BARANGKALI buat nelayan Lamalera NTT, tulisan TEMPO 30 September
1978 tentang binatang paus cukup menarik. Sebab hidup penduduk
Lamalera seluruhnya tergantung dari hasil ikan laut terutama
kotekelemah (sperm whale).
Ada beberapa hal yang terasa aneh paling kurang buat saya.
Seperti yang ditulis TEMPO "pernah beberapa tahun ada proyek
penangkapan paus secara modern di perairan Nusa Tenggara Timur,
tapi dihentikan karena protes dari FAO, WWF, dan surplus daging
dan minyak paus yang toh tak dapat dipasarkan (TEMPO, 5 Juni
1976)." Mengapa aneh? Usaha modernisasi penangkapan paus di
Lamalera justru dimungkikan oleh badan dunia itu sendiri, yakni
FAO di Roma. FAO telah membantu desa nelayan Lamalera berupa
sebuah kapal motor FAO-82 berikut peralatannya serta seorang
tenaga ahli yang berpengalaman berkebangsaan Norwegia. Bantuan
FAO ini justru dilancarkan setelah munculnya beberapa gerakan di
dunia yang berkampanye hendak menyelamatkan paus yang telah
menjadi semakin langka itu.
Benar bahwa setelah beroperasinya kapal motor FAO-82 di
Lamalera, hasil penangkapan agak lebih lumayan. Daging, lemaknya
juga, tentu lebih banyak. Menurut saya masalah pemasaran yang
dikatakan dalam tulisan TEMPO tahun 1976 yang lalu terlalu
dibesar-besarkan. Orang Lamalera menggunakan lemak paus untuk
penerangan di rumah. Tidak pernah memasarkannya ke suatu pabrik.
Tulangnya toh hingga kini tidak banyak dimanfaatkan untuk
industri modern. Dendengnya yang biasanya tahan lama digunakan
untuk membeli bahan makanan. Mereka tidak pernah risau dengan
hasil yang banyak itu. Tidak pernah menganggap kehadiran FAO-82
sebagai hantu yang menimbulkan masalah pemasaran yang sulit,
sebab setiap hari kaum wanitanya harus berjalan ke gunung
mencari sesuap nasi.
Agak aneh memang, kalau benar seperti yang dikatakan, bahwa FAO
memprotes modernisasi penangkapan paus di Lamalera. Ada kesan
badan dunia itu berbuat sebelum berpikir matang-matang. Bcbcrapa
waktu sebelum kedatangan FAO-82 ini, Presiden Soeharto telah
memberikan kepada nelayan Lamalera hadiah berupa harpun penembak
paus. Paling tidak ini menunjukkan perhatian perintah dan
semacam fiatnya untuk memodernisasi penangkapan paus . Ini juga
terjadi setelah terdengar kampanye anti pemusnahan paus di
seantero kawasan dunia.
Dan sekarang nelayan Lamalera masih tetap menangkap paus secara
tradisionil, dengan tempuling dan peledangnya. Kepergian kapal
motor FAO-82 dari Lamalera ke Air Panas Larantuka betul-betul
menimbulkan kesal mendalam di hati nelayan Lamalera yang
sederhana dan miskin ini. Dan sedihnya, FAO-82 itu pergi tanpa
pamit. Kapal motor ini begitu berarti: manakala
peledang-peledang dalam bahaya ketika berperang lawan paus, FAO
bernomor 82 inilah yang datang membantu.
Betul-betul aneh! Presiden memberikan harpun, hanya harpun.
Tanpa motor, tanpa tenaga ahli. Dan harpun itu pun disimpan
hingga karat, karena memang tidak dapat digunakan. FAO datang
dengan FAO-82 untuk membantu. Tidak kurang 3 tahun, angkat kaki,
dengan mengemukakan salah satu alasan: soal hasil yang terlalu
banyak dan berlebihan. Padahal, masalah pemasaran seharusnya
merupakan sebagian dari seluruh rencana modernisasi penangkapan
paus di Lamalera. Keadaan Lamalera menjadi lebih buruk lagi
setelah merasa diri betul-betul ditipu.
Dan sekarang nelayan Lamalera masih tetap menangkap paus secara
tradisionil, dengan tempuling dan peledangnya. Kepergian kapal
motor FAO-82 dari Lamalera ke Air Panas Larantuka betul-betul
menimbulkan kesal mendalam di hati nelayan Lamalera yang
sederhana dan miskin ini. Dan sedihnya, FAO-82 itu pergi tanpa
pamit. Kapal motor ini begitu berarti: manakala
peledang-peledang dalam bahaya ketika berperang lawan paus, FAO
bernomor 82 inilah yang datang membantu.
Betul-betul aneh! Presiden memberikan harpun, hanya harpun.
Tanpa motor, tanpa tenaga ahli. Dan harpun itu pun disimpan
hingga karat, karena memang tidak dapat digunakan. FAO datang
dengan FAO-82 untuk membantu. Tidak kurang 3 tahun, angkat kaki,
dengan mengemukakan salah satu alasan: soal hasil yang terlalu
banyak dan berlebihan. Padahal, masalah pemasaran seharusnya
merupakan sebagian dari seluruh rencana modernisasi penangkapan
paus di Lamalera. Keadaan Lamalera menjadi lebih buruk lagi
setelah merasa diri betul-betul ditipu.
Betapapun juga, kalimat terakhir dalam tulisan TEMPO 30
September amat melegakan dada orang Lamalera yang sampai
sekarang tetap berperang dengan sperm whale yang 'tak
dicalonkan sebagai jenis paus yang harus dilindungi" itu.
Masalahnya, bagimana jadinya kalau larangan penangkapan itu
jatuh ke beberapa jenis paus lain yang ditangkap nelayan
Lamalera?
Tapi satu hal sudah jelas larangan tadi justru dikenakan kepada
pihak yang secara modern menangkap paus hingga dapat membuatnya
habis dalam waktu singkat. Cara tradisionil antara lain seperti
yang dipakai nelayan Lamalera tentu tidak masuk di dalamnya.
Tapi kalau memang nanti kena juga kepada Lamalera, barangkali
pemerintah harus mencari jalan lain untuk hidup buat orang
Lamalera -- sebab mereka justru hidup dari paus.
JACOB BELIDA BLIKOLOLONG
d/a FK Undana Ende
Flores.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini