Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Nasib Nelayan Lamalera

Penangkapan ikan paus di perairan nusa tenggara timur, diberitakan mendapat protes dari FAO. Tapi FAO pernah juga memberi kapal motor kepada nelayan untuk meningkatkan hasil tangkapan. (kom)

18 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BARANGKALI buat nelayan Lamalera NTT, tulisan TEMPO 30 September 1978 tentang binatang paus cukup menarik. Sebab hidup penduduk Lamalera seluruhnya tergantung dari hasil ikan laut terutama kotekelemah (sperm whale). Ada beberapa hal yang terasa aneh paling kurang buat saya. Seperti yang ditulis TEMPO "pernah beberapa tahun ada proyek penangkapan paus secara modern di perairan Nusa Tenggara Timur, tapi dihentikan karena protes dari FAO, WWF, dan surplus daging dan minyak paus yang toh tak dapat dipasarkan (TEMPO, 5 Juni 1976)." Mengapa aneh? Usaha modernisasi penangkapan paus di Lamalera justru dimungkikan oleh badan dunia itu sendiri, yakni FAO di Roma. FAO telah membantu desa nelayan Lamalera berupa sebuah kapal motor FAO-82 berikut peralatannya serta seorang tenaga ahli yang berpengalaman berkebangsaan Norwegia. Bantuan FAO ini justru dilancarkan setelah munculnya beberapa gerakan di dunia yang berkampanye hendak menyelamatkan paus yang telah menjadi semakin langka itu. Benar bahwa setelah beroperasinya kapal motor FAO-82 di Lamalera, hasil penangkapan agak lebih lumayan. Daging, lemaknya juga, tentu lebih banyak. Menurut saya masalah pemasaran yang dikatakan dalam tulisan TEMPO tahun 1976 yang lalu terlalu dibesar-besarkan. Orang Lamalera menggunakan lemak paus untuk penerangan di rumah. Tidak pernah memasarkannya ke suatu pabrik. Tulangnya toh hingga kini tidak banyak dimanfaatkan untuk industri modern. Dendengnya yang biasanya tahan lama digunakan untuk membeli bahan makanan. Mereka tidak pernah risau dengan hasil yang banyak itu. Tidak pernah menganggap kehadiran FAO-82 sebagai hantu yang menimbulkan masalah pemasaran yang sulit, sebab setiap hari kaum wanitanya harus berjalan ke gunung mencari sesuap nasi. Agak aneh memang, kalau benar seperti yang dikatakan, bahwa FAO memprotes modernisasi penangkapan paus di Lamalera. Ada kesan badan dunia itu berbuat sebelum berpikir matang-matang. Bcbcrapa waktu sebelum kedatangan FAO-82 ini, Presiden Soeharto telah memberikan kepada nelayan Lamalera hadiah berupa harpun penembak paus. Paling tidak ini menunjukkan perhatian perintah dan semacam fiatnya untuk memodernisasi penangkapan paus . Ini juga terjadi setelah terdengar kampanye anti pemusnahan paus di seantero kawasan dunia. Dan sekarang nelayan Lamalera masih tetap menangkap paus secara tradisionil, dengan tempuling dan peledangnya. Kepergian kapal motor FAO-82 dari Lamalera ke Air Panas Larantuka betul-betul menimbulkan kesal mendalam di hati nelayan Lamalera yang sederhana dan miskin ini. Dan sedihnya, FAO-82 itu pergi tanpa pamit. Kapal motor ini begitu berarti: manakala peledang-peledang dalam bahaya ketika berperang lawan paus, FAO bernomor 82 inilah yang datang membantu. Betul-betul aneh! Presiden memberikan harpun, hanya harpun. Tanpa motor, tanpa tenaga ahli. Dan harpun itu pun disimpan hingga karat, karena memang tidak dapat digunakan. FAO datang dengan FAO-82 untuk membantu. Tidak kurang 3 tahun, angkat kaki, dengan mengemukakan salah satu alasan: soal hasil yang terlalu banyak dan berlebihan. Padahal, masalah pemasaran seharusnya merupakan sebagian dari seluruh rencana modernisasi penangkapan paus di Lamalera. Keadaan Lamalera menjadi lebih buruk lagi setelah merasa diri betul-betul ditipu. Dan sekarang nelayan Lamalera masih tetap menangkap paus secara tradisionil, dengan tempuling dan peledangnya. Kepergian kapal motor FAO-82 dari Lamalera ke Air Panas Larantuka betul-betul menimbulkan kesal mendalam di hati nelayan Lamalera yang sederhana dan miskin ini. Dan sedihnya, FAO-82 itu pergi tanpa pamit. Kapal motor ini begitu berarti: manakala peledang-peledang dalam bahaya ketika berperang lawan paus, FAO bernomor 82 inilah yang datang membantu. Betul-betul aneh! Presiden memberikan harpun, hanya harpun. Tanpa motor, tanpa tenaga ahli. Dan harpun itu pun disimpan hingga karat, karena memang tidak dapat digunakan. FAO datang dengan FAO-82 untuk membantu. Tidak kurang 3 tahun, angkat kaki, dengan mengemukakan salah satu alasan: soal hasil yang terlalu banyak dan berlebihan. Padahal, masalah pemasaran seharusnya merupakan sebagian dari seluruh rencana modernisasi penangkapan paus di Lamalera. Keadaan Lamalera menjadi lebih buruk lagi setelah merasa diri betul-betul ditipu. Betapapun juga, kalimat terakhir dalam tulisan TEMPO 30 September amat melegakan dada orang Lamalera yang sampai sekarang tetap berperang dengan sperm whale yang 'tak dicalonkan sebagai jenis paus yang harus dilindungi" itu. Masalahnya, bagimana jadinya kalau larangan penangkapan itu jatuh ke beberapa jenis paus lain yang ditangkap nelayan Lamalera? Tapi satu hal sudah jelas larangan tadi justru dikenakan kepada pihak yang secara modern menangkap paus hingga dapat membuatnya habis dalam waktu singkat. Cara tradisionil antara lain seperti yang dipakai nelayan Lamalera tentu tidak masuk di dalamnya. Tapi kalau memang nanti kena juga kepada Lamalera, barangkali pemerintah harus mencari jalan lain untuk hidup buat orang Lamalera -- sebab mereka justru hidup dari paus. JACOB BELIDA BLIKOLOLONG d/a FK Undana Ende Flores.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus