Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEKITAR empat bulan menjelang pendaftaran calon presiden dan wakil presiden, belum terbentuk koalisi yang solid. Ambang batas minimal pencalonan yang tinggi membuat petinggi partai politik berkutat pada negosiasi kiri-kanan untuk menetapkan calon. Faktor preferensi Presiden Joko Widodo kepada calon penggantinya menambah rumit negosiasi antar-elite itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang memiliki tiket otomatis dan, karena itu, pencalonan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo relatif aman. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, yang elektabilitasnya terus naik dan menempati urutan teratas menurut hasil survei terakhir sejumlah lembaga, masih bergantung pada partai lain agar bisa maju menjadi calon. Begitu juga Anies Baswedan. Koalisi Partai NasDem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera yang mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta itu masih terlihat ringkih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kecukupan memenuhi ambang batas pencalonan membuat partai memiliki daya tawar tinggi sekaligus rendah di hadapan calon presiden. Daya tawar tinggi karena mereka sangat menentukan nasib koalisi: jika salah satu partai keluar, dua partai lain tak memenuhi ambang batas. Daya tawar rendah lantaran, dengan konstelasi dan calon yang ada, tak mudah juga buat partai itu berpindah ke kubu lain. Dua sisi satu kartu inilah yang tampaknya kini dimainkan Partai Demokrat untuk mendesak Anies segera mengumumkan calon wakilnya.
Telah sering diungkapkan, Partai Demokrat menyorongkan ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono, buat mendampingi Anies. Mereka beralasan, hanya putra mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu yang memenuhi persyaratan. Partai NasDem memiliki pilihan lain buat menutup kekurangan Anies, terutama di wilayah Jawa Timur yang dihuni mayoritas warga Nahdlatul Ulama.
Partai yang didirikan pengusaha Surya Paloh itu mengajukan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Partai Keadilan Sejahtera malah mengajukan mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, walau belakangan mereka melunak dan menyerahkan keputusan kepada Anies.
Menentukan calon wakil, bagi Anies—yang bukan anggota partai dan elektabilitasnya kini masih di bawah para kompetitornya—juga bukan hal mudah. Dalam berbagai pernyataan, Anies menyebutkan tiga kriteria idealnya: bisa memberikan tambahan suara dan tambahan logistik atau memperkuat pemerintahan jika ia terpilih.
Namun ia tak hidup di ruang ideal. Dengan sejumlah elite partai menafsirkan Anies bukan calon yang dikehendaki Jokowi, ruang geraknya menjadi sangat terbatas. Kubu Anies mengklaim tokoh-tokoh partai yang kini berada di pemerintahan bahkan ketakutan untuk sekadar bertemu dengan mantan Rektor Universitas Paramadina itu.
Baca liputannya:
- Prahara Koalisi Pendukung Anies Baswedan
- Bisakah Agus Harimurti Yudhoyono Menjadi Calon Wakil Presiden?
- Lobi Memecah Koalisi Pendukung Anies Baswedan
Daya tawar Anies secara politis juga menurun. Melihat hasil jajak pendapat berbagai lembaga akhir-akhir ini, peluang dia menang dinilai tipis dibandingkan dengan Prabowo dan Ganjar. Tak mengherankan, anggota koalisi pendukungnya yang menamakan diri Koalisi Perubahan untuk Persatuan berfokus pada kepentingan masing-masing.
Dalam konteks itulah kepentingan Partai Demokrat mendesak Anies segera mengumumkan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai calon pendampingnya. Partai ini berharap mendapatkan efek elektoral, yang akan mengamankan perolehan suara mereka pada pemilihan legislatif 2024. Keuntungan itu kini dianggap hanya dinikmati NasDem, yang pertama kali mengumumkan pencalonan Anies. Tarik-menarik seperti ini masih akan terus berlangsung hingga empat bulan ke depan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Koalisi Ringkih Pengusung Anies"