Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Lintasan sejarah dan indira gandhi

Indira gandhi mungkin hanya salah kasus dan contoh dari dilema yang dihadapi banyak pemimpin negara berkembang dalam merumuskan demokrasi bagi bangsanya. tahun 1977 lintasan sejarah sampai saatnya.

5 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

26 Oktober 1930. Dari pusat penjara Naini, Jawaharlal Nehru menulis surat pertama kepada Indira Gandhi, si priyadharsini --sang biji mataku -- yang hari itu merayakan ulang tahunnya yang ke-13. Surat pertama itu, yang mengisahkan turunnya musafir Hiuen Tsang dari Tiongkok ke India, untuk mencari ilmu pengetahuan dan akhirnya menjadi pengajar di Nalanda -- kemudian dilanjutkan lagi dengan lebih dari seratus surat lainnya. Semuanya berisikan pelajaran sejarah dunia, yang ditulis J. Nehru bagi puterinya, disertai tentu saja dengan nasehat-nasehat seperlunya. Sungguh sebuah gabungan yang elok dari pelajaran sejarah, semangat seorang guru dan kasih sayang sang ayahanda. Surat-surat itu dikumpulkan pada awal tahun 1934, ketika selama beberapa waktu Jawaharlal Nehru dibebaskan dari tahanan untuk segera diringkus kembali pada 12 Pebruari 1934. Pada tahun yang sama, Vijaya Lakhsmi Pandit, adik J. Nehru, berhasil menyelesaikan penerbitan naskah itu menjadi buku berukuran 1016 halaman, berjudul Lintasan Sejarah Dunia (terjemahan Indonesia dikerjakan oleh Bahrum Rangkuti dalam 2 jilid, tebal 928 halaman, diterbitkan Balai Pustaka, 1966). *** Menarik sekali bahwa surat-surat pertama dari koleksi tersebut, selalu berusaha mengingatkan sang puteri, Indira Gandhi, kepada semangat kakeknya, Bapuji Pandit Motilal Nehru. Indira dilahirkan pada tahun 1917, tepat ketika Lenin mulai mengobarkan revolusi di Rusia. Dapat difahami kalau J. Nehru memperingatkan puterinya bahwa pada tahun itu juga, kakeknya tengah sibuk mencari ilham bagi perjuangan India merdeka, dan menghasut rakyat India agar memberikan "pengorbanan mahasuci". Mengenang semua itu, segera terasa betapa dalamnya kontras dengan masa kini, tatkala Indira Gandhi sebagai Perdana Menteri India merdeka, demikian sigapnya menjeblos lawanlawan politiknya ke dalam penjara: tempat dari mana telah datang begitu banyak pelajaran pertama dalam hidupnya, dan tempat di mana "Bapuji berbaring . . ., sementara pesona ilhamnya menyelinap masuk ke dalam berjuta hati rakyat India". Apa hendak dikata? *** Indira Gandhi mungkin hanyalah salah sebuah kasus dan contoh terdekat dari dilemma yang dihadapi banyak pemimpin negara berkembang dalam merumuskan demokrasi bagi bangsanya. Demokrasi yang sampai kepada kita, kurang lebih, berupa demokrasi menurut "formula Abraham Lincoln". Ketika kolonialisme berangsur rontok, dan bangsa-bangsa baru muncul susul-menyusul, tak terasa banyak kesulitan dalam mewujudkan suatu "pemerintahan dari rakyat". Peralihan kekuasaan dari tangan orang kulit-putih ke tangan orang hitam, sawo matang atau kuning, kiranya cukup memberi gambaran "pemerintahan dari rakyat sendiri" sekarang sungguh-sungguh terwujud, sebagai hal yang tak butuh banyak waktu untuk dibereskan. Kata-kata emas dari Proklamasi Kemerekaan kita, mungkin dapat menunjuk keyakinan seperti itu: "... pemindahan kekuasaan dll., akan diselenggarakan... dalam tempo yang sesingkat-singkatnya". Langkah yang lebih sulit ialah mewujudkan suatu"pemerintahan oleh rakyat". Di sini dibutuhkan adanya konstitusi, seperangkat lembaga politik, aturan-permainan di DPR, beserta simbol, upacara dan protokol, yang pada mulanya dipinjam saja dari London, Washington atau The Hague. Tetapi ketika berhadapan dengan tugas mewujudkan suatu "pemerintahan untuk rakyat", keadaan segera menjadi lain. Rakyat ternyata membutuhkan dan meminta makanan yang cukup, pakaian yang lebih baik, perumahan yang layak, lapangan kerja yang semakin terbuka dan kesempatan pendidikan yang lebih luas. Mendadak terasa baha untuk memenuhi semua permintaan