Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Manusia sebagai unit

Dari segi bahasa, korban kekejaman hitler bukan manusia tapi unit. bukan pembunuhan tapi likuidasi & cara pembunuhan bukan kejahatan tapi organisasi teknis. bahasa penciptaan realita bukan hanya omong.

19 November 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WANlTA-wanita telanjang yang digiring masuk ruang gas Zyklon D, tempat sehari 10 ribu orang bisa dibunuh (Auschwitz, 1941-1944), tetap terpisah dari laki-laki telanjang yang mengalami nasib sama. Tata susila tetap diperhatikan, dan Fritz Lan alias Rudolf Hoess justru dipilih Himmler sebagai arsitek pembunuhan massal karena Lang punya ein rigoroeses Gewissen, keyakinan susila yang kuat. Lang - menurut profil dari Kotulla dalam Aus einem Deutschen Leben - mencoba tiga kali lari ke medan pertempuran, tapi ditolak karena masih terlalu muda, diusir dari pabrik oleh teman-temannya karena bekerja terlalu keras, dan mencintai tanah airnya demikian rupa sehingga dengan hati dingin menembak seorang veteran Perang Dunia Pertama yang membela Republik Weimar. Dalam ideologi Nazi, sang Hoess bisa berkembang sempurna karena justru ideologi Hitler menggabungkan kekejaman tak terbatas dengan patriotisme yang kuat. Kalau Himmler menyuruh engkau membunuh anakmu sendiri (begitulah pertanyaan istri Rudolf Hoess alias Fritz Lang, kepada suaminya) apakah engkau membunuh anak itu ? Naturlich, kata suaminya. Tanpa ragu-ragu - perintah ialah perintah. Sesudah drama selesai, dan Hoess ditangkap, dipenjarakan dan diinterogasi opsir Amerika, dia ditanya sudah yakinkah dia bahwa pembunuhan empat juta orang di Auschwitz suatu kesalahan. Sang penjahat menjadi ragu-ragu, dan mengatakan mungkin. Mengapa salah, begitu pertanyaan opsir. Sebab Himmler membunuh diri artinya, dia bukan pemimpin yang baik, sehingga waktu dia mengatakan pembunuhan Yahudi hal yang baik, mungkin dia bohong. Memang sulit menerangkan distorsi kata hati yang begitu besar. Haruskah Eichmann, Hoess, dan Himmler dianggap sebagai pembunuh keji dan penjahat besar? Empat juta anak, wanita, dan laki-laki yang dilikuidasi dalam industri maut yang berorganisasi baik, bukan perkara kecil. Kalau orang harus diadili berdasar keyakinannya sendiri, Lang memang tidak salah. Eichmann melihat dirinya sendiri seorang ahli tata buku yang mengorganisasikan transpor berjuta orang ke pusat-pusat pembunuhan. Lang merasa dirinya seorang teknikus yang mendapat ilham yang baik: membunuh orang tidak dengan dinamit (yang dicoba), melainkan gas. Himmler, sang Reichsfuehrer, menurut pendapatnya sendiri, seorang ahli politik yang melaksanakan perintah kepala negara. Perintah ialah perintah, Befehl ist Befehl. Memang, orang harus meperhatikan jiwa orang Jerman yang dulu dididik dalam suasana patriarkal yang kuat, tapi terap muncul soal: bagaimana kejahatan yang begitu besar menjadi mungkin? Salah satu hal yang penting ialah segi bahasa. Para korban bukan manusia, melainkan unit-unit. Pembunuhan bukan pembunuhan, melainkan likuidasi, dan cara pembunuhan bukan kejahatan, melainkan organisasi teknis. Lang diobsesi angka-angka. Dalam film buatan Kotulla, dengan sangat baik diperlihatkan pembunuh yang sampai larut malam mempelajari angka-angka dari para unit supaya ada suatu ukuran baik bagi mutu likuidasi. Kalau wajah korban dilihat, permainan rusak (Levinas: Muka Manusia). Dalam karya seni buatan Kotulla, kita melihat suatu adegan: Himmler mengunjungi Auschwitz. Seorang laki-laki - dengan muka seorang dokter atau rohaniwan - melihat muka Himmler dan Himmler melihat muka sang korban. Sebentar Himmler melihat seorang manusia, dan sebentar menjadi bingung. Dengan segera sang korban menjadi unit kembali, dan organisasi diselamatkan. Pembunuhan - likuidasi - bisa diteruskan. Levinas, yang sendiri berada di antara para korban teror Nazi, berpendapat bahwa bukan to on (hal mengada) merupakan entitas dasar dari ciptaan ilahi. Melainkan muka manusia, yang menghindarkan segala keterangan. Bagi pembunuh massal, hal semacam itu harus dihindari. Hanya orang yang dicap murtad bisa dibakar (inquisitio) hanya pemuda yang dicap ateis (pembunuhan 1965) bisa dipotong lehernya hanya anak yang diubah menjadi unit bisa digas. Kalau dalam pengajaran sejarah dikatakan Hitler membunuh tujuh juta Yahudi, tidak ada satu mahasiswa yang menjadi dingin atau panas. Tujuh juta bukan tragedi tujuh juta hanya statistik. Umat manusia sibuk mempersiapkan pembunuhan yang paling besar yang pernah direncanakan. Alatnya bukan api, pisau, atau gas yang dipergunakan ialah atomic energy. Dalam analisa kegilaan itu, Robert Jay Lifton memakai teori represi Sigmund Freud untuk menerangkan kemunkinan psikosis itu. The use of nuclear weapons goes beyond politica and militar considerations. Pemakaian tenaga nuklir untuk pembunuhan lebih dari soal politik atau militer saja. Bagi Lifton barangkali tapi tidak bagi Reagan atau Andropov cs. Mereka hanya melihat unit yang harus dilikuidasi. Memang benar, represi memegang peranan dalam kegilaan itu malapetaka begitu besar sehingga kita tidak tahu apa-apa tentang soal itu, juga tidak ingin tahu soal itu. Menutup mata di muka hantu bukan reaksi anak saja - itulah reaksi kita semua. Tapi kalau dunia akan hancur dengan likuidasi berdasar advanced technology, itu tidak hanya mungkin berdasar represi. Yang paling penting ialah perubahan type fication (pengecapan) bahasa. Kalau Anne Frank bukan gadis cantik dan lemah lembut, tapi diubah menjadi suatu unit, dia gampang dilikuidasi. Kalau kita melihat tata buku Eichmann dan Hoess, hati kita tetap dingin yang dilihat ialah unit dan statistik. Baru waktu orang melihat bukit sepatu-sepatu kecil yang ditinggalkan anak-anak yang dibunuh di Teresienstadt, kita sekonyong insaf bahwa unit-unit itu bisa ketawa dan menangis. Pengecapan bahasa, menurut Berger, penting sekali karena dengan bicara manusia menciptakan realitas. Makhluk yang diberi nama ayah tidak hanya disebut ayah, melainkan dialah ayah. Makhluk yang disebut Fuehrer tidak hanya mendapat nama baru, tapi berubah sehingga bisa menghilangkan 50 juta orang dari muka bumi. Seorang dokter, ulama, insinyur, pegawai, atau guru yang disebut unit berubah dan gampang dilikuidasi. Kalau sesudah ledakan nuklir masih ada orang yang bisa menganalisa kejadian itu, dan penuh heran bertanya bagaimana mungkin manusia sebagai animal rationale menghancurkan dirirya sendiri, justru segi bahasa kegilaan itu harus diperhatikan. Bahasa bukan hanya omong. Bahasa ialah penciptaan realitas. Karena itu, permainan dengan kemerdekaan pers begitu dahsyat. Sensor, atau pers bertanggung jawab, atau penjajahan media, ialah serangan langsung atas realitas. Dunia Ketiga cukup acuh tak acuh terhadap persenjataan nuklir. Mungkin berpendapat luput dari kehancuran itu, sehingga harga karet lebih dipentingkan dari nasib generasi yang akan datang. Pengecapan palsu pers langsung bertanggung jawab untuk sikap itu. Kalau nanti Reagan datang dia akan disambut dengan banyak epiteta ornantia. Mungkin lebih baik dengan otak dingin menilai realitas yang nyata.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus