Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pasien Covid-19 di luar Jawa mengalami penolakan di sejumlah rumah sakit.
Rumah sakit membangun tenda darurat dan mencari tambahan tempat tidur isolasi.
Di Bali, RSUD Klungkung sempat menutup bangsal gawat darurat karena kebanjiran pasien Covid-19.
TIGA hari setelah merayakan Idul Adha pada 20 Juli lalu, Raihan, warga Kota Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, gelagapan mencari rumah sakit. Hari itu, hasil tes polymerase chain reaction (PCR) menunjukkan istrinya positif terjangkit virus corona. Ia mengalami gejala Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 berupa sesak napas.
Memboyong istrinya ke Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah, Pangkalpinang, Raihan mendapati kamar perawatan sudah penuh. “Cuma disiapkan kasur di teras rumah sakit,” tutur Raihan pada Kamis, 5 Agustus lalu. Ia lalu membawa istrinya ke Rumah Sakit Umum Daerah Sejiran Setason, Kabupaten Bangka Barat.
Dua hari diopname, kesehatan istri Raihan kritis. Karena peralatan medis di sana kurang lengkap, dia terpaksa dipindahkan ke Rumah Sakit Umum Daerah Ir Soekarno, Kabupaten Bangka, yang berjarak tempuh tiga jam berkendara dari Sejiran Setason. Di rumah sakit itu, Raihan menyaksikan pasien Covid-19 dengan gejala berat terus berdatangan. Para perawat lintang-pukang menangani pasien yang terlihat sesak napas.
Baca: Apa Penyebab Utama Kelangkaan Obat Terapi Covid-19?
Istri Raihan sempat kehabisan oksigen medis. Raihan pun kalang kabut mencari stasiun pengisian oksigen. Pihak rumah sakit juga ikut mencarikan tambahan stok oksigen. Dirawat hampir dua pekan, istri Raihan meninggal pada Jumat, 6 Agustus lalu. “Penanganan di rumah sakit agak lamban karena pasien terus berdatangan,” kata Raihan.
Juru bicara RSUD Ir Soekarno, Afriza Farnevi, mengakui tenaga kesehatan kewalahan melayani lonjakan jumlah pasien Covid-19. Pengelola rumah sakit telah meminta tambahan dokter, perawat, dan bidan ke pemerintah daerah. Mereka juga meminta tambahan ranjang sebanyak seratus unit. Menurut Afriza, sebagian besar penambahan fasilitas dan petugas medis dikhususkan untuk merawat pasien anak-anak yang jumlahnya terus meningkat.
Tak hanya di Pulau Bangka, rumah sakit di Pulau Belitung kelimpungan menghadapi pasien Covid-19. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr H Marsidi Judono, Hendra, mengungkapkan kenaikan angka pasien positif corona mulai terjadi pada pekan ketiga Juni lalu. Dalam sebulan, keterisian kasur rumah sakit melejit hingga 100 persen. Pada Jumat, 6 Agustus lalu, sebanyak 86 dari 88 ranjang di RSUD Marsidi Judono telah terpakai.
Baca: Arisan Obat Covid di Ruang Rawat
Hendra mengatakan rumah sakit sudah meminta penambahan tempat tidur. Mengurangi beban rumah sakit, dia juga berkolaborasi dengan komunitas sosial di Kabupaten Belitung untuk membangun isolasi terpusat berkapasitas 50 ranjang. “Pasien bergejala ringan di tempat isolasi sehingga kami hanya merawat pasien kritis,” ujar dokter spesialis anestesi ini.
Menurut data Kementerian Kesehatan pada 31 Juli, okupansi tempat tidur rumah sakit di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencapai 85 persen, tertinggi di antara 34 provinsi di Indonesia. Sebanyak 510 dari 601 ranjang khusus isolasi pasien Covid-19 di Negeri Laskar Pelangi—diambil dari judul novel karya Andrea Hirata—sudah terisi. Adapun Lampung menjadi provinsi di luar Jawa dengan keterisian ranjang isolasi tertinggi kedua, yakni mencapai 76 persen.
Armayanti Sanusi, warga Natar, Lampung Selatan, bahkan ditolak rumah sakit pada pekan kedua Juli lalu. Armayanti merasakan gejala demam menggigil, sesak napas, serta tulang berasa linu mulai 8 Juli lalu. Hari itu juga, Armayanti yang sedang hamil tua langsung menjalani uji usap antigen di Rumah Sakit Natar Medika. Menunggu selama sejam, hasil tes menyatakan perempuan 37 tahun itu positif terjangkit corona. “Petugas rumah sakit hanya menyerahkan hasil laboratorium dan kertas panduan isolasi mandiri di rumah,” ucap Armayanti.
Merasa mengalami gejala berat dan sedang mengandung, Armayanti meminta diopname di rumah sakit. Namun petugas menolak karena kapasitas rumah sakit sudah penuh. Surat rujukan juga tak diberikan dengan dalih pasien Covid-19 di sejumlah fasilitas kesehatan lain di Lampung Selatan berjubel. Armayanti pun meminta obat dan alat bantu oksigen untuk menjalani isolasi mandiri, tapi petugas rumah sakit hanya menyarankan ia banyak minum air hangat.
Baca: Malaikat Pengantar Obat Covid
Iin Mutmainah, warga Bandar Lampung, juga sempat ditolak empat rumah sakit tatkala mengantar suaminya, Ivan Sumantri, yang terjangkit virus corona pada 15 Juli lalu. Ivan menjalani tes di Rumah Sakit Bumi Waras, tapi petugas keberatan merawat dia di ruang isolasi karena kamar sudah penuh. Iin dan Ivan lantas bergeser ke Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek, Bandar Lampung. Di sana, pasien Covid-19 lebih meruah. “Saya melihat pasien-pasien itu tidur di selasar,” ujar Iin.
Berkeliling mencari kamar ke dua rumah sakit swasta dan pemerintah, suami Iin akhirnya terpaksa menerima perawatan di serambi RSUD Abdul Moeloek. Tak sampai enam jam berbaring di rumah sakit, kesadaran Ivan menurun. Ia berpulang pada pada 16 Juli lalu.
Di Nusa Tenggara Barat, Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bima harus membangun tenda darurat di samping bangsal perawatan intensif. Juru bicara RSUD Bima, Adi Winarko, mengatakan rumah sakit sudah tak mampu menampung pasien Covid-19 yang terus berdatangan. Bivak medis itu diisi sepuluh tempat tidur dengan fasilitas tabung oksigen. Pada Jumat, 6 Agustus lalu, lima pasien berbaring di kasur di dalam tenda. Seorang di antaranya mengenakan infus dan dua pasien menghirup oksigen medis dari tabung di samping tempat tidur. Di ujung tenda terdapat tirai hijau untuk menyekat ruangan tenaga kesehatan.
Ahmadin, salah seorang keluarga pasien di dalam tenda, mengungkapkan keluarganya sempat mengantre selama berjam-jam di kursi roda untuk mendapat ranjang di bangsal gawat darurat. Namun petugas rumah sakit mengarahkan anggota famili Ahmadin ke tenda darurat. “Fasilitas di rumah sakit kolaps karena saking banyaknya pasien,” ucapnya.
Di Bali, Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung sempat menutup layanan instalasi gawat darurat pada 30 Juli lalu karena jumlah pasien membeludak. Di pintu masuk instalasi gawat darurat, tertempel pengumuman yang menyatakan rumah sakit tak menerima pasien baru. “Kamar rawat sempat penuh sekali dan kami berusaha menormalkan situasi itu secepatnya,” ujar Direktur RSUD Klungkung I Ketut Kesuma.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Dusta Angka Corona
Ketut buru-buru mencari tambahan tempat tidur baru. Dia mendapat tambahan 30 ranjang dalam semalam. Kasur-kasur baru itu ditempatkan di tiga ruang perawatan khusus Covid-19. Hingga Jumat, 6 Agustus lalu, RSUD Klungkung merawat 93 pasien positif virus corona.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui beban rumah sakit di luar Pulau Jawa berangsur-angsur meningkat. Pemerintah pusat akan membangun pusat-pusat isolasi untuk mengurangi keterisian tempat tidur khusus Covid-19 di rumah sakit. “Pengalaman penanganan di Jawa akan kami replikasikan ke luar Jawa,” tutur Budi.
RSERVIO MARANDA (BANGKA BELITUNG), HENDRY SIHALOHO (LAMPUNG), MADE ARGAWA (BALI), AKHYAR M. NUR (BIMA), BUDHY NURGIANTO (MANADO)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo