaian itu bahkan bungkam ketika militer Myanmar membantai etnis Rohingya.

Kudeta yang diikuti pemberlakuan keadaan darurat selama satu tahun dan penahanan Suu Kyi, Presiden Win Myint, serta sejumlah tokoh senior NLD memperlihatkan wajah militer sesungguhnya. Mereka mengambil alih kekuasaan dengan alasan adanya kecurangan pemilu, lalu berjanji menyelenggarakan pemungutan suara dalam setahun ke depan.

Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN seyogianya mengambil peran dalam menjaga stabilitas politik dan keamanan di kawasan Asia Tenggara. Ini sejalan dengan tujuan pembentukan organisasi itu, yakni mendorong perdamaian di kawasan. Namun organisasi ini justru terbelah. Indonesia, Singapura, dan Malaysia menyatakan prihatin dan meminta semua pihak menahan diri. Thailand, Filipina, dan Kamboja menganggap kudeta adalah urusan internal Myanmar. Sedangkan Vietnam, Laos, dan Brunei Darussalam belum menyatakan sikap.

ASEAN tidak boleh berpangku tangan terhadap pelanggaran yang berlangsung di depan mata itu. Myanmar telah melanggar prinsip dalam Piagam ASEAN mengenai penegakan prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan yang konstitusional. Militer telah menyingkirkan Suu Kyi dan partainya yang menjadi ancaman bagi militer setelah kembali memenangi pemilu pada November 2020. Tindakan militer itu telah merusak proses demokratisasi yang dengan susah payah dibangun di negara itu.

Sudah saatnya ASEAN mengkaji prinsip non-intervensi yang termaktub dalam Piagam ASEAN. Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara itu memiliki tanggung jawab moral untuk berbuat sesuatu ketika demokrasi di kawasan ini dimatikan. Myanmar beberapa kali menggunakan prinsip tidak mencampuri urusan internal negara lain itu untuk menggagalkan upaya ASEAN menekan mereka, termasuk menolak rencana pertemuan ASEAN untuk membahas isu Rohingya. Akibatnya, terus terjadi pelanggaran hak asasi manusia di negeri itu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus