Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TERUNGKAPNYA kasus perdagangan orang berkedok magang mahasiswa ke Jerman menunjukkan betapa sembrononya perguruan tinggi dalam menjalin kerja sama. Perguruan tinggi begitu mudah diperdaya oleh sindikat perdagangan orang yang menyamar sebagai lembaga penyalur mahasiswa magang ke luar negeri.
Sebanyak 1.047 mahasiswa dari 33 kampus menjadi korban sindikat perdagangan orang yang mencatut nama program Ferienjob. Alih-alih mendapat tempat magang, seribuan mahasiswa asal Indonesia yang berangkat ke Jerman malah terlunta-lunta. Kalaupun ada yang bekerja, mereka menjadi pekerja kasar berupah rendah di sana. Padahal mereka telah mengeluarkan uang puluhan juta rupiah untuk bisa berangkat ke Jerman. Sebagian mahasiswa bahkan terlilit utang dan dana talangan dari agen yang memberangkatkan mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ferienjob merupakan program yang dirancang pemerintah Jerman untuk memberi kesempatan kepada mahasiswa bekerja pada musim libur kuliah. Program ini diperuntukkan bagi mahasiswa di Jerman atau Uni Eropa yang ingin mendapat uang tambahan dengan melakukan pekerjaan fisik, seperti mencuci piring atau mengangkat kardus logistik. Jadi, program itu sebetulnya bukan buat mahasiswa asal Indonesia yang termakan iming-iming sindikat perdagangan orang.
Dalih perguruan tinggi mengirim para mahasiswa mereka untuk mengikuti program Ferienjob sebagai pelaksanaan magang Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) jelas mengada-ada. Sebab, program Ferienjob jauh berbeda dari konsep magang MBKM yang dirancang Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Program MBKM bertujuan membekali mahasiswa dengan kompetensi praktis, sesuai dengan bidang keilmuan yang dipelajari di kampus. Terlebih lagi, Kementerian Pendidikan juga menyatakan sudah jauh hari menolak Ferienjob sebagai program MBKM. Pasalnya, Kementerian banyak menemukan pelanggaran terhadap hak mahasiswa dalam pelaksanaan Ferienjob.
Banyaknya kampus yang mengirimkan mahasiswa mereka ke Jerman untuk mengikuti Ferienjob justru memantik kecurigaan. Jangan-jangan ada praktik suap di balik lobi-lobi sindikat magang palsu kepada para petinggi kampus. Penegak hukum harus mengusut peran seluruh pihak yang diduga terlibat, seperti pejabat kampus, perusahaan penghubung, serta agen tenaga kerja di Jerman.
Agar tidak jatuh lalu tertimpa tangga, para mahasiswa yang menjadi korban perdagangan orang mesti mendapat pelindungan hukum. Pihak kampus pun harus membebaskan mahasiswa dari kewajiban membayar dana talangan ongkos keberangkatan mereka.
Kasus perdagangan orang berkedok magang kerja sejatinya bukanlah yang pertama kali terjadi. Pada 2017, seratusan siswa sekolah menengah kejuruan di Kendal dikirim menjadi pekerja tanpa dokumen ke Malaysia. Di negeri jiran itu mereka dipaksa menjadi pekerja kasar dengan upah rendah sampai akhirnya ditangkap Kepolisian Diraja Malaysia sebagai pekerja ilegal. Ironisnya, pengelola kampus yang seharusnya “lebih terpelajar” tidak belajar dari kesalahan pengelola SMK itu.
Kementerian Pendidikan harus mengambil langkah-langkah konkret untuk memperbaiki sistem magang kerja. Institusi pendidikan juga mesti lebih berhati-hati dalam memilih program magang untuk siswa dan mahasiswanya. Hanya bangsa keledai yang pantas jatuh terperosok ke lubang yang sama. *
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo