SAYA ikut prihatin melihat banyaknya penunggak kredit profesi (TEMPO, 19 September 1992, Hukum). Menurut saya tindakan shocking therapy yang dilakukan Panin Bank bisa dibenarkan, mengingat hal itu urusan bisnis. Selain untuk menyadarkan para nasabah yang lain, tindakan shocking therapy itu juga membuat para penunggak tahu benar apa kesalahannya. Tanpa tindakan tersebut, agaknya para penunggak akan tetap "menghindar". Lepas dari itu, para penunggak yang kaum profesional itu tidak hanya merugikan Panin Bank, tapi juga bagi generasi selanjutnya. Tidak boleh dilupakan bahwa banyak di antara dokter muda, apoteker, notaris, dan lainlain yang membutuh kan dana dalam bentuk kredit profesi itu. Kini, sejak terjadinya peristiwa itu, bukan tidak mungkin Panin Bank akan menutup paketnya. Bila itu terjadi, berarti tidak ada lagi kemungkinan bagi generasi sesudahnya untuk memperoleh kesempatan yang sama. Kasus yang sama pernah dialami BNI. Pada 1981, BNI menawarkan kredit untuk mahasiswa Indonesia (KMI). Tapi, karena terjadi kemacetan kredit, banyak yang menunggak, lalu BNI menghentikan proyek itu pada 1989. Akibatnya, kami generasi berikutnya yang membutuhkan dana tidak mendapat kepercayaan tersebut. A. MARGIYANTO Mahasiswa PTN Yogyakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini