Akhir-akhir ini istilah "katabelece" kembali mencuat ke permukaan. Itu terjadi ketika upacara pelantikan dewan komisaris dan direktur bank pemerintah beberapa minggu lalu (TEMPO, 8 Agustus 1992, Ekonomi & Bisnis). Katabelece atau memo ini sangat populer di Indonesia. Bahkan mempunyai kekuatan ampuh untuk menembus suatu lilitan birokrasi dan kekuasaan. Keampuhannya bukan terletak pada coretan-coretan yang terdapat pada secarik kertas putih tersebut, tapi terletak pada siapa dibalik penulisan katabelece tersebut. Penulis katabelece ini tentu bukan orang sembarangan. Ia dapat dipastikan seorang yang memiliki kekuasaan (power). Entah ia memiliki kekuasaan dalam bidang ekonomi, status sosial, pangkat, jabatan, dan sebagainya. Orangorang seperti inilah yang menyebabkan katabelece menjadi sangat sakti. Kesaktian katabelece ini mungkin sudah atau hampir menyamai suatu produk undangundang atau peraturan pemerintah. Kita pernah mendengar, misalnya, pengusaha A menang tender suatu proyek karena mendapat katabelece (memo) dari pejabat X. Atau B terpilih menjadi gubernur karena dapat memo dari pejabat Y. Nah, mengingat sakti dan ampuhnya katabelece ini, maka para ahli hukum administrasi negara dan para penyusun materi UU Peradilan Tata Usaha Negara telah memikirkan hal tersebut jauh sebelumnya. Hasilnya dapat dilihat dalam UU No.5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, di mana dalam penjelsan pasal 1 butir 3 disebutkan bahwa suatu memo atau katabelece dapat digugat di PTUN asal memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: -menyebutkan siapa pejabat atau badan tata usaha negara yang mengeluarkan katabelece tersebut. -menjelaskan maksud dan apa isi katabelece tersebut. Memang sedikit asing kedengarannya, suatu katabelece dapat digugat di PTUN. Padahal, katabelece bukanlah suatu keputusan Tata Usaha Negara. Di negara Prancis dan Belanda, negara iduknya Peradilan Tata Usaha Negara, tidak mengenal katabelece dapat digugat di PTUN. Yang dapat digugat hanyalah peraturan resmi dan perbuatan pemerintah yang bersifat publik dan merugikan kepentingan individu atau badan hukum. Karena ampuh dan saktinya suatu "katabelece" di Indonesia, maka langkah yang tepat adalah memasukan katabelece sebagai suatu keputusan TUN yang dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara. ZAENAL ABIDIN Alumnus Fakultas Hukum UI Depok Jawa Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini