Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Di Kairo, Mesir, Prabowo Subianto mengumumkan akan mengampuni koruptor jika mengembalikan uang hasil korupsi.
Prabowo pernah berjanji tidak akan menenggang praktik korupsi.
Sanksi pidana terhadap koruptor bertujuan memberikan efek jera.
CARA pandang pemimpin negara ini terhadap korupsi makin kusut saja. Alih-alih bergegas menyeret para pelaku kejahatan luar biasa itu ke bui, Presiden Prabowo Subianto justru berjanji bakal menghapus sanksi pidana bagi koruptor asalkan mereka mau mengembalikan uang hasil kejahatannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rencana pengampunan koruptor itu terlontar dari ucapan Prabowo saat menghadiri pertemuan dengan pelajar Indonesia di Kairo, Mesir, pada Rabu, 18 Desember 2024. Ia bahkan akan merancang mekanisme pengembalian uang secara diam-diam agar tak diketahui khalayak ramai. Pernyataan ini jelas memberi sinyal bahwa pemerintah makin lunak terhadap praktik korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prabowo seolah-olah lupa dengan janji politiknya sendiri. Dalam Rapat Pimpinan Nasional Partai Gerindra pada Sabtu, 31 Agustus 2024, Prabowo menyatakan tidak akan menenggang praktik korupsi. Bahkan, kala itu, dia berjanji bakal mengutus pasukan untuk mengejar koruptor hingga ke Antarktika. Sungguh amnesia yang terlalu cepat terjadi.
Hak yang melekat pada presiden, seperti amnesti dan abolisi, diklaim sebagai dasar hukum kebijakan itu. Padahal penerapan hak presiden yang diatur dalam konstitusi tersebut tidak boleh semena-mena. Penggunaan hak tersebut seharusnya hanya demi alasan keadilan dan kemanusiaan, bukan untuk memfasilitasi pengampunan bagi koruptor.
Rencana Prabowo ini jelas mencampuradukkan urusan penegakan hukum dengan upaya menyelamatkan perekonomian negara. Padahal sanksi pidana terhadap koruptor bertujuan memberikan efek jera bagi pelaku sekaligus menjadi pengingat bagi masyarakat agar tak tergoda melakukan kejahatan serupa. Jika ingin menyelamatkan perekonomian negara, Prabowo lebih bijak mendorong Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang Perampasan Aset, yang akan memperkuat langkah penegakan hukum.
Tidak ada jaminan bahwa pengampunan terhadap koruptor akan memulihkan kerugian negara secara utuh. Dalam praktiknya, pengembalian kerugian negara dalam kasus korupsi sering kali bergantung pada proses pembuktian di pengadilan. Akibatnya, uang yang dinikmati koruptor biasanya jauh lebih besar dibanding yang bisa dipulihkan negara.
Selain merupakan langkah mundur, rencana mengampuni para koruptor mengkhianati mandat reformasi. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan tegas menyebutkan bahwa pengembalian uang hasil korupsi tidak menghilangkan proses pidana, tapi hanya menjadi faktor pengurang hukuman. Prinsip hukum seperti ini harus dipertahankan untuk mencegah pengulangan praktik korupsi yang bisa menghancurkan perekonomian negara.
Tak terbayang bagaimana daya rusak pengampunan terhadap koruptor bila rencana itu jadi diterapkan. Yang jelas, korupsi bisa makin subur karena dianggap sebagai kejahatan yang terampuni. Para pelaku tak akan takut lagi menggasak kekayaan negara. Sebab, kalaupun tindakan korupsi itu ketahuan, hukumannya dapat dihapuskan hanya dengan mengembalikan uang. Lebih berbahaya lagi jika mekanisme pengembalian uang negara itu dilakukan secara diam-diam. Selain menyelamatkan muka koruptor, langkah tersebut membuka peluang terjadinya korupsi baru.
Sebelum terlambat, Prabowo semestinya segera kembali ke jalur yang benar dalam melawan korupsi. Janganlah coba-coba berkompromi dengan para koruptor. Mereka adalah musuh bersama yang harus diberantas tanpa pandang bulu.●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo