DENGAN sabar dan cermat karyawati European Asian Bank (EAB) di
Jakarta, melayani satu persatu tamu yang tak putus datang ke
mejanya, Jumat, 20 Maret 1981. Sejak awal bulan ini, berbagai
jenis tamu datang ke meja baru yang bertuliskan: Fixed Deposit
itu.
"Senin bapak bisa mengambil bunganya ke mari," ujar karyawati
itu pada seorang pria yang baru menyetorkan uangnya lewat cek
sebesar Rp 10 juta. Pria yang mengaku berkantor di Jl. Gajah
Mada itu mengangguk dan seraya senyum beranjak dari kursi.
Sambil memperlihatkan bunga Rp 130 ribu lebih yang akan
diterimanya, kepada TEMPO, pria itu berkata "Milik kantor saya.
Wah, kalau saya punya pribadi, mungkin saya ndak perlu kerja
lagi." Dalam waktu 45 menit pagi itu, sekitar 10 orang telah
menyetorkan uang mereka dalam rupiah dan dollar ke bank
tersebut. Jumlahnya berkisar Rp 10 hingga Rp 20 juta.
Mereka adalah para tamu yang tertarik dengan iklan yang dipasang
EAB di koran-koran yang terbit di ibukota awal bulan ini.
Beberapa bank asing lainnya, seperti Algemene Bank Nederland
(ABN) juga memasang iklan.
EAB misalnya, menawarkan bunga 15,75% per tahun bagi pemilik
uang yang mendepositokan minimal Rp 25 juta selama sebulan.
Bunga bervariasi antara 13,50% hingga 15,25% per tahun juga
diberikan kepada pemilik uang, jika mau mendepositokan di bank
itu dalam jangka waktu 1, 3, dan 6 bulan.
Kegiatan bank asing yang menyediakan bunga untuk pinjaman jangka
pendek itu, ternyata cukup menarik minat para pemegang uang
'panas'. "Saya mau coba saja, sebulan," kata Lim A Hwa, seorang
pedagang dari Pasar Pagi, Jakarta Kota pada TEMPO, Jumat lalu.
Ia mengaku biasa membeli emas di daerah Guntur dan dijual
setelah harga baik di toko valuta asing CIC iJIPintu Besar
Selatan Jakarta. "Harga emas agak kacau sekarang, saya mau
istirahat dulu. Baca iklan, saya langsung ke mari," ujarnya
polos.
Ia tak perlu khawatir perputaran uangnya akan macet, karena
dengan sistem negotiable certificates (surat-surat berharga yang
bisa diperjualbelikan), yang diberikan EAB padanya setiap waktu
ia dapat menjual kepada siapa saja sertifikat itu, jika
tiba-tiba membutuhkan uang. Sertifikat yang dikeluarkan EAB itu
memang tak bernama. Ini berbeda dengan deposito berjangka yang
menyebutkan nama lengkap dan nama perusahaan yang
mendepositokan uang mereka.
Apa sasaran mereka? Jawaban hampir seragam diterima TEMPO:
butuh dana. "Respons yang kami terima positif. Ada tambahan
fresh money dari nasabah baru, meskipun ada juga nasabah lama
yang mengambil uangnya untuk dipindahkan ke sistem yang
diiklankan," kata Slamet, salah seorang staf EAB yang ikut
mengatur penerimaan deposito tersebut. Ia tak menyebutkan jumlah
tambahan itu, karena atasannya beranggapan "masih terlalu pagi
untuk disebutkan. Yang jelas, kami memerlukan dana dari
berbagai pihak, agar tak terlalu bergantung pada dua-tiga sumber
saja, seperti biasa," ujarnya.
Seorang pejabat Bank Indonesia mengakui pancingan bunga tinggi
dari bank-bank asing itu adalah untuk menggalang dana. "Hal itu
beberapa waktu lalu pernah juga mereka lakukan, sekalipun tak
setinggi yang sekarang," katanya. Ia tak menutup kemungkinan,
usaha bank-bank asing untuk menarik deposito dengan bunga-bunga
yang merangsang, ada hubungannya dengan tingkat bunga yang masih
tinggi di luar negeri, terutama yang diberikan oleh bank-bank di
AS.
Untuk mengendalikan inflasinya pemerintah AS menaikkan sukubunga
yang sebelumnya mencapai sekitar 20%, tapi sekarang ini
tingkatnya masih sekitar 18%. Ada kemungkinan bank-bank asing
ini mengkoversikan simpanan rupiah menjadi dollar untuk
didepositokan di bank-bank luar negeri dan mendapat keuntungan
dari bunga yang lebih tinggi.
Sumber dana bank asing di Jakarta, biasanya memang dari
bank-bank nasional di dalam negeri, di samping dana yang mereka
pinjam dalam bentuk dollar AS dari luar negeri. "Setiap
Maret-April semua bank memang harus melakukan perhitungan. BI
tutup buku pada bulan ini, dan ceiling (batas kredit) baru
segera dikeluarkan. Karena itu semua bank memasang kuda-kuda
untuk persiapan agar operasional mereka tetap berjalan lancar,"
kata Nico Lolong, Executive Officer The Hongkong & Shanghai
Banking Corporation, di Wisma Hayam Wuruk, Jakarta. Bank itu
juga menyiapkan bunga deposito jangka pendek 15% per tahun
untuk pinjaman minimal Rp 25 juta.
Mulai Stabil
Apakah kegiatan bank asing itu tak mengganggu para nasabah yang
sudah menanam uangnya di bank-bank swasta nasional dan
pemerintah? "Ini pertanda rupiah kita mulai stabil, ujar Dr.
Panglaykim, salah seorang pimpinan Sejahtera Bank Umum Jakarta,
Sabtu lalu.
Ekonom itu tidak melihat kegiatan bank asing itu bakal mengancam
bisnis bank swasta nasional. "Yang ditarik itu nasabah
kecil-kecil, paling antara Rp 5 hingga Rp 15 juta. Ya, memang
ada fluktuasi sekitar 2%. Jika bank kami biasa menerima Rp 2
milyar, sekarang menurun sekitar Rp 1,8 milyar."
Keaktifan bank-bank asing itu mencari rupiah, menurut
Panglaykim, selain karena cost of money (biaya uang) yang lebih
murah dari pada menggunakan dollar, juga karena faktor peminjam
yang mau tak mau memaksa bank asing itu mencari rupiah. Mereka
adalah para pengusaha industri atau perusahaan PMA patungan yang
membuka bisnis di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini