NYOTO Tombeng masih dalam pengejaran. Tetapi dari belakang
tiba-tiba muncul Chua Pho Tiong, seorang pedagang tembakau dari
Singapura. Orang inilah yang, menurut sebuah versi, membeli
saham PT Arta Tobacco yang dipimpin Nyoto Tombeng, ketika
perusahaan rokok itu mulai diancam bangkrut.
Pada pertengahan 1980, nama Chua Pho Tiong ikut disebut-sebut
dalam perkara yang menyangkut PT Asia Indonesia Tobacco. Ketika
itu dia dikatakan sebagai orang yang menerima uang sebesar Rp
200 juta yang dilarikan oleh Chai Kok Sin, salah satu direktur
dari AIT. Dalam perkara itu Chai Kok Sin sempat berurusan
dengan meja hijau di Jakarta, sedangkan Chua warganegara
Singapura itu tak bisa digugat.
Menjadi pertanyaan mengapa pedagang selihai Chua mau membeli
saham PT Arta Tobacco, padahal perusahaan itu diduga akan
rontok, antara lain. Ada yang menyebutkan berkat kemahiran
Nyoto Tombeng maka saham perusahaan itu berhasil dijual kepada
Chua. Sedangkan saham dari perusahaan lain di bawah Nyoto
Tombeng, seperti PT Ja-Tim Agung yang membuat baterai tidak laku
dijual.
Lima orang pemegang saham dari perusahaan yang mau mati itu
ramai-ramai menyerahkan saham mereka kepada Nyoto Tombeng. "Ini
lebih baik daripada punya saham yang tak berarti. Bahkan hanya
jadi beban lantaran tanggungjawab terhadap utang pada berbagai
perusahaan, pajak dan macam-macam," kata seorang pemegang saham
kepada wartawan TEMPO di Surabaya, Dahlan Iskan.
Nyonya Tuti
Tetapi sebuah keterangan lain mengungkapkan bukan Nyoto Tombeng
yang telah berhasil memperdayakan Chua Pho Tiong, tapi justru
orang Singapura inilah "pemain utama" dalam perusahaan yang
dipimpin Nyoto Tombeng. Sebagai seorang asing, Chua Pho Tiong
berdasarkan surat perjanjian yang dibuat akhir 1977, membeli
sejumlah saham dari PT Arta Tobacco Company dengan meminjam
tangan Tenas Sastrawiria dan Nyonya Tuti masing-masing alamat
Jakarta, serta Haris Bonar Tjuatjadjaja beralamat Surabaya.
Dalam surat perjanjian disebutkan bahwa uang yang digunakan
oleh ketiga orang itu dalam membeli saham PT Arta Tobacco
adalah uang milik Chua Pho Tiong. Mereka tidak boleh
meminjamkan, menjual atau mengalihkan saham-saham tersebut
kecuali seizin Chua Pho Tiong. Sedangkan segala hasil yang
datang dari saham itu seluruhnya menjadi milik Chua.
Yang cukup mengherankan perjanjian yang disusun agak
tergesa-gesa, mirip surat perjanjian kontrak rumah murahan,
mendapat kesaksian dari seorang notaris yang praktek di daerah
Jembatan Merah, Surabaya.
Berkas-berkas yang masuk ke tangan kejaksaan yang menangani
masalah Nyoto Tombeng, menguatkan bahwa PT Arta Tobacco adalah
milik Chua Pho Tiong. Pada 19 Juni 1980 PT Jatim Agung
mengirimkan surat teguran kepada Arta Tobacco karena belum
melunasi rekening listrik dan air sebesar Rp 3,5 juta. Kedua
perusahaan itu berada dalam alamat yang sama di Jalan Demak
Timur, Surabaya. Tembusan surat teguran itu disampaikan kepada
Vincent G.H. Chua, anak Chua Pho Tiong dengan alamat Jalan
Mangga Besar, Jakarta. Vincent, seperti juga ayahnya, kini
kabarnya di Singapura.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini