Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Mengungkap Jejak 'Baligate'

12 September 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hari 9 bulan 9 tahun 99 ternyata bukan hari kiamat seperti dikhawatirkan banyak orang yang masih belum terbebas dari mistik picisan. Tapi hari yang jatuh pada Kamis Pahing (Jawa: pahit) itu memang bisa terasa pahit bagi mereka yang berusaha menutupi skandal Baligate. Pada hari itu, sumber bau kebusukan yang dicoba ditimbun rapat itu mulai terbongkar dari mana datangnya. Disaksikan oleh jutaan penonton dua stasiun TV swasta, yang menayangkannya live selama lima jam nonstop, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi VIII DPR-Rudy Ramli, mantan direktur utama Bank Bali itu akhirnya menyatakan dengan pasti apa yang benar dan apa yang tidak. Mungkin itu bukan kebenaran terakhir, atau seluruh kebenaran, tapi pernyataannya itu disambut tepuk tangan lega dari yang hadir. Jutaan orang dengan seketika dari jarak jauh bisa ikut berada dalam suatu peristiwa sejarah, bersama-sama mengalaminya secara nyata, berkat siaran TV yang efeknya menakjubkan itu. Walaupun dampak sosial-politiknya tak mungkin diingkari, akibat hukum acara dengar pendapat DPR ini sebenarnya masih belum jelas dirumuskan. Seberapa jauh kewenangan parlemen, belum ada aturannya ataupun kebiasaan yang dianut. Yang ada dalam undang-undang (Undang-Undang No. 4 Tahun 1999, yang belum genap delapan bulan berlakunya) ialah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pejabat negara atau warga masyarakat dengan ancaman pidana kurungan satu tahun bagi yang menolak permintaan itu karena dianggap merendahkan martabat dan kehormatan parlemen. Tapi, apakah yang dipanggil boleh memilih diam dan tak menjawab suatu pertanyaan yang dianggap akan mencelakakan dirinya, misalnya, belum ada aturannya secara tertulis. Rudy Ramli, yang didampingi pengacaranya, tampak bingung menghadapi ketidakpastian itu. Tingkah laku para anggota dewan pun tidak mengesankan mereka punya pegangan yang baku. Sidang hiruk-pikuk seperti pasar dan agak kacau. Pada suatu saat, ada yang melontarkan intimidasi ketika mendesak untuk memperoleh jawaban. Padahal, tidak menjawab pertanyaan dengan alasan tertentu bukanlah termasuk contempt of parliament seperti yang sudah diatur dalam undang-undang. Pada saat lain, para anggota Komisi VIII itu menjanjikan perlindungan bagi Rudy Ramli bila mau mengungkapkan kebenaran. Padahal, surat perlindungan yang dikeluarkan Komisi VIII itu (bahkan andaikata telah disahkan pimpinan DPR pun) tak berkekuatan hukum karena tidak ada undang-undang yang mendasarinya. Yang juga tak diatur tata caranya ialah: apakah dengar pendapat itu setara dengan kesaksian; apakah kesaksian itu harus diberikan di bawah sumpah atau tidak; apakah keterangan yang diperoleh bisa berlaku sebagai alat bukti dalam proses peradilan; apakah yang memberi keterangan diberi kekebalan, hingga apa yang diucapkannya tak bisa berbalik dipakai untuk merugikan dirinya di muka hukum (self-incrimination), atau dalam keadaan seperti itu diberi pilihan untuk tidak mengatakan apa pun. Tampaknya DPR hanya berpretensi seolah-olah memiliki kekuatan legal untuk mengatur semuanya. Bukan tak mungkin Rudy Ramli akan jadi korban kesan sesat yang ditimbulkan oleh kewenangan yang tidak riil itu. Tapi, biar bagaimana juga, yang diungkapkan oleh Rudy Ramli telah mengukuhkan adanya dua skandal dalam heboh Baligate. Sekalipun dengar pendapat itu tak disokong penuh oleh dasar legal, keyakinan akan apa yang terbuka di situ sukar digoyahkan lagi karena legitimasi dukungan masyarakat luas yang ikut menyaksikannya. Yang terakhir inilah yang lebih riil, dalam kondisi penegakan hukum yang serba kacau dan tak bisa diandalkan seperti sekarang ini. Aib pertama ialah tentang cerita yang dikenal sebagai "Catatan Penting" Rudy Ramli, aib yang kedua ialah epilog dari Baligate, yaitu tentang surat bantahan bermeterai yang ditandatanganinya dan diumumkan oleh Menteri Sekretaris Negara Muladi. Catatan Rudy Ramli yang disiarkan oleh Kwik Kian Gie, yang menyangkut nama-nama antara lain A.A. Baramuli, Menteri Tanri Abeng, Menteri Bambang Subianto, Gubernur BI Syahril Sabirin, Wakil Ketua BPPN Pande Lubis, orang- orang dekat Habibie seperti M. Manimaren, Hariman Siregar, Timmy Habibie, Anthony Salim, selain Joko Tjandra dan Setya Novanto, ternyata diakui kebenarannya. Pengakuan Rudy Ramli ini ternyata diperkuat oleh laporan audit PricewaterhouseCoopers (lihat halaman 18-23) yang juga mencantumkan kebanyakan nama-nama tersebut. Munafik Sejalan dengan pengakuan tentang kebenaran catatan yang dibuatnya itu, Rudy Ramli juga menyatakan bahwa surat bantahan yang ditandatanganinya bukan dia yang membuatnya. Kehendak untuk menghapus jejak dengan bantahan yang direkayasa menjadi gagal setelah dengar pendapat di DPR itu. Kalaupun rangkaian pembuatan bantahan itu bukan termasuk kejahatan pemalsuan, tetapi tak bisa disangkal itu adalah usaha penggelapan alat bukti dalam suatu perkara pidana, atau setidak-tidaknya upaya merintangi jalannya proses hukum. Yang ikut tersangkut, sedikit atau banyak, ialah nama-nama seperti: Presiden Habibie sendiri, yang memerintahkan untuk menyiarkannya; Baramuli, yang menyampaikan kepada presiden; Muladi yang juga Menteri Kehakiman itu, yang mengumumkan isinya; dan pengacara Adnan B. Nasution, yang kantornya terlibat dalam pembuatan konsepnya. Aib yang ini lebih bobrok dari skandal pencairan piutang Bank Bali sendiri. Bukan saja karena ia menunjukkan kemunafikan tokoh publik yang menghalalkan segala cara untuk mencari selamat, tetapi ia merupakan persekongkolan keji yang tega menjerumuskan Rudy Ramli untuk menanggung dosanya. Selama rezim ini berkuasa, tak banyak bisa diharapkan dari aparat penegakan hukum. Tetapi, Panitia Khusus DPR, walau tak dilengkapi dengan kewenangan khas, bisa melakukan banyak secara ekstrayudisial untuk melanjutkan pembongkaran. Panggil semua yang tersangkut dalam Baligate dan epilognya, dan eksposkan melalui siaran langsung TV dan radio lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus