Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Melawan Virus Zaman Baru

Pemerintah tak boleh lengah menghadapi penyebaran flu burung dan flu babi. Diperlukan kerja sama internasional.

30 Januari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGAI bangkit dari dorman panjang, itulah flu burung. Avian influenza ini menelan dua korban nyawa di pembuka tahun 2012. Patut disayangkan, seperti halnya ketika datang gempa bumi, kita menyambutnya tergopoh-gopoh.

Puguh Dwi Yanto dan keponakannya yang masih bocah, Adra Soraya Ramadhani, meninggal lantaran flu burung, tiga pekan lalu. Mereka tinggal serumah di Ancol, Jakarta. Kematian keduanya, yang berselang beberapa hari, tentu meresahkan. Apakah virus flu burung telah menular dari manusia ke manusia? Jika benar, ini berarti mutasi penting yang berisiko menyulut pandemi atau wabah global.

Hampir bersamaan, ada kasus lain. Rachmad, penduduk Mekar Jaya, Tangerang, berstatus terduga (suspect) flu burung. Dua kali darahnya diperiksa, tapi diagnosis tak kunjung pasti. Celaka, agresivitas virus di tubuh Rachmad tak terbendung. Dia wafat setelah lima hari dirawat di rumah sakit. Hasil tes darah ketiga, muncul sesudah si pasien meninggal, memastikan Rachmad digempur virus H1N1: pemicu flu babi.

Tiga kasus di atas tentu saja mencemaskan. Virus dan bakteri ternyata kian ganas dan lihai. Adra, misalnya, sampai dites tiga kali sebelum dipastikan positif flu burung. Begitu pula yang terjadi pada Rachmad. Setelah tiga kali dia menjalani uji laboratorium, dokter baru bisa memastikan bahwa biang keroknya ternyata flu babi—saat nyawa Rachmad sudah melayang.

Lain lagi riwayat penyakit Puguh-Adra. Penelusuran perjalanan penyakit (epidemiologi) menunjukkan keduanya tertular virus melalui perantaraan burung merpati. Kalau temuan medis ini benar, bolehlah kita sedikit merasa lega. Apalagi Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih juga memastikan bahwa dalam kasus paman dan kemenakan ini "tak ada penularan antarmanusia".

Diagnosis yang meleset ini—atau bahkan makin sulit untuk memastikannya sesegera mungkin—menunjukkan dunia medis cenderung ketinggalan berpacu dengan penyakit zaman baru. Masuk kelompok ini antara lain H1N1 (flu babi), H5N1 (flu burung), dan sindrom infeksi saluran napas akut berat (SARS).

Sepak terjang biang penyakit zaman baru ini didorong situasi pemanasan global. Cuaca bagai pendulum terayun ekstrem. Badai, hujan, dan kemarau tak lagi punya ritme rutin. Suhu bumi menghangat. Bentang alam secara keseluruhan telah berubah, berkolaborasi mendorong mutasi dan adaptasi. Hasilnya, muncul barisan virus dan bakteri zaman baru yang kebal obat, sulit dikenali, dan susah dikendalikan.

Kondisi ini seharusnya disadari pemerintah. Selain pemerintah tak boleh lengah, kesiagaan dan antisipasi terhadap penyakit zaman baru ini tak boleh hangat-hangat tahi ayam. Kampanye cuci tangan setelah berinteraksi dengan unggas, misalnya, gencar digeber setelah puncak flu burung pada 2006 (dengan 55 kasus). Program ini kendur seiring dengan meredanya kasus flu burung. Sebagai catatan, sejak 2005 sampai awal 2012, di Indonesia terdapat 184 pasien flu burung, dan yang tewas 152 orang.

Kampanye pencegahan flu babi bernasib sama. Virus H1N1 bisa berjaya lantaran lokasi kandang ternak atau hewan peliharaan bercampur dengan rumah si empunya. Di lingkungan seperti inilah terjadi kawin-mawin virus di tubuh unggas, mamalia, dan manusia. Pada 2009, ketika muncul beberapa kasus flu babi, pemerintah berkampanye ihwal pentingnya memisahkan kandang hewan dari permukiman. Tapi, setelah sebaran flu babi reda, kampanye ini ikut adem-ayem.

Pemerintah pun perlu segera berinisiatif melakukan kerja sama riset internasional. Hal ini sangat penting untuk penajaman pisau diagnosis, uji darah, dan pencarian obat. Harus diingat, penyakit zaman baru yang kian canggih bukan saja problem kita, tapi juga masalah umat manusia di seluruh dunia, yang nyawanya kian terancam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus