Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ada orang di belakang Nyoto Tombeng

Nyoto tombeng masih dalam pengejaran chua pho tiong, pedagang tembakau singapura muncul dalam perkara nyoto tombeng. ia pernah tersangkut perkara pt asia indonesia tobacco. (eb)

4 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NYOTO Tombeng masih dalam pengejaran. Tetapi dari belakang tiba-tiba muncul Chua Pho Tiong, seorang pedagang tembakau dari Singapura. Orang inilah yang, menurut sebuah versi, membeli saham PT Arta Tobacco yang dipimpin Nyoto Tombeng, ketika perusahaan rokok itu mulai diancam bangkrut. Pada pertengahan 1980, nama Chua Pho Tiong ikut disebut-sebut dalam perkara yang menyangkut PT Asia Indonesia Tobacco. Ketika itu dia dikatakan sebagai orang yang menerima uang sebesar Rp 200 juta yang dilarikan oleh Chai Kok Sin, salah satu direktur dari AIT. Dalam perkara itu Chai Kok Sin sempat berurusan dengan meja hijau di Jakarta, sedangkan Chua warganegara Singapura itu tak bisa digugat. Menjadi pertanyaan mengapa pedagang selihai Chua mau membeli saham PT Arta Tobacco, padahal perusahaan itu diduga akan rontok, antara lain. Ada yang menyebutkan berkat kemahiran Nyoto Tombeng maka saham perusahaan itu berhasil dijual kepada Chua. Sedangkan saham dari perusahaan lain di bawah Nyoto Tombeng, seperti PT Ja-Tim Agung yang membuat baterai tidak laku dijual. Lima orang pemegang saham dari perusahaan yang mau mati itu ramai-ramai menyerahkan saham mereka kepada Nyoto Tombeng. "Ini lebih baik daripada punya saham yang tak berarti. Bahkan hanya jadi beban lantaran tanggungjawab terhadap utang pada berbagai perusahaan, pajak dan macam-macam," kata seorang pemegang saham kepada wartawan TEMPO di Surabaya, Dahlan Iskan. Nyonya Tuti Tetapi sebuah keterangan lain mengungkapkan bukan Nyoto Tombeng yang telah berhasil memperdayakan Chua Pho Tiong, tapi justru orang Singapura inilah "pemain utama" dalam perusahaan yang dipimpin Nyoto Tombeng. Sebagai seorang asing, Chua Pho Tiong berdasarkan surat perjanjian yang dibuat akhir 1977, membeli sejumlah saham dari PT Arta Tobacco Company dengan meminjam tangan Tenas Sastrawiria dan Nyonya Tuti masing-masing alamat Jakarta, serta Haris Bonar Tjuatjadjaja beralamat Surabaya. Dalam surat perjanjian disebutkan bahwa uang yang digunakan oleh ketiga orang itu dalam membeli saham PT Arta Tobacco adalah uang milik Chua Pho Tiong. Mereka tidak boleh meminjamkan, menjual atau mengalihkan saham-saham tersebut kecuali seizin Chua Pho Tiong. Sedangkan segala hasil yang datang dari saham itu seluruhnya menjadi milik Chua. Yang cukup mengherankan perjanjian yang disusun agak tergesa-gesa, mirip surat perjanjian kontrak rumah murahan, mendapat kesaksian dari seorang notaris yang praktek di daerah Jembatan Merah, Surabaya. Berkas-berkas yang masuk ke tangan kejaksaan yang menangani masalah Nyoto Tombeng, menguatkan bahwa PT Arta Tobacco adalah milik Chua Pho Tiong. Pada 19 Juni 1980 PT Jatim Agung mengirimkan surat teguran kepada Arta Tobacco karena belum melunasi rekening listrik dan air sebesar Rp 3,5 juta. Kedua perusahaan itu berada dalam alamat yang sama di Jalan Demak Timur, Surabaya. Tembusan surat teguran itu disampaikan kepada Vincent G.H. Chua, anak Chua Pho Tiong dengan alamat Jalan Mangga Besar, Jakarta. Vincent, seperti juga ayahnya, kini kabarnya di Singapura.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus