Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Pabila "time tunnel" salah setel

Sebaiknya penguasa memerintah lewat moral, bukan kekuasaan. komponen paling penting adalah rakyat, bukan penguasa. kewajiban penguasa adalah mensejahterakan rakyat. langit melihat seperti rakyat melihat

4 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANAK negeri ini sungguh beruntung (atau malang): sedikitnya tiga kali seminggu menyaksikan di televisi kehebatan teknologi Amerika. Ada "Bionic Woman" si jelita yang kalau naik pitam sanggup menggencet kita hingga remuk redam jadi bubur. Siapa saja yang merasa diganggu subversif boleh angkat tilpun minta bantuannya, asal cocok harga. Ada 'voyage to the bottom of the sea," kapal selam yang mampu menjenguk setan di dasar samudera dan bercengkerema dengannya. Jika diperlukan, kapal yang mencengangkan kita orang dari bagian bumi yang sedang berkembang, penuh dengan lampu yang tak henti-hentinya berkelap-kedip, bisa meloloskan dia punya pesawat berbentuk berudu melenggak-lenggok di air kemudian melesat ke langit, meninggalkan buih dan sikap melongo. Dan "Time Tunnel". Hanya dengan pijitan tangan halus seorang nyonya pada knop, dua orang muda Amerika bisa melayang-layang dalam terowongan. Mau mendarat ke masa lampau, mau mendarat ke masa datang, tinggal pilih terima sampai selamat berkat mesin yang tak bakal dipaham oleh isi kepala bangsa kita-kita ini. Juga tidak oleh Bappenas dan Lipi digabung jadi satu. Dalam urutan peradaban kita baru sampai pada tingkat bangsa assembling. Tapi jangan kecil hati, ini cuma merupakan salah satu anak tangga menuju atap, mata rantai tak terhindarkan dalam proses akselerasi. Diperlukan kesabaran, kemantapan ideologis, stabilitas nasional, dan kepercayaan kreditor untuk sampai ke sana. Harap menunggu dengan sikap tertib. Pada suatu saat orang-orang ajaib dari laboratorium "Time Tunnel" bermaksud mengirim bintangnya menerobos sang waktu menuju masa depan: Indonesia tahun 2000. Diharap kedua orang muda akan melintir di dalam terowongan kemudian akan jatuh terguling-guling persis di pekarangan mang Udi nelayan Cilauteureun kota kecil terpencil di pantai selatan Jawa Barat. Diharap mang Udi sedang duduk di sofa membaca koran di bawah lampu listrik 100 watt dan di sampingnya tergeletak pesawat telepon otomat. Kesemuanya ini berkat suksesnya program koran-listrik-telepon berhamburan masuk desa. Tapi -- akibat hal-hal yang sulit dijelaskan di sini -- sang nyonya operator "Time Tunnel" salah setel. Akibatnya, kedua orang muda dari marga teknologi tinggi itu bukannya melintir dan terguling di Cilauteureun melainkan di kelurahan Tsou di provinsi Shantung, Tiongkok. Waktu menunjukkan tahun 312 sebelum Masehi. Kebingungan tengok kiri tengok kanan, muncul orang gaek umur 59 tahun, putih bagai lobak. Kok seperti tukang bakpao di Kalifornia, pikir orang Amerika itu. - Namaku (menurut lidah kalian) Mencius. + Koki capcay? Swikee? Bakpao? - Bukan. Aku penasihat para penguasa Tiongkok yang tercabik-cabik seperti kain tua dan saling cakar seperti anjing. + Oh, konsultan itu namanya. - Begitulah barangkali. + Apa yang sampeyan nasihatkan? - Supaya penguasa memerintah liwat contoh moral, bukan kekuatan. Sebab "Langit melihat seperti rakyat melihat, langit mendengar seperti rakyat mendengar." Komponen paling penting adalah rakyat, bukan penguasa. Kewajiban penguasa adalah menyejahterakan rakyat. Jika kewajiban itu diabaikan, dia kehilangan mandat dari langit. Dan layak ditumbangkan. + Kok seperti pendapat John Locke? - Siapa itu John Locke? + Orang negeri Inggris yang lahir seribu sembilan ratus dua puluh satu tahun sesudah engkoh tutup mata. - Apa dia bilang? + Pemerintah itu seperti "ronda jaga malam" mengawasi kepentingan rakyat. Tidak boleh alpa. Mesti melek terus. - Itu bagus. Apa lagi? + Katanya "Tidak ada pajak tanpa dewan perwakilan." - Masuk di akal, orang Inggris kata kalian? Biar aku tidak tahu di mana Inggris itu, tapi tajam juga penciumannya. Atas pertimbangan bisa-bisa kena pengaruh yang bukan-bukan, nyonya operator "Time Tunnel" lekas-lekas pijit knop dan berjatuhanlah keduanya di lantai laboratorium dengan tersipu-sipu. Maaf, tadi ada kekeliruan teknis, kata si nyonya. Tuan mestinya dilempar ke masa depan, bukannya belakang. Lupakan saja si engkoh tadi. Sekarang siap-siap ke Cilauteureun di Jawa Barat. Kami pertemukan dengan mang Udi. Harap pertinggi kewaspadaan. Maka asap pun mengepul lagi seperti lazimnya tampak di pabrik pembakaran kapur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus