NEGERI yang paling ribut atas kekacauan di Timor Timur pasca-jajak pendapat ternyata Australia, bukan Portugal. Tak henti-hentinya rakyat Australia melakukan aksi demo dengan membakar bendera Merah-Putih dan merusak kantor konsulat dan kedutaan besar. Mereka juga minta pemerintahnya mengirim pasukan perdamaian ke Tim-Tim. Reaksi rakyat Australia itu makin keras setelah datangnya pengungsi dari Tim-Tim yang berwajah lusuh dan luka-luka—gambarnya ditayangkan oleh berbagai saluran televisi Australia—yang diangkut dengan pesawat militer Australia, akhir pekan lalu.
Begitu gencarnya aksi-aksi itu sampai Perdana Menteri John Howard kelabakan. Mereka tidak mungkin mengirim pasukan. Harus ada persetujuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Howard, dalam wawancaranya dengan saluran televisi ABC, menyatakan bahwa pihaknya sudah berkali-kali menelepon Presiden Amerika Serikat Bill Clinton untuk meyakinkan perlunya kehadiran militer Australia di Tim-Tim di bawah bendera PBB.
Masalah Tim-Tim bagi pemerintah Australia adalah sebuah pertaruhan yang besar. Dan itu bukan untuk rakyat Tim Tim, tapi untuk kepentingan pemilihan umum pertengahan tahun depan. Jika Partai Liberal—partai yang memerintah saat ini—ingin memenangi pemilu mendatang, ia harus benar dalam menangani masalah Tim-Tim. Menurut pengamatan wartawan TEMPO di Australia, pemerintahan Howard tampak berusaha keras "mendapat nilai" dari rakyatnya dalam hal Tim-Tim.
Untuk itu, ada dua tugas penting pemerintah. Pertama, bagaimana menangani arus pengungsi dari Tim-Tim yang masuk ke Negeri Kanguru itu. Yang kedua, bagaimana supaya berhasil melobi AS agar segera bisa menurunkan pasukan penjaga perdamaian (peacekeeping force) dari PBB—dan militer Australia terlibat dalam pasukan itu. Kini, pemerintah Australia mempersiapkan Darwin, ibu kota Northern Territory (NT), sebagai pangkalan aktivitas "penyelamatan Tim-Tim". Pangkalan udara militer Winnellie, NT, sudah dipersiapkan untuk melakukan operasi militer jika diperlukan. Pemerintah Australia juga sudah menjadikan Kota Marrawa, NT, sebagai pusat penampungan pengungsi dari Tim-Tim dengan memasang tenda-tenda dan mempersiapkan logistik.
Masalah Tim-Tim memang sudah lama menjadi komoditi politik di Australia. Bahkan, negeri ini merupakan basis perlawanan kelompok Tim-Tim yang terbesar di luar negeri. Selain CNRT—aliansi perlawanan rakyat Tim-Tim—ada banyak grup yang terdiri atas masyarakat Australia dan Tim-Tim, seperti Christian for Solidarity with East Timor, Amnesty International Australia, East Timor Human Right Centre, East Timor Welfare Support Centre, dan dua grup yang paling militan: Australia for Solidarity with East Timor serta Resistance. Keberadaan mereka makin kuat secara politis setelah pelobi Tim-Tim tingkat internasional, Ramos Horta, diberi status permanent resident (PR)—yaitu hak tinggal tetap seperti warga negara, hanya tidak berhak ikut pemilu—pada 1995 oleh pemerintahan Perdana Menteri Paul Keating.
Demonstrasi dan lobi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok perlawanan itulah yang membuat pemerintah Australia cenderung berpihak pada mereka yang notabene anti-pemerintah Indonesia. Rakyat Tim-Tim yang datang ke Australia secara gelap, misalnya, diperlakukan secara istimewa oleh pemerintah Australia. Ini karena kelompok perlawanan berhasil meyakinkan pemerintah Australia bahwa kalau pendatang dari Tim-Tim itu dikembalikan ke Tim-Tim, mereka akan disiksa atau bahkan dibunuh oleh tentara Indonesia. Puluhan boat people—orang Tim-Tim yang masuk Australia dengan perahu—pada akhir 1995 dengan mudahnya mendapat status PR.
Selain itu, pers di Australia merupakan kekuatan tersendiri yang berhasil membangun pemahaman masyarakat Australia tentang Tim-Tim. Tulisan-tulisan mereka yang keras dan menghujat pemerintah Indonesia, terutama militernya, semakin membangkitkan simpati rakyat Australia terhadap rakyat Tim-Tim. "Orang Australia akan cenderung membela seseorang yang di mata mereka diperlakukan tidak adil," kata Alfredo Fereira, pemimpin Fretilin di NT.
Menurut pengamatan TEMPO, kepedulian rakyat Australia terhadap isu Tim-Tim sudah seperti isu kenaikan pajak, yang bikin ribut semua orang. Ibu-ibu rumah tangga, sopir taksi, dan orang-orang di restoran setiap saat membicarakan Tim-Tim. "Itu Habibie pasti sedang dikerjain oleh Wiranto," kata seorang ibu di sebuah rumah makan. Itulah berkat pers Australia yang gencar, yang sayangnya beritanya sering tak seimbang karena yang disoroti lebih banyak yang negatif buat Indonesia.
Bina Bektiati, Dewi Anggraeni (Darwin)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini