Membaca tulisan "Habis Tunda Masuk Isi" (TEMPO, 12 Septem ber 1992, Nasional) tentang situasi lalu lintas di Indonesia, beberapa gelintir bangsa Indonesia di Gottingen, Jerman, merasa sangat prihatin. Dalam tulisan itu disebutkan bahwa para sopir bus antarkota, terutama jurusan Surabaya- Solo-Yogya, merasa stres karena harus menyiapkan beberapa lembar puluhan ribu bagi aparat pelaksana ketertiban di jalan raya. Sejak disahkannya UU Lalu Lintas, tarif "salam tempel" menjadi meningkat beberapa puluh kali lipat. Misalnya, tarif masuk kota Sragen, yang bisanya Rp 40 ribu tiap bus, mening kat menjadi Rp 90 ribu. Berkaitan dengan itu ada beberapa hal yang kami kemukakan yaitu: 1. Dilihat dari segi pendapatan dan pengeluaran perusahaan angkutan umum -- tentunya harus mempunyai keuntungan secara ekonomis demi kelangsungan usahanya -- "pengeluaran pengeluaran uang setoran di jalan raya" yang tak seimbang dengan perolehan bukan saja menyebabkan tidak ekonomis, tapi juga tidak moralis. 2. Hal tersebut akan berdampak jelek terhadap psikologis para sopir, yang berakibat ketidaknyamanan bagi penumpang. Yang paling mengerikan adalah meningkatnya kecelakaan di jalan raya Solo-Surabaya, yang saat ini terbukti sebagai daerah rawan kecelakaan kendaraan umum. 3. Tidak hanya UU Lalu Lintas yang harus mengatur dan melindungi semua kepentingan yang terkait padanya, tapi juga para aparat pelaksananya harus mampu mengantisipasi pelak sanaan UU tersebut dengan baik. Sehingga tercipta rasa aman dan nyaman bagi golongan masyarakat yang memanfaatkan jasa lalu lintas sebagai orang yang beradab dan merdeka. 4. Sebaiknya UU Lalu Lintas tidak hanya ditunda satu tahun, tapi "menunggu" sampai munculnya undang-undang yang mengatur aparat lalu lintas yang diperkirakan semakin meningkat sesuai dengan meningkatnya jumlah peminat yang tergiur oleh tambahan pendapatan tersebut. Saran penundaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa kita belum siap mental untuk tertib lalu lintas dengan segala risiko yang tercantum dalam undangundang lalu lintas itu. Contohnya, kasus yang terjadi di jalur Surabaya-Solo-Yogya. 5. Pengamatan kami di sini membuktikan bahwa ketertiban lalu lintas tercapai berkat adanya kedisiplinan aparat lalu lintas dan para pemakai jalan raya, tanpa menerapkan sistem denda tinggi. RUDI Z. JAUHARI & OMO RUSDIANA Ketua dan Sekretaris Perhimpunan Pelajar Indonesia Gottingen, Jerman Theodor Heuss Str 11/009 D3400 Gottingen, German
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini