Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Patriot itu Bukan Penjahat Kemanusiaan

Reaksi dunia atas kasus Timor Timur menyulut reaksi nasionalisme. Padahal, patriot sejati tak akan membiarkan Tim-Tim dibumihanguskan.

12 September 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keamanan sedang mengungsi dari Bumi Loro Sa'e. Pengusirnya adalah moncong bedil yang meletuskan anak peluru dan ayunan parang di tangan para milisi yang garang, yang tak dapat menerima kekalahan dalam jajak pendapat dan menuding kecurangan aparat PBB sebagai penyebabnya. Dengan dalih demi keadilan, mereka membunuh, melukai, dan meneror penduduk yang tak mampu melawan. Sepertinya mereka berseru bahwa keadilan akan hadir bila ketidakadilan dibalas dengan ketidakadilan yang lebih ganas. Betapa menyedihkan dan betapa biadabnya mereka itu. Tapi mereka tak sendirian dalam menanggung dosa ini. Semua orang, termasuk kita, akan pantas untuk dikutuk dunia bila tak melakukan apa pun untuk menghentikan kebiadaban itu secepatnya. Apalagi kita, sebagai bangsa Indonesia, telah memberikan jaminan keamanan bagi terlaksananya referendum yang jujur, adil, dan damai di Timor Timur. Jaminan yang telah porak-poranda karena kelakuan para milisi dan segelintir warga Indonesia lainnya—kebanyakan dari kalangan militer—yang terlibat dalam kegiatan pembumihangusan Timor Timur. Mereka adalah bajingan yang mencari pembenaran lewat jargon patriotisme dan nasionalisme. Maka, tugas kita semua untuk memastikan pembenaran itu tak akan pernah mereka dapatkan. Seorang patriot sejati tak mungkin akan membiarkan harkat bangsanya terpuruk, kendati nyawa menjadi taruhannya. Seorang prajurit TNI yang Saptamargais akan setia menjalankan konstitusi, antara lain dalam memberi rakyat Timor Timur hak untuk memilih merdeka, karena—menurut Mukadimah UUD 1945—"Kemerdekaan adalah hak segala bangsa." Harap diingat, para pejuang Seroja yang gugur ataupun cacat bukanlah berkorban demi mencaplok wilayah Timor Portugis, melainkan demi menjaga kesatuan Ibu Pertiwi dari ancaman komunisme internasional di kala perang dingin masih berlangsung seru. Ancaman yang kini boleh diabaikan karena perang dingin telah usai dan blok komunis sudah kehilangan semua giginya. Kini ancaman bagi keutuhan Republik justru datang dari para bajingan itu, para penjahat kemanusiaan yang melupakan fakta sejarah bahwa Indonesia dibentuk oleh kesepakatan ratusan puak melalui dialog sukarela yang dimulai dalam Sumpah Pemuda 1928. Indonesia bukanlah hasil penaklukan suatu bangsa atas bangsa lainnya seperti di zaman Sriwijaya ataupun Majapahit. Sebab, kesatuan dari hasil penaklukan tak akan lestari dan kita ingin Indonesia tak musnah di pengujung milenium ini. Para patriot sejati paham bahwa Timor Timur yang kacau dan teraniaya hanya akan menjadi ancaman bagi keutuhan Nusantara. Karena itu, perjuangan demi Bumi Loro Sa'e yang damai adalah juga perjuangan untuk menjaga kesepakatan sukarela para bapak bangsa dalam bertanah air satu, tanah air Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus