Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nirwono Joga
Kemitraan Kota Hijau
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam Festival Danau Sunter pada Ahad lalu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno adu cepat dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Susi menggunakan paddle board, sementara Sandiaga berenang. Susi menang telak dalam lomba itu. Hal ini membawa konsekuensi bagi Sandi untuk merevitalisasi situ, danau, dan waduk (SDW) di Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SDW memiliki tipologi berupa media tampungan air, daerah penyangga sempadan air selebar 50-100 meter (untuk menampung luapan air), dan daerah tangkapan air (hujan). Luas dan kedalaman SDW ditentukan oleh bentuk morfologi (memanjang, bundar, berbentuk jari), fluktuasi ketinggian air, tingkat sedimentasi, air masuk dan keluar di per-mukaan, serta beban nutrien yang masuk ke perairan.
Sumber air SDW berasal dari air permukaan, termasuk hujan, dan/atau air tanah dalam bentuk ekosistem perairan tawar yang terbuka dan dinamis. Kuantitas dan kualitas air berhubungan dengan sistem tata air dan saluran air wilayah serta dipengaruhi tipe pemanfaatan badan air dan lahan di dalam wilayah tangkapan air.
Ada berbagai permasalahan SDW di Jakarta dan sekitarnya. Masalah itu antara lain pendangkalan/sedimentasi (42 persen); berubah menjadi sawah/kebun, permukiman, perniagaan, dan fasilitas umum (34,9 persen); kenaikan gulma air/eutrofikasi (5 persen); tempat pembuangan sampah dan limbah (2,4 persen); dan lainnya (15,7 persen).
Proses pendangkalan yang masif dan cepat mengakibatkan daya tampung berkurang sehingga meningkatkan potensi banjir, mempengaruhi siklus hidrologi, menghilangkan ekosistem air dan tepian air, mengganggu keseimbangan alam, dan membuat perubahan iklim mikro sekitar. Lalu apa yang harus dilakukan?
Pertama, pemerintah DKI Jakarta menyusun rencana induk revitalisasi SDW terpadu yang meliputi rencana pelaksanaan penataan SDW yang menyeluruh, penganggaran yang pasti, dan pengembangan ekowisata. Kementerian terkait dan pemerintah DKI mendata ulang SDW, potensinya (keanekaragaman hayati dan ekowisata), serta permasalahannya.
Kedua, untuk pengamanan, harus dilakukan pengukuran dan pematokan ulang batas wilayah SDW dengan kesepakatan bersama pihak kementerian terkait dan pemerintah DKI. Batas itu langsung dibikinkan sertifikat lahannya.
Ketiga, revitalisasi dengan pendekatan integralistik ekologi hidraulik (rekayasa ekologi hidraulis, alami lestari). Daerah tepian SDW harus ditanami beragam vegetasi (lokal) dan pepohonan yang berfungsi menurunkan rembesan horizontal, menahan tanah longsor, menurunkan suhu, menahan air dan memperbaiki kualitas baku mutu air, serta meningkatkan kualitas ekosistem dan keragaman satwa liar.
Keempat, penggunaan lapisan kedap air dengan aspal, membran geotekstil, dan pembetonan pada tepian hingga ke dasar SDW harus ditinggalkan karena menyebabkan kematian ekologi. Proses pelumpuran alami SDW dalam kurun waktu lama terbukti mampu membentuk lapisan dasar dan tepian air memiliki tingkat kedap air tinggi. Pengerukan dasar SDW tidak boleh berlebihan agar lapisan kedap air dasar alami tidak terkelupas dan intensitas rembesan dasar dapat diredam sehingga air tetap mengisi SDW dengan stabil.
Kelima, ekosistem tepian SDW merupakan daerah amfibi yang berfungsi menjaga keberlangsungan kualitas ekosistem, meningkatkan kualitas air, meredam penguapan air danau dan kecepatan angin, serta membuat lingkungan sejuk. Vegetasi tepian air dan pepohonan berperan sebagai motor mekanisme penyerapan, penyimpanan, dan pengeluaran air.
Keenam, penataan lanskap daerah amfibi terbagi atas tiga bagian. Bagian terdalam berbatasan langsung dengan tepian SDW yang ditanami pepohonan besar dan rapat yang berfungsi menyimpan air, mencegah longsor, menyerap polutan, dan menjadi habitat satwa liar. Bagian tengah pohon berukuran sedang agak rapat sebagai penyerap air, peredam bising, penahan angin, dan habitat satwa liar. Bagian terluar dengan pohon kecil yang ditanam jarang dan vegetasi lokal serta rumput sebagai habitat serangga dan menambah nilai estetis taman SDW.
SDW telah lama berjasa memberi manfaat ekologis (tempat parkir air, ruang terbuka hijau/biru, iklim mikro lingkungan, pengendali banjir, dan penahan intrusi air laut untuk wilayah pesisir), ekonomi (penyuplai air baku, nilai properti meningkat, dan destinasi ekowisata), edukasi (penjaga keseimbangan ekosistem, habitat satwa liar, dan keanekaragaman hayati), serta sosial (ruang publik interaksi warga dan tempat berolahraga air).
Kini saatnya kita membalas budi dengan merevitalisasi dan melestarikan situ, danau, dan waduk. Kalau tidak, tenggelamkan, kata Susi.