itu, sumber-sumber nasional haruslah dimobilisir, perlu ada tertib sosial-politis yang mantap, yang hanya mungkin tercipta kalau ada kekuasaan yang lebih terpusat. Perbedaan faham cenderung dianggap mengganggu pembangunan ekonomi dan karena itu dianjurkan -- atau lebih sering didesak -- untuk diam. Padahal, seperti dikatakan Vijaya Lakhsmi Pandit, yang bertekad menentang kemenakannya, Indira Gandhi, dalam PEMILU India yang mendatang, "inti demokrasi adalah hak untuk berbeda pendapat". *** Pada titik ini pertentangan faham Indira dan Vijaya Lakhsmi menjadi tipikal. Artinya, pertentangan itu bukanlah sekedar pertentangan dua orang, tetapi justru pertentangan dua faham. Yakni, antara konsentrasi kekuasaan pada lembaga eksekutif demi efisiensi pembangunan ekonomi, dan di lain pihak hak demokrasi rakyat untuk tidak kehilangan partisipasi lewat pendapatnya. Masalah lanjutannya adalah: apakah demokrasi dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi? Pertanyaan tersebut barangkali salah. Susunannya mungkin tak seharusnya demikian. Sebab, pada mulanya pembangunan ekonomi hanyalah suatu sarana demokrasi dalam mewujudkan "pemerintahan untuk rakyat". Pemerintahan untuk rakyat tanpa pembangunan ekonomi, lebih mirip permainan bibir belaka. Namun, dalam artian demokrasi, pembangunan ekonomi untuk rakyat adalah juga pembangunan ekonomi dari rakyat, dan pembangunan ekonomi oleh rakyat. Bukan hanya karena rakyatlah yang mengetahui apa persis keperluannya, tetapi karena mengatur dirinya sendiri adalah justru esensi haknya. Pada titik inilah akan timbul perbedaan pendapat yang dapat mendatangkan kesulitan bagi perencana pembangunan. Dalam jangka pendek dan untuk kepentingan jarak-dekat mungkin perbedaan pendapat lebih baik agak ditahan. Tetapi dengan itu juga partisipasi bisa menjadi bungkam. Dibungkamnya partisipasi pada gilirannya akan mengakibatkan dua kerugian. Pertama, pembangunan ekonomi kehilangan pendukung utamanya (pembangunan, kalau bukan oleh rakyat, maka oleh siapa?). Kedua, lambat laun rakyat merasa haknya dilanggar (mereka ternyata tak berwewenang mengurus dirinya sendiri). *** Mungkin keadaannya setali tiga uang dengan dilemma seorang guru sekolah. Sebuah kelas yang tenang dan tertib, yang murid-muridnya tak rewel bertanya atau mendebat, terang lebih mudah bagi sang guru. Dia akan mudah berkonsentrasi pada susunan pelajarannya dan menyajikannya dengan lancar. Sebaliknya, kelas yang bungkam tak pernah memberi petunjuk tentang sampai-tak-sampainya pelajaran guru, atau faham-tak-fahamnya murid-murid. Hal ini hanya mungkin bila murid-murid diperbolehkan mengemukakan pendapat atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan, yang terang akan mempersulit gurunya dalam berkonsentrasi, tetapi akan bermanfaat bagi kemajuan seluruh kelas. Kembali ke politik India, maka Indira Gandhi mungkin hendak menjadi guru kelas yang efisien dan penuh konsentrasi. Tetapi Vijaya Lakhsmi yang tua renta, menginginkan India sebagai kelas yang hidup dan kreatif betapa pun sulitnya. Pilihannya jelas: demokrasi tak halal dibungkam, Indira Gandhi tak perlu disokong. *** Sebenarnya kekhawatiran yang berlebihan tentang risiko perbedaan pendapat, sama artinya dengan meragukan kemampuan rakyat untuk mengatur dirinya sendiri. Keraguan itu sudah kadaluwarsa, setelah tamatnya riwayat imperialisme dan kolonialisme. Jawaharlal Nehru seperti meramalkan nasib anaknya puluhan tahun mendatang, ketika dia dari balik terali penjara yang sepi, mewasiatkan nasehatnya di tahun 1931: "Rakyat tentu akan berbeda satu sama lain, tetapi mereka sebenarnya sama saja dalam garis besarnya. Kenyataan ini hendaklah diperhatikan agar janganlah kita tertipu oleh warna-warni di atas peta". 1977. Lintasan sejarah itu seperti sampai ke saatnya. Bibi yang baik hati kembali keras dengan peringatan abangnya: warna-warni itu memang hanya di atas peta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus