Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Kematian-kematian yang Tak Tercatat

Data kematian Covid-19 melonjak sebulan terakhir. Angka sebenarnya diperkirakan lebih banyak daripada data pemerintah.

 

7 Agustus 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Apakah angka kematian Covid-19 sesuai realita?

  • Kekacauan data kematian Covid-19 membuat kebijakan salah sasaran.

SETIAP kematian adalah tragedi. Namun, sepanjang Juli lalu, kehilangan nyawa di Indonesia akibat terkena Covid-19 makin tragis. Meski melonjak berlipat-lipat dibanding bulan-bulan sebelumnya, sebagian angka kematian Covid-19 pada periode itu besar kemungkinan “tidak diakui” sebagai kasus corona.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Banyak orang yang terkena virus bak kelompok paria, tak tersentuh pelayanan medis ketika mereka sangat membutuhkannya. Ketika sistem kesehatan ambruk pada gelombang kedua pandemi, mereka hanya bisa menunggu nasib di rumah menghadapi serangan virus dengan gejala berat. Tanpa tindakan medis memadai, mereka tak tertolong. Organisasi pemantau pandemi, LaporCovid19, mencatat setidaknya 2.963 orang meninggal dalam status isolasi mandiri pada 11 Juni-3 Agustus lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sayangnya, sebagian korban meninggal itu tak tercatat dalam data kasus Covid-19 versi pemerintah. Sepanjang Juli, menurut data pemerintah, ada 27.409 kematian karena Covid-19—naik 348 persen atau empat kali lipat dari bulan sebelumnya. Total kematian akibat Covid-19 yang diakui pemerintah per akhir Juli adalah 94.119 orang. Angka kematian sesungguhnya diperkirakan jauh lebih banyak.

Petugas menggali makam jenazah COVID-19 menggunakan alat berat di pemakaman khusus COVID-19, Macanda, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Selasa (27/7/2021). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Selain tak mencatat semua kematian Covid saat isolasi mandiri tadi, pemerintah belum menghitung data kematian di semua provinsi. Pemerintah juga tidak memasukkan angka kematian dengan status probable—bergejala klinis terjangkit corona tapi tak menjalani tes Covid-19. Padahal Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengimbau agar kasus probable tetap dihitung sebagai kematian karena virus tersebut. Per 23 Juli 2021, misalnya, LaporCovid19 mencatat semua kematian mencapai 123.362 dengan 22.926 di antaranya berstatus probable. Pada tanggal yang sama, pemerintah mengumumkan total yang meninggal hanya 80.598 orang.

Hitungan LaporCovid19 masuk akal. Selain kematian saat isolasi mandiri, sebagian anggota masyarakat meninggal di luar rumah sakit karena menolak diperiksa. Mereka khawatir dikucilkan dari lingkungannya bila terkonfirmasi positif. Sebagian lain tak tertolong karena percaya pada isu “di-Covid-kan” bila dibawa ke fasilitas kesehatan. Walhasil, di sejumlah desa, angka kematian melonjak. Meski tak dicatat sebagai kasus Covid-19, penyebabnya kemungkinan besar terkena virus yang telah bermutasi itu.

Perbedaan data provinsi dan pusat yang tak kunjung dibenahi serta keengganan pemerintah merujuk pedoman WHO dalam pencatatan kematian membuat data corona Indonesia tidak menggambarkan situasi sebenarnya. Padahal data kematian yang menyeluruh, akurat, dan tepat waktu sangat dibutuhkan agar kebijakan penanganan pandemi tak meleset. Data yang direkayasa bisa mencelakakan publik. Mereka merasa aman karena menganggap wilayahnya “hijau” padahal sebenarnya “merah”. Pemerintah akan kesulitan menjalankan prosedur baku penanganan pandemi, yakni pemeriksaan dini, pelacakan, dan penindakan atau 3T: testing, tracing, and treatment.

Dengan tingkat penularan selalu di atas 5 persen dan tingkat kematian Covid-19 mencapai 2,7 persen per akhir Juli, pandemi di Indonesia jauh dari terkendali. Apalagi angka itu jelas lebih rendah daripada kondisi sesungguhnya. Presiden Joko Widodo semestinya meninggalkan konsep “rem dan gas” yang terbukti gagal mengatasi pandemi selama satu setengah tahun ini. Berfokuslah pada kesehatan seperti saran para ahli pandemi. Hanya dengan begitu tragedi kematian bisa terus dikurangi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus